Adapun ruqyah tanpa dalil ma'tsuur dan tidak ada tata caranya secara syar'iy dan tidak berbenturan dengan larangan syari'at. Maka hukum memraktekkannya diperselisihkan. Sebab perselisihannya kembali kepada pemraktek-kan ruqyah, apakah dia termasuk jenis pengobatan dengan obat-obatan dan herbal atau tawaqquf pada syara'?
Dan keserupaan ruqyah tanpa text dalil meskipun hal itu termasuk dari pengobatan ruhani akan tetapi hal itu juga berkaitan dengan pengobatan jasmani dari sisi penyadarannya terhadap ijtihad dan tajribah amaliyyah (praktek percobaan), dan memohon pertolongan pada Allah untuk merealisasikan manfaatnya. Dan mengambil percobaan manusia hukumnya boleh jika memperlihatkan kemanjuran dan faidah/manfaat, dan terlepas dari segala larangan syar'i. Karena buahnya adalah untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit dengan pengobatan sehingga dapat terlepas dari penyakit-penyakitnya.
Berkata Ibn Kholduun : "Dahulu kaum arab memiliki banyak macam dari tipe pengobatan ini, dan mereka dahulu juga memiliki tabib-tabib yang dikenal seperti Al Haarits ibn Kaladah dan selainnya, dan pengobatan yang manqul dalam syari'at [juga ada yang diambil] dari sini, dan pengobatan ini (ruqyah) bukanlah termasuk bagian dari wahyu, akan tetapi dia hanyalah perkara yang kaum arab dahulu terbiasa melakukannya."
Dan menunjukkan atas hal tersebut hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Muslim berkata : Rasulullah shallalahu alaihi wasallam melarang ar ruqaa, maka kemudian datang keluarga Amr ibn Hazm al Anshariy kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, mereka kemudian berkata : "Wahai Rasulullah! Dahulu kami memiliki ruqyah yang kami gunakan ketika tersengat kalajengking, dan Engkau telah melarangnya." Maka mereka memperlihatkan hal tersebut pada Nabi, dan Nabi berkata : "Tidak mengapa, barang siapa yang bisa memberikan manfaat pada saudaranya maka berikanlah manfaat tersebut."
Hadits tersebut menunjukkan bahwasannya pengobatan dan ruqyah itu tidak tawaqquf pengetahuannya dengan yang tallaqy dari Nabi saja, yakni tata caranya tidak melazimkan harus sesuai wahyu. Dan segala macam ijtihad untuk mencegah/menolak bahaya dan menghilangkan musibah -dengan catatan kosong dari larangan syar'i- diterima manfaatnya. Dan kalimat : "Barang siapa di antara kalian yang mempu memberi manfaat pada saudaranya.....sampai akhirnya". Meskipun dia terjadi karena sebab yang khusus yakni ruqyah dari sengatan kalajengkin, maka al 'Ibroh bi umuumil lafzh laa bikhusuusis sabab, berdasar dengan kaidah yang ditetapkan.
Dan ketika memaparkan syarah hadits ibn Abbas dan Abu Sa'id radhiyallahu anhumaa tentang kisah sengatan, berkata Asy Syaukaaniy :
"Dalam dua hadits tersebut dalil akan kebolehan ruqyah dengan Al Qur'an dan jenis-jenis dzikir dan doa yang ma'tsur dan juga selain yang ma'tsur selama hal tersebut tidak menyelisihi yang ma'tsur."
Dan menyokong pendapat tersebut hadits Auf ibn Maalik Al Asy-ja'iy rahiyallahy anhu berkata : Dahulu kami ketika masa Jaahiliyyah sering meruqyah. Maka kami mengatakan : Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang hal itu? Beliau menjawab : Perlihatkan padaku!, tidak mengapa ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan."
Di sana (dalam hadits tersebut) tedapat dalil bolehnya meruqyah dan pengobatan selama tidak ada bahaya di dalamnya dan tidak ada penghalang syari'at.
Dan ruqyah yang diperlihatkan [pada Nabi shallallahu alaihi wasallam tersebut] yang dahulu digunakan pada masa Jaahiliyyah bukanlah hal yang tauqifiy dan sebagaimana yang nampak. Maka jika seandainya pembolehan itu terbatas hanya pada wahyu, hal itu akan melazimkan pengingkaran Nabi shallalahu alayhi wasallam karena hal itu terjadi ketika meminta penjelasan, dan mengakhirkannya ketika diperlukan tidaklah boleh. Dan yang menguatkan hal ini -tanpa ragu- penetapan Nabi shallallahu alaihi wasallam atas ruqyah Asy Syifaa' bint Abdillah yang menggunakan cara selain Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan karena ruqyahnya kosong dari larangan yang berisi kesyirikan, Nabi shalllallahu alaihi wasallam membolehkan untuk memraktekkannya.
Diriwayatkan dari Al Hakim dengan sanad yang shahih : "Bahwa sesungguhnya seorang laki-laki dari kalangan Anshar keluar dari dirinya namlah (penyakit/luka di lambung, dan bisa jadi selain di lambung) , maka dia ditunjukkan bahwa Asy Syifaa bint Abdillah dapat meruqyah/menghilangkan gangguan tersebut. Maka dia mendatangi Asy Syifaa dan memintanya untuk meruqyahnya. Maka Asy Syifaa berkata : "Demi Allah aku tidak pernah meruqyah semenjak aku masuk Islam." (Artinya tata cara ruqyah-nya tidak ma'tsur karena dia meruqyah sebelum masuk Islam -pent). Maka laki-laki tersebut kepada Nabi shallalahu alaihi wasallam, maka dia memberitahukan apa yang dikatakan Asy Syifaa. Kemudian Nabi memanggil Asy Syifaa dan mengatakan : "Perlihatkan padaku!", maka dia memperlihatkannya. Nabi bersabda : "Ruqyahlah dia, dan ajarilah Hafshah ruqyah sebagaimana Engkau mengajarinya Al Kitaab" dalam riwayat lain Al Kitaabah (menulis).selengkapnya langsung dibaca di : http://ferkous.com/home/?q=fatwa-1144
___________________________________________________
Menurut Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah :
*S : Soal, J : Jawabسؤال : ما حكم الاغتسال بالماء المقروء فيه للاستشفاء ؟فأجاب : يذكر بعض الناس أنه جرب فنفع . وعليه ، فلا بأس بذلك من باب إثباته بالتجربة ، لا بالشرع .
S : Apakah hukum mandi dengan air yang dibacakan ruqyah untuk mencari kesembuhan?
J : Sebagian manusia menyebutkan bahwa itu mujarab dan efektif. Atas dasar itu, tidak mengapa dengan hal tersebut min baaabi itsbaatihi bit-tajribah (dalam rangka mencari kepastian dengan percobaan), dan tidak dari syara'.
http://www.roqiah.net/%D9%85%D8%AC%D9%85%D9%88%D8%B9%D8%A9-%D8%A3%D8%B3%D8%A6%D9%84%D8%A9-%D8%B9%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%B1%D9%82%D9%8A%D8%A9-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%A7%D9%88%D8%B1%D8%A7%D8%AF-%D9%84%D9%84%D8%B4%D9%8A%D8%AE/
S : Apakah ada sunnah Nabi yang warid tentang membaca Al Qur'an untuk yang sakit di air kemudian meminumnya atau membacanya di minyak dan memakainya, atau membacanya di gelas yang terbuka yang ada airnya ayat kursiy kemudian meminumnya, karena banyak orang yang melakukannya?
J : Allah berfirman "Dan kami turunkan segala jenis Al Qur'an sebagai penyembuh dan rahmat untuk kaum mukminin". Dan penyembuh yang Allah turunkan dalam Al Qur'an mencakup penyembuh hati dari penyakitnya dan penyembuh badan dari sakitnya juga.......dst. Adapun menulis Al Qur'an di kertas-kertas kemudian mencelupkannya ke air kemudian meminumnya atau memasukannya ke bejana, dan menggoyangkannya/ kemudian meminumnya atau meludahkannya [ludahan setelah membaca Al Qur'an] di air dan meminumnya maka aku tidak mengetahui apakah itu termasuk sunnah Nabi atau tidak. Akan tetapi hal itu termasuk amalan as salaf dan itu hal yang mujarab. Oleh karenanya kami katakan tidak mengapa denganya, yakni tidak mengapa dengan apa yang dilakukan terhadap orang yang sakit tersebut untuk dapat memberikan manfaat dengannya, akan tetapi yang dibacakan di air dengan ludah atau buih selayaknya untuk tidak melakukannya jika dia mengetahui bahwa nanti akan menambah penyakit lain kepada orang yagn sakit tersebut.
http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_989.shtml
Dalam pertanyaan lain dalam Fataawa Nuur alad darb beliau juga menyatakan :
Adapun apa yang disebutkan penannya dari menulis beberapa ayat Al Qur'an yang di dalamnya ada meminta perlindungan kepada Allah kemudian meletakannya di air dan meminumnya, maka tentang hal itu juga terdapat amalan dari as salaf ash-shaalif dan itu mujarab dan bermanfaat/efektif.وأما ما ذكره السائل من كتابة بعض الآيات التي فيها الاستعاذة والاستجارة بالله عز وجل بأن توضع في ماء ويشرب فهذا أيضاً قد جاء عن السلف الصالح وهو مجربٌ ونافع
Dalam pertanyaan lain dalam Fataawaa Nuur alad darb beliau juga menyatakan :
Sebagian salaf melakukan apa yang dimaksud penanya, yaitu meludah di air kemudian meminumkannya untuk orang yagn sakit, dan sungguh itu benar mujarab dan bermanfaat/efektif, akan tetapi qori' yang membaca Al Qur'an langsung lebih baik dan berfaidah dan lebih diharapkan mendapatkan manfaat. Dan seorang muslim jika mendatangi saudaranya dan meruqyahnya, maka hal itu baik, dan bisa jadi Allah menjadikan kesembuhan lewat tangannya, dan dia menjadi orang muhsin kepada orang yang sakit tersebut dengan kebaikan yang banyak. Akan tetapi untuk diketahui bahwasanya Raqi kepada yang sakit haruslah berkeyakinan bahwa ruqyahnya bermanfaat/efektif secara batasan ruqyah itu sendiri, dalam hal seandainya dia membaca dalam keadaan ragu maka ruqyahnya tidak bermanfaat. Harus berkeyakinan bahwa itu naafi'/bermanfaat dan yang diruqyah juga harus berkeyakinan bahwa hal itu akan bermanfaat baginya. Dan jika dia ragu, bimbang, maka hal itu tidak bermanfaat, karena setiap sebab syar'i haruslah pelakunya seorang mukmin yang dengan sebabnya dapat mencapai tujuan sampai Allah datangkan manfaat dengannya.....فعل بعض السلف مثل هذا أي أنه ينفث في الماء ثم يشربه المريض وقد جرب ونفع لكن كون القارئ يقرأ على المريض مباشرة أحسن وأفيد وأرجى للانتفاع والمسلم إذا أتى إلى أخيه ورقاه فإنه على خير قد يجعل الله الشفاء على يده فيكون محسنا إلى هذا المريض إحسانا بالغا ولكن ليعلم أن الراقي على المرضى لابد أن يعتقد أن هذه الرقية نافعة في حد ذاتها بأنه لو قرأ وهو متشكك متردد فإنها لا تنفع لابد أن يعتقد بأنها نافعه ولابد للمرقي أن يعتقد أيضا انتفاعه بها فإن كان مترددا شاكا فلا تنفعه لأن كل سبب شرعي لابد أن يكون الفاعل له مؤمن بأنه سبب يودي إلى المقصود حتى ينفع الله به
* Penulis : Jika dikatakan darimana tahu itu efektif/bermanfaat, maka jawabannya hal ini masuk kategori tajribah, bahkan Syaikh ibn Utsaimin dengan tegas menyatakan baik raaqi dan marqiy harus berkeyakinan hal itu memberi manfaat secara batasan dzatnya. Nanti akan terdapat penjelasan dan ibnul Qoyyim bahwa beliau juga mengandalkan pengalaman.
_________________________________________
Menurut Syaikh ibn Baaz rahimahullah :
S : Apakah seorang muslim meruqyah dan sebagian doa-doa nabawiyah di air atau minyak, kemudian orang yang sakit meminumnya dan mandi dengannya? Dan jika tidak boleh, maka bagaimanakah Ruqyah Syar'iyyah dan syarat syarat apa yang harus dipenuhi?
J : Tidak mengapa meruqyah dengan air kemudian yang sakit minum di airnya atau mandi dengannya. Semuanya tidak mengapa. Ruqyah bisa jadi dengan meludah kepada yang sakit, bisa jadi dengan air yang diminum pasien atau tarawwasy dengannya, semuanya tidak mengapa.
Dan tetap tsabit dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau meruqyah Tsaabit bin Qays bin Syimas di air kemudian mengguyurkannya. Maka jika seseorang meruqyah saudaranya di air kemudian meminumnya kemudian mengguyurkan padanya, maka diharapkan dengannya kesehatan dan kesembuhan. Dan jika dia membaca untuk dirinya sendiri di anggota tubuh yang sakit di tangan atau kaki atau dadanya dan meludahinya dan berdoa untuknya kesembuhan, maka semua itu baik.
http://www.binbaz.org.sa/mat/17721
_________________________________________________
Menurut Syaikh Ibn Jibriin rahimhullah :
Wa ba'd, maka sesungguhnya aku setuju terhadap apa yang engkau sebutkan tentang syaikh ibn Baz, ibn Utsaimiin, ibn 'Ubaikaan, dan aku katakan : Bahwasannya tajaarub (trial/percobaan/experiman) ini mufiid dan naafi' (bermanfaat dan berguna) dengan ijin Allah, dan tidak harus setiap ruqyah itu selalu dari yang manqul, akan tetapi setiap ruqyah yang berpengaruh dan tidak ada kesyirikan maka itu boleh sebagaimana zhohir hadits yang disebutkan di atas. Sama saja apakah ruqyah dari ain, dari sentuhan/tertimpa atau penyakit lain-lainnya, dengan syarat bahwa yang dibacakan tersebut harus diketahui maknanya dan tidak jimat/mantera atau huruf huruf yang terputus atau semacam tersebut.....وبعد فإني موافق لما ذكرتم عن المشايخ ابن باز وابن عثيمين وابن عبيكان وأقول: إن هذه التجارب مفيدة ونافعة بإذن الله ولا يلزم من كل رقية أن تكون منقولة بل كل رقية مؤثرة ليس فيها شرك فهي جائزة على ظاهر الحديث المذكور أعلاه وسواء كانت الرقية من العين والمس أو غير ذلك من الأمراض بشرط أن لا يكون فيها كلام لا يعرف معناه ولا طلاسم ولا حروف مقطعة أو نحو ذلك فامضوا لما أنتم فيه وسيروا على بركة الله والله معكم ولن يتركم أعمالكم وجزيتم خيرًا وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم
selengkapnya : http://www.ibn-jebreen.com/controller?action=FatwaView&fid=10072 atau http://www.ruqya.net/forum/showthread.php?t=43475
_________________________________________________
Menurut Ibnul Qoyyim dan Ibn Taymiyyah rahimahumallah :
قَالَ لَكِ الشَّيْخُ: اخْرُجِي، فَإِنَّ هَذَا لَا يَحِلُّ لَكِ، فَيُفِيقُ الْمَصْرُوعُ، وَرُبَّمَا خَاطَبَهَا بِنَفْسِهِ، وَرُبَّمَا كَانَتِ الرُّوحُ مَارِدَةً فَيُخْرِجُهَا بِالضَّرْبِ، فَيُفِيقُ الْمَصْرُوعُ وَلَا يَحُسُّ بِأَلَمٍ، وَقَدْ شَاهَدْنَا نَحْنُ وَغَيْرُنَا مِنْهُ ذَلِكَ مِرَارًا.
وكان كثيرا ما يقرأ في أذن المضروع: أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّما خَلَقْناكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنا لَا تُرْجَعُونَ «2»
وَحَدَّثَنِي أَنَّهُ قَرَأَهَا مَرَّةً فِي أُذُنِ الْمَصْرُوعِ، فَقَالَتِ الرُّوحُ: نَعَمْ، وَمَدَّ بِهَا صَوْتَهُ.
قَالَ: فَأَخَذْتُ لَهُ عَصًا، وَضَرَبْتُهُ بِهَا فِي عُرُوقِ عُنُقِهِ حَتَّى كَلَّتْ يَدَايَ مِنَ الضَّرْبِ، وَلمْ يشكّ الحاضرون أنه يموت لذلك الضربة ففي أثناء الضرب قالت: «أنا أحبّه،فَقُلْتُ لَهَا: هُوَ لَا يُحِبُّكِ، قَالَتْ: أَنَا أُرِيدُ أَنْ أَحُجَّ بِهِ، فَقُلْتُ لَهَا هُوَ لَا يُرِيدُ أَنْ يَحُجَّ مَعَكِ، فَقَالَتْ أَنَا أَدَعُهُ كَرَامَةً لَكَ، قَالَ: قُلْتُ: لَا وَلَكِنْ طَاعَةً لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ، قَالَتْ:
فَأَنَا أَخْرُجُ مِنْهُ، قَالَ: فَقَعَدَ الْمَصْرُوعُ يَلْتَفِتُ يَمِينًا وَشِمَالًا، وَقَالَ: مَا جَاءَ بِي إِلَى حَضْرَةِ الشَّيْخِ، قَالُوا لَهُ: وَهَذَا الضَّرْبُ كُلُّهُ؟ فَقَالَ وَعَلَى أَيِّ شَيْءٍ يَضْرِبُنِي الشَّيْخُ وَلَمْ أُذْنِبْ، وَلَمْ يَشْعُرْ بِأَنَّهُ وَقَعَ بِهِ ضَرْبٌ الْبَتَّةَ الطب النبوي ص 52-53
*Penulis : Syahidnya : Ibnul Qoyyim mengatakan wa laa yahussu bi alam, wa qod syaahadnaa nahnu wa ghoirunaa dzaalika minhu mirooron (berkali-kali)
Kalau dikatakan darimanakah ibnul Qoyyim dan orang orang di sekitarnya tahu bahwa jika dipukul orangnya tidak merasa sakit akan tetapi jinnya yang merasa sakit? Inikan perkara ghaib?
Ada dua kemungkinan :
a. Ibnul Qoyyim dan ibnu Taimiyyah dan yang setuju dengan tajribah ini dikatakan nyleneh 'meruqyah' tidak ma'tsur. Bagaimana mereka bisa tahu jika dipukul terus menerus, orangnya tidak akan merasa kesakitan?
b. Hal ini masuk ke bab tajribah dan melihat pengalaman
Kalau kita berpegang dengan harus ma'tsur/manqul maka bagaimana menjama' semua pengalaman ini? ataukah kita lakukan tarjih harus manqul dan lemahkan kisah-kisah mutawatir dari dahulu sampai sekarang itu?
Kalau meminta dalil maka, penjelasan Syaikh Ferkouz di atas sudah menggunakan dalil.
Kalaupun dikatakan menyelisihi syara', ruqyah tajribah ini berarti tidak berkah, yang sembuh (bisa jadi kena sihir bertahun-tahun) juga tidak mendapat berkah, tidak perlu diucapkan syukur atas 'kesembuhannya' (?). Yang terpenting dinasehati bahwa dia telah menyelisihi syari'at jangan senang/bangga dengan yang tidak berkah.
Terakhir, kalau kita menganggap ini ijtihad ulama (?) maka tidak selayaknya memaksakan pendapat, kecuali hal ini tidak dianggap ijtihad lagi.
Wallahu a'lam
Catatan : Perlu diketahui bahwa di sana memang ada peruqyah yang memakai mantra dan jimat dan mengaku mengetahui yang ghoib. Akan tetapi para ulama ini dan beberapa praktisi berkeyakinan bahwa mereka tidak mengetahui yang ghoib, menyandarkan keberhasilan semata-mata karena Allah, mereka hanya mencoba tanpa berbenturan dengan larangan syari'at, dan merasa hal itu efektif dan terbukti. Jadi jangan disimpulkan bahwa mereka para ulama [disini] dan yang sepakat dengan pendapat ini berkeyakinan mengetahui perkara yang ghaib.
ولكل فن رجاله
0 comments:
Post a Comment