Oleh. Ustadz Agung Al-mumtazy ( Owner Ruqyah Bekam Tegal )
Secara bahasa, sihir berarti segala hal yang halus dan pelik sumber penghasilannya. Sihir itu juga sebutan terhadap segala hal yang halus dan tersembunyi asal kedatangannya, sebagaimana ia bisa bermakna menipu dengan mendatangkan hal yang serupa tapi hakekatnya berbeda.
Sedang secara istilah, Imam Ar-Razy menjelaskan, “Ketahuilah bahwa kata sihir itu dalam pandangan agama secara khusus ditujukan maknanya pada sesuatu yang tersembunyi sebab-sebabnya dan membayangkan sesuatu yang berbeda dari hakikatnya, serta hal itu dilakukan dengan maksud menipu. Jika kata sihir ini diucapkan dalam konteks umum tanpa dibatasi dengan sesuatu hal, maka orang yang melakukannya akan mendapat celaan. Tetapi adakalanya kata sihir itu dipakai dalam kaitannya dengan suatu hal yang baik dan terpuji.”
Rasulullah SAW sendiri telah menyebut beberapa penjelasan dengan istilah ‘sihir’, sebagaimana sabda beliau: “Sesungguhnya di antara kata-kata penjelasan itu ada yang dinamakan sihir.” Penyebutan hal itu dengan sihir dikarenakan si pemberi penjelasan itu dapat menerangkan sesuatu yang sulit dipahami serta berhasil menyingkap hakikat dari sesuatu melalui penjelasannya yang sempurna dan kata-katanya yang jelas serta mudah dipahami.
Dijelaskan juga bahwa pengistilahan penjelasan yang baik tentang sesuatu dengan sihir dikarenakan dua hal:
1. Karena kehalusan dan kehebatannya sehingga mampu menarik hati pendengarnya. Dengan begitu, ia seperti halnya sihir yang dapat menarik dan mempengaruhi hati orang lain. Dalam hal inilah terletak bentuk persamaan antara keduanya.
2. Bahwa seseorang yang mampu merangkai penjelasan yang baik tentang sesuatu maka ia mampu menjadikan sesuatu yang baik dianggap buruk atau sebaliknya. Kemampuan tersebut dari sisi ini memiliki kesamaan denga apa yang terjadi pada sihir.
Kelompok Ahlussunnah mendukung kemungkinan terjadinya sihir melalui mantera-mantera atau jampi-jampi, bahkan lebih lanjut dapat mengubah banyak hal dan hakikat, namun tentu saja dengan izin dari Allah, karena segala sesuatu tidak akan terjadi di luar kehendak Allah SWT. Keyakinan yang benar ini didasari dengan firman Allah di surat Al-Baqarah ayat 102.
Adapun dalil lainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.ha yaitu yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah disihir oleh seorang Yahudi dari kabilah Zuraik bernama Labid bin Asham, sehingga Rasulullah SAW dibuat seolah-olah melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya. Hingga pada suatu hari, Rasulullah SAW terus berdoa dan berdoa lalu setelah itu memanggil Aisyah seraya berkata:
“Wahai Aisyah, apakah engkau tahu bahwa sesungguhnya Allah telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang aku ajukan kepada-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadaku dua malaikat; yang satu duduk dekat kepalaku dan yang lainnya di bagian kakiku.
Salah seorang mereka lantas berkata: “Apakah ia (Muhammad) sakit?”
Yang satu lagi menjawab: “Ia telah disihir.”
Malaikat yang pertama bertanya lagi, “Siapa yang menyihirnya?”
Dijawab, “Labid bin Asham.”
Ditanya, “Dengan apa?”
Dijawab, “Dengan rambutnya yang lepas usai disisir serta pucuk kurma jantan yang telah kering.”
Ditanya, “Di mana benda itu sekarang?”
Dijawab, “Dekat sumur zirwan.”
Lalu Aisyah berkata, “Rasulullah SAW lantas mendatangi tempat itu diiringi beberapa sahabat beliau.”
Kemudian beliau berkata kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, aku melihat airnya seperti rendaman daun pacar (pemerah kuku) dan pucuk pohon-pohon kurma yang tumbuh di sekitar tempat itu seperti kepala syetan.”
Kemudian Aisyah bertanya, “Tidakkah engkau bakar saja pelakunya (sebagai hukuman), wahai Rasulullah SAW?”
Beliau menjawab, “Adapun saya, sesungguhnya Allah telah menyembuhkanku dan aku tak ingin menimbulkan kesan buruk pada orang lain. Adapun benda yang menjadi perantara sihir itu aku suruh untuk dikuburkan saja.”
Akan kami uraikan lebih lanjut tentang sihir yang terjadi atas diri Rasulullah SAW, di mana sebagian orang yang bermaksud jelek berusaha mencari celah negatif lewat kejadian tersebut untuk menyerang Islam. Dalam hadits di atas, ketika Rasul SAW dan para sahabatnya mendatangi tempat tersebut, pada saat itulah Allah menurunkan al-muawwidzatain (surah Al-Falaq dan An-Naas). Setiap selesai Rasulullah SAW membaca satu ayat dari surat tersebut maka terputuslah satu ikatan. Ketika ikatan terakhir telah terputus maka Rasulullah SAW telah dapat berdiri dengan wajah berseri kembali, lalu malaikat Jibril mendoakannya, “Dengan menyebut nama Allah, saya mendoakanmu agar terhindar dari segala hal yang menyakitimu, baik yang disebabkan orang dengki atau pandangan mata yang jahat, dan semoga Allah menyembuhkanmu.”
Ibnu Katsir menjelaskan tentang kejadian ini, “Kedatangan Jibril pada saat itu bisa jadi karena sakitnya Rasulullah SAW lantaran sihir tersebut. Allah kemudian menyembuhkan beliau, mengembalikan pengaruh jahat sihir itu kepada si Yahudi, menjadikan kehancuran atasnya disebabkan perbuatannya itu dan juga menyingkapkan kedoknya.”
Pihak-pihak yang benci kepada Islam telah menggunakan hadits itu untuk mendiskreditkan Islam dengan mengatakan bahwa jika Rasulullah SAW memang terpengaruh oleh sihir berarti ada celah untuk meragukan kebenaran risalah beliau. Tentang hal ini sebagian ulama telah menjelaskan bahwa pengaruh sihir tersebut hanya menguasai jasad atau anggota tubuh Rasul saja dan tidak mempengaruhi akal, hati dan keyakinan beliau. Dengan demikian, penderitaan beliau karena sihir itu tidak berbeda dengan penderitaannya yang disebabkan sakit biasa yang juga dialami oleh manusia yang lain.
Ibnul Qayyim menjelaskan tentang hadits di atas, “Sekelompok orang telah mengingkari kemungkinan terjadinya hal tersebut (tersihirnya Rasul) dan mengatakan bahwa yang demikian itu tidak boleh terjadi pada diri Rasulullah SAW. Mereka juga menganggap bahwa terjadinya hal itu sebagai bentuk kelemahan dan kekurangan pada Rasulullah SAW. Sebenarnya apa yang terjadi tidak seperti yang mereka pandang. Sesungguhnya kejadian tersebut tidak lain atau sama saja dengan sakit lainnya yang kadang-kadang diderita oleh Rasulullah SAW. Artinya sihir tersebut hanyalah penyakit biasa yang dialami Rasul seperti penyakit-penyakit lainnya; sama halnya dengan kejadian beliau terkena racun. Tidak ada perbedaan di antara semua hal itu.
Sesungguhnya pengaruh maksimal dari sihir tersebut terhadap Rasulullah SAW hanyalah pada aspek jasad lahir beliau semata, tidak sampai mempengaruhi akal dan hati beliau. Itulah sebabnya, beliau tidak meyakini bahwa telah mendatangi istrinya ketika sihir itu terjadi, seperti yang dikhayalkan terhadapnya, serta sebaliknya mengetahui bahwa hal itu tidak lain hanyalah khayalan yang jauh dari hakekat. Hal yang seperti ini dapat terjadi juga pada beberapa bentuk penyakit lainnya.” Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment