Friday, November 10, 2017

Mengupas Tuntas Doa (ruqyah) dan Mengusap Tubuh/ubun ubun

Mengupas Tuntas Doa (ruqyah) dan Mengusap Tubuh/ubun ubun
==========
video lengkap++

Dalil Ruqyah dan Mengusap Tubuh

Dari ‘Aisyah –radhiyaLlâhu ‘anhâ- ia berkata:

«أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ نَفَثَ فِي يَدَيْهِ، وَقَرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ، وَمَسَحَ بِهِمَا جَسَدَهُ»
“Bahwa Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- jika hendak menuju pembaringannya, meniupkan nafasnya ke kedua telapak tangannya, dan membaca al-mu’awwidzât (al-Ikhlâsh, al-Falaq dan al-Nâs), dan beliau mengusap tubuhnya dengan kedua tangannya tersebut.” (HR. Al-Bukhari, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah, lafal al-Bukhari)[3]

Catatan: Dalam redaksi hadits riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Abi Syaibah, yakni bil mu’awwidzatayn (al-Falaq dan al-Nâs).

Kedua, Dalam riwayat lainnya dari ‘Aisyah –radhiyaLlâhu ‘anhâ-:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ، ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا: قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الفَلَقِ وَقُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ، ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ، يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
“Bahwa Nabi –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- jika hendak menuju pembaringannya setiap malam beliau menyatukan kedua tangannya, kemudian meniup dan membacakan pada kedua telapak tangannya: qul huwaLlâhu ahad (QS. Al-Ikhlâsh), qul a’ûdzu bi Rabb al-falaq (QS. Al-Falaq) dan qul a’ûdzu bi Rabb al-nâs (QS. Al-Nâs), kemudian beliau mengusap dengan kedua telapak tangannya dari apa-apa yang mampu beliau sentuh dari anggota tubuhnya, beliau memulai dari kepalanya, wajahnya dan bagian-bagian yang terjangkau, beliau melakukannya tiga kali.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi. Lafal al-Bukhari)[4]

tambahan admin
Dalil hadist dari Ibnu Abbas ra bahwa ada seorang wanita datang membawa anaknya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata ”Wahai rasul, ia terkena penyakir gila”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memantrainya (meruqyah) dan mengusap dadanya, lalu anak itu muntah dan keluar dari mulutnya seperti binatang kecil lalu bergerak.

Faidah Hadits
Pertama, Para ulama menjadikan dalil-dalil di atas di antara dalil-dalil syar’iyyah atas praktik ruqyah syar’iyyah, termasuk ruqyah mandiri. Imam Ibnu Bathal (w. 449 H) menjelaskan:
فى حديث عائشة رد قول من زعم أنه لا تجوز الرقى واستعمال العُوذ إلا عند حلول المرض ونزول ما يتعوذ بالله منه، ألا ترى أن النبى (صلى الله عليه وسلم) نفث فى يديه وقرأ المعوذات ومسح بهما جسده، واستعاذ بذلك من شر ما يحدث عليه فى ليلته مما يتوقعه وهذا من أكبر الرقى
“Dalam hadits ‘Aisyah –radhiyaLlâhu ‘anhâ-, terdapat bantahan atas perkataan siapa saja yang mengklaim bahwa tidak boleh melakukan ruqyah dan menggunakan do’a-do’a perlindungan kecuali untuk mengobati penyakit dan menghilangkan apa-apa yang perlu dimintai perlindungan Allah darinya, bukankah engkau melihat bahwa Nabi –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- menghembuskan nafasnya pada kedua telapak tangannya, membaca al-mu’awwidzât lalu mengusap tubuhnya dengannya, dan memohon perlindungan dengannya dari keburukan apa-apa yang bisa saja terjadi padanya di waktu malam, dan ini adalah seagung-agungnya ruqyah.”[5]
            Ketika mengulas hadits kedua di atas, Ibnu Bathal pun memaparkan bahwa perbuatan Nabi –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- menunjukkan (pensyari’atan) ruqyah untuk diri sendiri ketika menderita sakit dan ketika hendak tidur memohon perlindungan (Allah) dengan al-Falaq dan al-Naas karena agungnya keberkahan di dalam ruqyah-ruqyah dengan keduanya, dan berlindung kepada Allah dari segala hal yang mengkhawatirkan ketika tidur.[6]
         Di sisi lain, banyak dalil-dalil al-Sunnah yang menunjukkan disyari'atkannya ruqyah syar'iyyah, dan penjelasan para ulama, termasuk Syaikhul Ushul 'Atha bin Khalil Abu al-Rasytah dalam akun tanya jawabnya di media sosial: Akun FB.

Kedua, Ayat yang dibaca yakni al-mu’awwidzât. Imam al-Kirmani (w. 786 H) mengatakan bahwa yang dimaksud al-mu’awwidzât yakni al-mu’awwidzatân dan surat al-Ikhlâsh (sebagai bagian darinya) pada umumnya, atau dua surat perlindungan tersebut dan apa-apa yang menyerupai keduanya dari ayat-ayat al-Qur’an, atau sekurang-kurangnya dua surat perlindungan tersebut.[7]
            Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ah Ji (w. 1435 H) berkata:
المعوذتان: سورتا { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ } و { قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ } لأنهما عوذتا صاحبهما، أي: عصمتاه من كل سوء
“Al-Mu’awwidzatân: dua surat (QS. Al-Falaq) dan (QS. Al-Nâs) karena keduanya memperlindungkan orang yang mewiridkannya, yakni keduanya membentengi orang yang mewiridkannya dari segala keburukan.”[8]

Ketiga, Pembacaan do’a ruqyah dengan hembusan nafas. Dalam kitab al-Istidzkaar, disebutkan keterangan sebagian ulama yang memakruhkan hembusan nafas, namun hal itu dikoreksi oleh Imam Ibnu ‘Abdul Barr al-Qurthubi (w. 463 H):
وَلَا حُجَّةَ مَعَ مَنْ كَرِهَ ذَلِكَ إِذْ قَدْ ثَبَتَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَفَثَ فِي الرُّقَى
“Dan tidak ada hujjah bagi siapa saja yang memakruhkan hembusan nafas, dimana telah tegas dari Nabi –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- bahwa beliau –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- menghembuskan nafas dalam praktik ruqyah-ruqyahnya.”[9]
Al-Hafizh al-Dzahabi (w. 748 H) dan Imam Ibnu Thulun (w. 953 H) mengetengahkan riwayat: ‘Aisyah –radhiyaLlâhu ‘anhâ- ditanya tentang hembusan nafas Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam-, ia berkata: “Hembusan nafasnya seperti hembusan nafas ketika seseorang memakan kismis.”[10]
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (w. 825 H) menjelaskan:
قال أهل اللغة: النفث: نفخ لطيف بلا ريق
“Pakar bahasa berkata: “al-nafatsu: hembusan nafas yang lembut tanpa mengandung air liur.”[11]
            Tanpa mengandung air liur diungkapkan pula oleh Ibnu Thulun dan al-Hafizh Ibnu al-Jawzi (w. 597 H), dan jika mengandung sedikit air liur disebut al-tafl.[12] Imam al-Qasthalani (w. 923 H) pun mengatakan:
(نفث في يديه) بالمثلثة نفخ كالذي يبصق فقيل لا بصاق فيه فإن كان فهو التفل وقيل هما بمعنى
“(Menghembuskan nafas pada kedua tangannya) yakni sepertiga nafkh (hembusan nafas) yang mengandung sedikit air ludah, dikatakan pula bahwa tidak mengandung air liur di dalamnya, karena jika seperti itu maka ia al-tafl, dikatakan bahwa keduanya sinonim.”[13]
            Dan menghembuskan nafas tersebut setelah pembacaan ruqyah, karena menurut al-Qasthalani, huruf waw dalam hadits pertama di atas tidak menuntut pengurutan.[14] Imam Nuruddin al-Sindi (w. 1138 H) pun mengatakan:
(نَفَثَ فِي يَدَيْهِ وَقَرَأَ) الْوَاوُ لَا تَدُلُّ عَلَى التَّرْتِيبِ فَلَا يُنَافِي تَقْدِيمَ الْقِرَاءَةِ عَلَى النَّفْثِ كَمَا هُوَ الْمُعْتَادُ
“(Menghembuskan nafas pada kedua telapak tangannya kemudian membaca) huruf waw tidak menunjukkan urutan, maka tidak bisa menafikan didahulukannya pembacaan daripada hembusan nafas, sebagaimana hal tersebut menjadi kebiasaannya.”[15]
Imam Badruddin al-‘Aini (w. 855 H) mengatakan bahwa hembusan nafas harus dilakukan setelah pembacaan ruqyah agar sampainya keberkahan al-Qur’an kepada orang yang membaca atau orang yang dibacakan ruqyah.[16]
Artinya meski dalam hadits pertama, hembusan nafas disebutkan sebelum pembacaan al-mu’awwidzât, namun sebenarnya yang dikehendaki adalah pembacaan terlebih dahulu lalu hembusan nafas. Sebagaimana yang diperjelas dalam hadits kedua.

Keempat, Mengusap tubuh yang terjangkau untuk diusap dengan kedua tangan, hal itu sebagaimana penjelasan Imam al-Qasthalani[17] dan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani[18] (w. 852 H), berdasarkan penjelasan ‘Aisyah –radhiyaLlâhu ‘anhâ- dalam hadits kedua:
ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ
“Kemudian Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam- mengusap dengan kedua tangan bagian tubuh yang mampu untuk dijangkau.”

Kesimpulan
Dari dua hadits yang diriwayatkan ‘Aisyah –radhiyaLlâhu ‘anhâ- di atas dan penjelasan para ulama terdapat pertunjuk nabawiyyah dalam praktik ruqyah mandiri, diantaranya:
Pertama, Membaca al-Ikhlash, al-Falaq dan al-Nâs (dan ayat-ayat lainnya serta do’a-do’a ruqyah dari al-Sunnah).
Kedua, Menghembuskan nafas atau meniup kedua telapak tangan.
Ketiga, Mengusapkan kedua telapak tangan tersebut pada seluruh area tubuh yang bisa dijangkau, dimulai dari kepala, wajah lalu ke anggota-anggota tubuh yang bisa diusap.
Keempat, Lakukan sebanyak tiga kali.

Sunnah Mengusap Kepala Anak Yatim dapat melembutkan hati
======================
Dalam riwayat Imam Ahmad daripada Abu Hurairah: “Telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah mengadu mengenai hatinya yang keras, lantaran Baginda bersabda: berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.”

Menyapu atau mengosok kepala anak yatim adalah sebagai tanda kasih sayang kepada mereka. Anak yatim ialah anak yang kematian bapanya sebelum dia baligh. Anak yatim kehilangan tempat bergantung kerana kehilangan bapa yang mencari rezeki atau pendapatan untuk menyara hidup mereka.

Disunatkan mengusap kepala anak yatim dimulai dari bahagian belakang hingga ke hadapan kepala.

Dalam hadith disebut “sesiapa yang mengusap kepala anak yatim karena sayang, maka Allah mencatat baginya dengan setiap rambut yang tersentuh tangannya satu kebaikan, serta dengan setiap rambut itu akan menghapus satu dosa darinya dan menaikkan satu derajat.

Dari Abu Hurairah r.a katanya, Rasulullah s.a.w bersabda:”Orang-orang yang bertanggungjawab mengurus anak yatim, baik dari keluarga sendiri atau tidak, maka aku dan dia seperti dua ini di syurga kelak.” Dan baginda memberi isyarat dengan merapatkan jari telunjuk dan jari tengah (artinya berdekatan).” (Bukhari)

note
 Kepala menjadi hal yang istimewa untuk disebutkan dalam hadits-hadits diatas karena mengusap kepala mengandung pengertian adanya kasih sayang, rasa cinta dan mengayomi akan kebutuhan yang diusap, dan kesemuanya bila dilakukan pada anak yatim berhak mendapatkan pahala yang agung.

‘kata ‘mengusap’ pada hadits diatas adalah arti kinayah dari memberikan kasih sayang serta berbuat penuh kelembutan dan cinta kasih pada mereka .

============
SUNNAH Memegang Ubun Ubun istri

ketika ijab qobul atau akad nikah selesai dinyatakan, seorang suami hendaklah memegang ubun-ubun istrinya seraya menyebut nama Allah Ta’aala ( yakni mengucap bismillaah), mendoakan keberkahan untuk rumah tangganya, kemudian berdoalah untuk istrinya dengan doa berikut :

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Allaahumma innii as-aluka khayraha wa khayra maa jabaltahaa ‘alaihi wa a’uudzu bika min syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa ‘alaihi

Ya Allah sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani ~rahimahullah~ dalam kitabnya yang berjudul Adaab az-Zifaaf fis-Sunnah al-Muthhharah bab wadh’ul yadi ‘alaa ra`si az-zawjati wa ad du’aa-u lahaa menjelaskan:
 Dianjurkan bagi seorang suami untuk meletakkan tangannya di ubun-ubun istrinya saat akan menggaulinya atau sebelum melakukan hal itu seraya menyebut nama Allah dan memohon keberkahan kepada-Nya serta berdoa sebagaimana yang disebutkan Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~ dalam sabdanya : “Apabila salah seorang dari kalian menikahi wanita atau membeli seorang budak maka peganglah ubun-ubunnya seraya menyebut nama Allah ‘Azza wa Jalla dan mohonlah keberkahan serta berdoalah :

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Allaahumma innii as-aluka khayraha wa khayra maa jabaltahaa ‘alaihi wa a’uudzu bika min syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa ‘alaihi

Ya Allah sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya.

Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~ bersabda : “Dan apabila ia membeli seekor unta maka peganglah punuknya dan berdoalah semisal itu.”

[Selengkapnya silahkan pelajari dalam Adaab az-Zifaaf fis-Sunnah al-Muthhharah bab wadh’ul yadi ‘alaa ra`si az-zawjati wa ad du’aa-u lahaa hal. 92-93]

Dari penjelasan di atas maka ketika seorang muslim selesai dari akad nikahnya hendaklah ia melakukan hal-hal berikut :

Pertama, memegang ubun-ubun istrinya seraya menyebut nama Allah yakni mengucapkan bismillaah

Kedua, memohon kepada Allah agar dikaruniai keberkahan akan rumah tangga yang dibangun dan dijalaninya itu.

Doa Memegang Ubun2 Istri Doa Mencium Ubun2 Istri Doa Setelah Ijab Kabul

Menikah bukan sekadar mematahkan hawa nafsu dan menjaga kehormatan. Namun salah satu tujuan mulia dari sebuah perkawinan adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih dan shalihah, yang berjuang di jalan Allah. Jagalah anak-anak Anda, bahkan sebelum kehadirannya Anda rasakan.

Disyariatkan dan disunnahkan bagi sang suami ketika mendatangi istrinya untuk mengusap ubun-ubun sang istri seraya berdoa dengan doa yang diajarkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,

اَللَّهُمَّ إِنِي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan (diri)-nya dan kebaikan (tabiat) yang Engkau ciptakan padanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan (diri)-nya dan keburukan (tabiat) yang Engkau ciptakan padanya.”

(H.r. Abu Daud, no. 2160; shahih; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)

Sebelum ber-jima’, bacalah:

 بِسْمِ اللهِ ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

“Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan dari (anak) yang Engkau karuniakan kepada kami.” (Muttafaq ‘alaih)

Niatkan untuk mendapat anak yang shalih, dengan penuh kepasrahan diri kepada Allah. Hanya Allah yang dapat menganugerahkan anak yang shalih. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قال سليمان : لأطوفن الليلة على تسعين امرأة – وفي رواية : بمائة امرأة –  كلهن تأتي بفارس يجاهد في سبيل الله . فقال له الملك : قل إن شاء الله . فلم يقل ونسي فطاف عليهن فلم تحمل منهن إلا امرأة واحدة جاءت بشق رجل وأيم الذي نفس محمد بيده لو قال إن شاء الله لجاهدوا في سبيل الله فرسانا أجمعون

“Sulaiman berkata, ‘Sungguh aku akan menggilir 90 istri malam ini – dalam riwayat lain: 100 istri –. Masing-masing dari mereka akan melahirkan seorang tentara berkuda yang akan berjihad di jalan Allah. Maka Malaikat pun berkata, ‘Ucapkan: Insyaallah.’ Namun dia (Sulaiman) tidak mengucapkannya dan dia terlupa. Kemudian dia pun menggilir mereka (istri-istrinya). Namun  tak ada di antara mereka yang hamil kecuali seorang istri saja yang melahirkan anak berwujud setengah manusia. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, andai dia mengucap ‘insyaallah’ sungguh seluruh (putra)-nya akan menjadi pasukan berkuda yang berjihad di jalan Allah.” (Muttafaq ‘alaih)

FENOMENA UBUN UBUN Manusia
============
Gambar otak manusia bagian depan yang disebut Allah dalam Al Qur’an Al Karim dengan kata nashiyah (ubun-ubun).

Al-Qur’an menyifati kata nashiyah dengan kata kadzibah khathi’ah (berdusta lagi durhaka). Allah berfirman, “(Yaitu) ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (Al-‘Alaq: 16)

Bagaimana mungkin ubun-ubun disebut berdusta sedangkan ia tidak berbicara? Dan bagaimana mungkin ia disebut durhaka sedangkan ia tidak berbuat salah?

Prof. Muhammad Yusuf Sakr memaparkan bahwa tugas bagian otak yang ada di ubun-ubun manusia adalah mengarahkan perilaku seseorang. “Kalau orang mau berbohong, maka keputusan diambil di frontal lobe yang bertepatan dengan dahi dan ubun-ubunnya. Begitu juga, kalau ia mau berbuat salah, maka keputusan juga terjadi di ubun-ubun.”

Kemudian ia memaparkan masalah ini menurut beberapa pakar ahli. Di antaranya adalah Prof. Keith L More yang menegaskan bahwa ubun-ubun merupakan penanggungjawab atas pertimbangan-pertimbangan tertinggi dan pengarah perilaku manusia. Sementara organ tubuh hanyalah prajurit yang melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil di ubun-ubun.

Karena itu, undang-undang di sebagian negara bagian Amerika Serikat menetapkan sanksi gembong penjahat yang merepotkan kepolisian dengan mengangkat bagian depan dari otak (ubun-ubun) karena merupakan pusat kendali dan instruksi, agar penjahat tersebut menjadi seperti anak kecil penurut yang menerima perintah dari siapa saja.

Dengan mempelajari susunan organ bagian atas dahi, maka ditemukan bahwa ia terdiri dari salah satu tulang tengkorak yang disebut frontal bone. Tugas tulang ini adalah melindungi salah satu cuping otak yang disebut frontal lobe. Di dalamnya terdapat sejumlah pusat neorotis yang berbeda dari segi tempat dan fungsinya.

Lapisan depan merupakan bagian terbesar dari frontal lobe, dan tugasnya terkait dengan pembentukan kepribadian individu. Ia dianggap sebagai pusat tertinggi di antara pusat-pusat konsentrasi, berpikir, dan memori. Ia memainkan peran yang terstruktur bagi kedalaman sensasi individu, dan ia memiliki pengaruh dalam menentukan inisiasi dan kognisi.

Lapisan ini berada tepat di belakang dahi. Maksudnya, ia bersembunyi di dalam ubun-ubun. Dengan demikian, lapisan depan itulah yang mengarahkan sebagian tindakan manusia yang menunjukkan kepribadiannya seperti kejujuran dan kebohongan, kebenaran dan kesalahan, dan seterusnya. Bagian inilah yang membedakan di antara sifat-sifat tersebut, dan juga memotivasi seseorang untuk bernisiatif melakukan kebaikan atau kejahatan.

صورة للبروفسور كيث ال مور عالم الأجنة الكندي

Ketika Prof. Keith L Moore melansir penelitian bersama kami seputar mukjizat ilmiah dalam ubun-ubun pada semintar internasional di Kairo, ia tidak hanya berbicara tentang fungsi frontal lobe dalam otak (ubun-ubun) manusia. Bahkan, pembicaraan merembet kepada fungsi ubun-ubun pada otak hewan dengan berbagai jenis. Ia menunjukkan beberapa gambar frontal lobe sejumlah hewan seraya menyatakan, “Penelitian komparatif terhadap anatomi manusia dan hewan menunjukkan kesamaan fungsi ubun-ubun.

Ternyata, ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengarauh pada manusia, sekaligus pada hewan yang memiliki otak. Seketika itu, pernyataan Prof. Keith mengingatkan saya tentang firman Allah, “Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 56)

Beberapa hadits Nabi SAW yang bericara tentang ubun-ubun, seperti doa Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu dan anak hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di tangan-Mu…”

Juga seperti doa Nabi SAW, “Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan setiap sesuatu yang Engkau pegang ubun-ubunnya…”

Juga seperti sabda Nabi SAW, “Kuda itu diikatkan kebaikan pada ubun-ubunnya hingga hari Kiamat.”

Apabila kita menyandingkan makna nash-nash di atas, maka kita menyimpulkan bahwa ubun-ubun merupakan pusat kontrol dan pengendali perilaku manusia, dan juga perilaku hewan.
selengkapnya lihat

*

Tahukah Anda tentang Hormon CINTA atau dikenal hormon Oxytocin ??
==============

BERBAGAI unsur kimia dalam tubuh manusia, ternyata berfungsi sebagai pembangkit perasaan bahagia, cinta dan penghilang stres. Untuk memicu produksi unsur kimia pembawa rasa bahagia ini, diperlukan elusan atau sentuhan mesra.Kedengarannya itu seperti omong kosong, atau cerita roman murahan. Tapi penelitian para ahli kimia dan kedokteran, membuktikan elusan atau sentuhan mesra, membangkitkan perasaan bahagia, cinta dan menghilangkan stres.Yang bertanggung jawab untuk munculnya rasa bahagia atau cinta ini, adalah Oxytocin, yang merupakan rantai peptida dari sembilan asam amino.

Elusan atau sentuhan mesra, ternyata tidak hanya diperlukan untuk meningkatkan libido. Namun juga untuk menghilangkan stres dan membangkitkan gairah kehidupan. Bayi-bayi yang kurang mendapat sentuhan atau elusan, biasanya berkembang kurang normal atau sering sakit. Anak-anak, yang kurang mendapat elusan kasih sayang dari orang tuanya, cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang anti-sosial dan agresif. Pokoknya, hampir semua makhluk hidup memerlukan sentuhan dan elusan ini.
Pofessor Shelley Taylor, pakar psikologi dan peneliti dari Universitas California di Los Angeles, UCLA, menemukan pula kaitan hormon Oxytocin yang mempererat hubungan antara bayi dan ibunya. Ketika menyusui bayinya, dalam tubuh si ibu diproduksi unsur pembawa bahagia, Oxytocin dalam jumlah besar. Begitu pula, dalam tubuh bayi, diproduksi hormon pembawa bahagia ini. Dengan begitu, interaksi antara ibu dan bayinya menjadi lebih intensif. Ibu dan bayi yang disusuinya dengan ASI, sama-sama memperoleh perasaan bahagia, kedekatan dan kemesraan.

Elusan mesra ternyata memicu produksi hormon pembawa rasa bahagia tersebut. Namun juga terdapat kaitan lain, produksi Oxytocin memicu keinginan untuk dielus dan disentuh.Terutama pada wanita, keberadaan hormon Oxytocin ini amat menonjol. Sebetulnya, wanita dan pria sama-sama memproduksi molekul pemicu rasa bahagia ini.

Namun, hormon lelaki Testosteron menghambat efek Oxytocin. Sebaliknya, hormon wanita Estrogen justru memicu efek Oxytocin. Kondisi inilah yang diduga menyebabkan wanita lebih tahan stres ketimbang laki-laki. Jika wanita mengalami stres, perilaku yang muncul adalah mencari teman untuk mencurahkan masalah. Berbeda dengan laki-laki. Jika menghadapi stres, mereka akan menghadapinya atau menghindarinya. Akibatnya, lebih banyak laki-laki menderita penyakit darah tinggi, perilaku agresif sampai penyalah gunaan obat-obatan dan alkohol. Taylor menduga, efek Oxytocin yang berbeda pada laki-laki dan perempuan ini, merupakan hasil seleksi alamiah selama evolusi jutaan tahun. Amatlah tidak menguntungkan, jika wanita, yang harus melahirkan anak untuk meneruskan keturunan, meng hadapi langsung stres secara frontal atau menghindarinya. Strategi paling tepat adalah mengelolanya.

MENUNJANG
Juga pada wanita, hormon Oxytocin ini berfungsi lebih jauh lagi, yakni menunjang serta memperlancar reproduksi. Baik pada saat hubungan seksual maupun ketika melahirkan dan menyusui.
Ketika berlangsung proses melahirkan, hormon pembawa rasa bahagia dan hormon pengobar cinta ini, membantu membuka dan melemaskan otot pada rahim. Setelah itu produksi air susu ibu, juga dipicu oleh kehadiran hormon pembawa rasa bahagia ini. Dan tentu saja, keberadaan Oxytocin, mempererat pertalian antara ibu dan anaknya.Begitu banyaknya fungsi Oxytocin itu pada wanita, menimbulkan pertanyaan, apa fungsinya pada pria? Mengapa justru hormon pembawa rasa bahagia itu, dihambat fungsinya oleh hormon lelaki?

Jawabannya kembali pada proses evolusi jutaan tahun lalu. Laki-laki selalu dituntut untuk menghadapi tantangan dan stres secara frontal. Itulah sebabnya, tubuh mengembangkan mekanisme, yang menghambat fungsinya pada lelaki. Namun, hormon cinta dan pembangkit rasa bahagia itu, juga memiliki fungsi khusus pada lelaki. Yakni, memicu rangsangan dan sensasi kenikmatan ketika melakukan hubungan seksual.

Fungsi hormon ini dalam hubungannya dengan reproduksi, diteliti lebih lanjut oleh Prof. Richard Ivell dari institut untuk penelitian hormon dan reproduksi di Universitas Hamburg. Ivell meyakini, molekul kimia semacam Oxytocin atau molekul sejenisnya Vasopressin, sejak awal munculnya kehidupan, sudah didesain sebagai unsur pesan dalam hubungan antar jenis kelamin dan kesetiaan.Oxytocin merupakan hormon yang secara evolusi berumur amat tua. Buktinya, hormon cinta dan pembawa rasa bahagia ini, masih dapat ditemukan pada binatang berderajat rendah seperti cacing.

HADIAH
Prof Ivell juga menyimpulkan, untuk hubungan antara manusia hormon ini memainkan peranan penting. Sebab, tanpa bangkitnya gairah atau sensasi, hubungan seksual untuk reproduksi, diduga akan menjadi tidak menarik dan tidak menyenangkan. Untuk membuktikan dugaannya, dilakukan percobaan yang cukup ekstrim. Sejumlah mahasiswa yang secara sukarela ikut serta dalam penelitian, disuruh melakukan masturbasi. Setelah itu, kadar hormon Oxytocin di dalam darah mereka diukur.

Hasilnya, terlihat peningkatan kadar hormon pembawa rasa bahagia ini, di dalam darah para relawan tersebut. Percobaan dilanjutkan, dengan memberikan unsur pemblokir hormon Oxytocin kepada para relawan. Setelah itu, para relawan mengatakan, mereka tidak lagi merasakan sensansi kenikmatan seperti sebelumnya.Artinya, hipotesa terbukti, bahwa hormon ini memang membangkitkan sensasi kenikmatan, memicu rasa bahagia serta berperan amat penting dalam hubungan seksual untuk reproduksi.

Bukan itu saja, pada wanita atau betina, hormon ini berfungsi memicu perasaan keibuan. Ujicoba pada tikus di laboratorium menunjukan, jika hormon ini disuntikan pada tikus betina yang tergolong masih muda dan belum matang untuk melakukan reproduksi, tikus bersangkutan mulai menunjukan perilaku keibuan. Mainan berupa anak tikus yang ditaruh di sarangnya, mulai diperlakukan sebagai anak betulan. Sementara ujicoba pada induk tikus, yang disuntik unsur pemblokir hormon Oxytocin, terlihat perilaku sebaliknya. Induk tikus bersangkutan, tidak lagi merawat anak-anaknya dan bahkan kabur meninggalnya sarangnya.

Walaupun sudah mengetahui, betapa lebarnya spektrum fungsi hormon ini, dalam reproduksi, para peneliti hormon terus melanjutkan penelitiannya. Misalnya saja diteliti, apa pengaruh hormon semacam ini, dalam hubungan antar orang. Mengapa teman atau keluarga amat penting bagi produksi hormon ini dan sebaliknya? Ternyata, manusia atau binatang, yang kadar Oxytocin dalam darahnya cukup tinggi, berperilaku lebih tenang, lebih santai, lebih sosial dan tidak selalu mencurigai yang lainnya. Dengan begitu, relasi antar individu menjadi lebih mudah, dan friksi dapat dihindarkan. Juga dengan hubungan antar individu yang lebih sosial, umur masing-masing individu terbukti dapat menjadi lebih panjang. Penelitian menunjukkan, individu yang melakukan kontak sosial dan memiliki banyak teman, turun risiko kematiannya secara tiba-tiba sebesar 60 persen.

=======

sumber :
http://www.irfanabunaveed.net/2015/09/tata-cara-praktis-meruqyah-mandiri.html

https://muslimah.or.id/4425-bukan-sekadar-mematahkan-hawa-nafsu.html

http://elmukhtar.blogspot.co.id/2013/12/doa-untuk-istri-setelah-aqad-nikah.html

editor : Nailah Bahdar

like & share

https://www.facebook.com/PustakaRuqyah/

0 comments:

Post a Comment