MERUQYAH tanpa RUQYAH
Tulisan ini dibuat bukan untuk menunjukkan tekhnik baru dalam terapi ruqyah syar'iyyah, tapi diharapkan bisa memberikan pemahaman agar para praktisinya bukan hanya mengetahui tata cara meruqyah, tapi juga memahami psikologis pasien dan konseling nya.
Kisah nyata.
Beberapa waktu lalu saya dikunjungi oleh pasien seorang remaja berusia 13 tahun yang diantar oleh ayahnya untuk menjalani terapi ruqyah.
Menurut sang ayah anak tersebut badung (terlihat dari potongan rambutnya yang mohawk). Terus malas sekolah, karena seharusnya dia sudah duduk di kelas 7 (1 SMP), tapi justru malah putus sekolah dan kabur dari pesantren nya. Dan yang paling mengkhawatirkan adalah anak tsb memiliki kebiasaan mencuri.
Oleh karena itulah sang ayah datang ke klinik saya meminta agar anaknya diruqyah supaya berubah menjadi lebih sholeh.
Langkah pertama yang saya lakukan adalah memberi pemahaman kepada sang ayah bahwa ruqyah itu adalah do'a. Jadi jika beliau ingin anaknya lebih sholeh, maka do'akan oleh kedua orang tuanya karena do'a orang tua lebih mustajab dari do'a siapapun.
Saya faham orang tua nya sudah mulai putus asa dengan do'a nya, makanya mendatangi saya. Itulah yang saya rasa perlu untuk diperbaiki, makanya saya motivasi kembali sang ayah agar tidak berhenti berdo'a.
Berikutnya saya ajak sang anak ke ruang terapi (hanya berdua saja). Insyaa Alloh aman dari fitnah karena anak tsb laki-laki.
Lalu saya ajak ngobrol tentang alasan nya tidak mau sekolah dan suka mencuri.
Awalnya anak tsb enggan bercerita, tapi setelah saya ajak komunikasi mengikuti jalur fikiran nya (bahasa kekinian), akhirnya anak ini mau terbuka.
Alasan nya tidak mau sekolah dan mesantren karena sekolah dan pesantren tsb bukan pilihan nya, tapi karena dipaksa orang tua nya.
Dan kenapa dia mau mencuri, itu karena pergaulan nya yang konsumtif, sedangkan dia berasal dari keluarga kurang mampu. Jadi untuk mengikuti gaya pergaulan nya, orang tua tidak sanggup mencukupi. Makanya anak tsb ambil jalan pintas.
Setelah beberapa saat menjadi pendengar dan mulai masuk dalam emosi anak tsb, saya mulai masuk ke dalam metode "positve emotion".
Saya ikuti saja semua emosinya kemudian saya rubah menjadi positif mindset.
Saya kasih gambaran kesusahan orang tua dalam mencari nafkah (profesi sang ayah hanya buruh tani). Makanya sang ayah memasukkan dia ke sekolah dan pesantren tsb semata-mata agar nasibnya lebih baik dari orang tua nya. Tidak mengalami kesusahan yang dialami sekarang. Dengan memberikan ilustrasi dan efek pada cerita tsb, mulai terlihat perubahan ekspresi dari anak ini yang asalnya berapi-api sekarang matanya mulai berkaca-kaca.
Setelah emosinya berhasil saya kontrol, kemudian saya masukkan gambaran akibat dari kebiasaan buruknya. Mulai dari gambaran hukuman penjara sampai azab nanti di neraka jika dia masih mencuri.
Tangisnya pun mulai pecah menyesali perbuatannya mengecewakan orang tua yang selama ini sudah bersusah payah menghidupi dia dan keluarga. Juga karena adanya rasa takut terhadap ancaman hukuman yang merupakan akibat dari perbuatan nya tsb.
Melihat ekspresi itu, kemudian saya panggil sang ayah untuk masuk ke ruang terapi. Saya suruh anak tsb minta maaf, dan dia pun minta maaf dengan tidak bisa menahan tangisnya. Melihat itu sang ayah pun tidak sanggup menahan air matanya. Maka terjadilah proses bermaafan yang mengharukan. Sampai saya sendiripun larur dalam suasana haru itu.
Akhirnya anak itu berjanji akan berubah menjadi lebih baik.
Langkah pertama yang dilakukan anak itu adalah merapikan rambut mohawknya. (selepas dari klinik mereka langsung ke tempat pangkas rambut).
Alhamdulillah... Berdasarkan info dari keluarganya, sekarang anak tsb sudah mulai ngaji kembali dan selalu sholat berjamaah. Semoga istiqomah.
Sang ayah berterima kasih kepada saya, tapi kembai saya ingatkan bahwa ini adalah jawaban dari ALLOH atas semua do'a orang tua nya. Saya hanya menunjukkan jalan ke arah itu.
Jadi bagi para praktisi ruqyah syar'iyyah, tugas kita adalah dakwah. Jika kita tahu metode dakwahnya, maka dakwah kita akan lebih efektif.
Wallohua'lam....
Semoga bermanfaat...
note: Saya tulis ini 2 tahun lalu
0 comments:
Post a Comment