Tuesday, January 19, 2016

Aku Melawan Teluh Atasanku [2]

Aku Melawan Teluh Atasanku [2]

Rabu, 10 Rabiul Akhir 1437 H - 20 Januari 2016


  Entah mengapa, Al Qur'an kecil yang diikat dengan benang itu selalu berputar kencang saat didekatkan di kepalaku. Disini aku kembali menjalani terapi dengan mandi darah ayam. Namun setelah berkali-kali berkunjung, penyakit itu tetap saja tidak pernah hilang dari kepalaku.

  Kalaupun terasa ringan biasanya tidak lebih dari tiga hari, setelah itu kepalaku terus berdenyut seperti tertusuk paku.

Dihantam Sakit Kepala yang Parah

  Tapi dari sinilah awal mulanya aku mengalami gangguan fisik. Kepalaku sering sakit seperti ditusuk-tusuk. Aku juga sering pingsan dengan gejala seperti orang kesurupan.

   Berbagai macam obat sakit kepala telah kuminum tapi tetap saja penyakit itu tidak hilang. Yang menyedihkan dokter yang kukunjungi pun tidak bisa mendiagnosa penyakit yang kuderita.

   Tak urung usia mudaku selanjutnya penuh dengan hari-hari yang menjengkelkan. Akhirnya penyakit ini pula yang menyebabkan jadwal kuliahku harus tertunda satu tahun. Berbagai cara telah kutempuh, namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

   Karena itulah ketika banyak yang menyarankan untuk mencoba pengobatan alternatif, aku pun menurut begitu saja.

   Aku tidak lagi peduli, bagaimana cara pengobatannya, apakah menyimpang dari agama atau tidak. Jujur, waktu itu tidak banyak yang kuketahui tentang pengobatan alternatif bila di tinjau dari syariat Islam.

  Aku sering diajak ke dukun. Mulai dari terapi mandi kembang, mandi daun kelor bahkan mandi darah ayam pun pernah kujalani. Terapi dengan batu bertuah dan bahkan dengan gosokan telur pun sering kulakoni demi mencari kesembuhan sakit kepala yang sering mendera.

  Tak terhitung lagi berapa banyak dukun dan praktek pengobatan alternatif yang pernah kukunjungi dan telah menghabiskan biaya puluhan juta rupiah. Dalam pikiranku saat itu aku harus tetap berjuang, berikhtiar mencari kesembuhan, cara apapun akan kutempuh yang penting aku terlepas dari cengkaraman penyakit itu.

   Setamat kuliah di tahun 2000 aku diterima bekerja di sebuah instansi yang bertugas menjaga kekayaan hayati bumi pertiwi. Setelah mengikuti pendidikan dasar di Sukabumi aku ditempatkan di sebuah Kabupaten yang terkenal dengan kekayaan hutan lindungnya di Sumatra Utara.

   Di sinilah aku mengawali tugas sebagai seorang polisi hutan. Tetapi sakit kepala yang kuderita sejak duduk di bangku SMA itu masih saja sering datang menyiksaku.

    Praktis kondisiku itu sering membuat repot teman-teman sekantor. Saat masa orientasi pekerjaan aku pernah dikirim bertugas ke daerah pelosok. Di sini pun usahaku untuk mencari kesembuhan belumlah surut.

   Oleh rekan kerjaku aku dikenalkan kepada 'orang pintar' yang katanya bisa mengobati dengan bantuan Al Qur'an yang diikat dengan benang.

  Entah mengapa, Al Qur'an kecil yang diikat dengan benang itu selalu berputar kencang saat didekatkan di kepalaku. Disini aku kembali menjalani terapi dengan mandi darah ayam. Namun setelah berkali-kali berkunjung, penyakit itu tetap saja tidak pernah hilang dari kepalaku.

  Kalaupun terasa ringan biasanya tidak lebih dari tiga hari, setelah itu kepalaku terus berdenyut seperti tertusuk paku.

   Suatu hari saat bertugas, aku pernah mendebat atasan di tempatku bekerja. Kuakui dari sekian banyak karyawan, hanya aku yang memiliki gelar sarjana dan mempunyai sifat kritis terhadap kebijaksanaan atasan yang menurutku tidak bisa berlaku adil dan semena-mena, ditambah dengan sifat tempramental yang kumiliki, menjadikan aku lebih suka bersitegang dan bertengkar dengan atasanku sendiri.

  Waktu itu, aku ditugaskan ke sebuah daerah yang terbilang jauh. Perjalanan ke sana membutuhkan waktu lima jam. Yang menjadi akar permasalahan adalah ketika itu tidak ada surat tugas yang kukantongi. Aku hanya disuruh berangkat begitu saja. Wajar, bila aku menolak.

   Aku tidak mau berangkat. Tapi atasan tetap memaksa, sampai akhirnya aku menggebrak meja dengan keras. Teman-teman terkesima dengan sikapku. Selama ini, boleh dibilang tidak ada yang berani melawan atasan.

   Tapi aku yang terbilang pegawai baru berani mendobraknya. Meski mereka juga mengakui bahwa atasan sering berlaku semena-mena terhadap bawahan. Tapi mereka hanya bisa diam saja.

   Sejak itulah aku sering menemukan kejadian aneh di ruang kerjaku. Seperti adanya aroma kemenyan yang sangat menyengat di saat pagi ketika aku masuk kantor. Bila aroma kemenyan itu hilang tanpa meninggalkan bekas mungkin tidaklah menjadi persoalan. Masalahnya, aroma kemenyan itu menimbulkan sesak nafas.

   Anehnya, hanya aku yang menciumnya. Dan hanya aku yang mengalami sesak nafas. Sementara teman-teman kantor lain biasa saja.

Mereka tidak merasakan adanya kejanggalan dan mereka pun tidak ada yang sesak nafas.

  Hal ini menambah daftar penyakit yang kuderita. Insting Negatif pun berjalan dalam benakku. Mungkinkah ada yang berusaha mempengaruhi? Gumamku dalam hati. [Bersambung]

Sumber Gambar: InsideYudie Blogspot

  
















0 comments:

Post a Comment