Monday, July 10, 2017

10 FADHILAH PADA 10 PERTAMA DZUL HIJJAH

Ust. Hasan Bishri, Lc. Tahukah Anda bahwa 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang penuh dengan fadhilah (keutamaan)? Kalau sudah tahu, maka tulisan ini hanya untuk mengingatkan kembali, sekaligus sebagai penegasan akan banyaknya keutamaan yang ada di bulan haji tersebut. Kalau belum tahu, berarti tulisan ini merupakan info yang sangat berharga bagi Anda semua. Semoga Allah meudahkan kita untuk mendulang keutamaan yang ada di dalam 10 Dzulhijjah. Bulan Dzulhijjah adalah bulan terakhir dalam rangkaian bulan yang ada di tahun Hijriyah. Bulan yang oleh kalender Jawa disebut sebagai bulan Besar memang banyak keutamaannya dan besar pahala dari kebaikan yang kita lakukan di dalamnya. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah, ““Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).”(HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallohu’anhuma). 10 fadhilah tersebut adalah: Pertama: Hari-hari yang Istimewa Keistimewaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah bisa kita pahami dari ayat berikut, yang mana Allah telah bersumpah dengan atas nama hari-hari tersebut. Dan Allah tidak akan bersumpah dengan nama makhluknya, kecuali makhluk itu memang sangat istimewa di sisi-Nya. “Demi fajar. Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2). Maksud dari “Wa layaalin ‘asr (Dan demi malam yang sepuluh)," di surat tersebut, menurut tafsir Imam al-Thabari rahimahullah, "Adalah adalah malam-malam di sepuluh pertama bulan Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan hujjah dari para ahli tafsir.” Sedangkan Imam Ibnu Katsir rahimahullah, "Maksudnya adalah sepuluh (hari pertama) Dzulhijjah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan lebih dari satu ulama salaf dan khalaf”. (Kitab Tafsir al-Qur’anul Azhim: 4/ 269). Kedua: Amal Shalih di dalamnya paling dicintai Allah Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satu amal shaleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun (mati syahid)." (HR. Bukhari). Ketiga: Waktu Pelaksanaan Haji Bulan Dzulhijjah adalah waktu pelaksanaan ibadah Haji, yang merupakan bagian dari rukun Islam yang kelima. Allah berfirman, "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang-siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan menger-jakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji…” (QS. al-Baqarah: 197). Dan yang dimaksud dengan bulan-bulan yang dimaklumi di ayat tersebut menurut jumhur ulama adalah bulan Syawwal, Dzulqa'dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Abdullah bin ‘Umar radhiyallohu’anhuma berkata, “Itu adalah bulan Syawwal, Dzul Qo’dah dan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.” (Kitab Tafsir al-Qur’anul Azhim: 1/ 284). Dan tidaklah Allah memilihkan waktu pelaksanaan ibadah yang agung (haji) kecuali di waktu yang agung pula. Keempat: Di dalamnya ada hari Arafah Ketahuilah bahwa Allah, Dzat yang Maha Agung tidak akan bersumpah kecuali dengan suatu yang agung pula. Tidaklah Allah bersumpah dengan nama makhluk-Nya, kecuali makhluk tersebut memang punya nilai yang agung di sisi-Nya. Diantara nama makhluk yang dijadikan sebagai obyek bersumpah oleh Allah, adalah hari Arofah. Dalam al-Qur'an, Allah berfirman, "Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan." (QS. Al-Buruj: 3). Dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Al-Yaumul Mau'ud (hari yang dijanjikan) adalah hari kiamat, sedangkan Al-Yaumul Masyhud (hari yang disaksikan) adalah hari Arafah, sedangkan Asy-Syahid (yang menyaksikan) adalah hari jum'at. (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani). Di surat lain, Allah bersumpah: "Dan yang genap dan yang ganjil." (QS. Al-Fajr: 3). Ibnu Abbas radliyallah 'anhuma berkata: "Yang dimaksud dengan Asy-Syaf'u (Yang genap) adalah hari penyembelihan (hari raya Adhha), sedangkan Al-Witr (yang ganjil) adalah hari Arofah." Ini juga merupakan penafsiran ulama lain seperti Imam Ikrimah dan Imam adz-Dzahhak. Kelima: Pahala Kebaikan Dilipatgandakan Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” … (QS. At Taubah:36). Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana ketika Allah menciptakan langit & bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga posisinya bulan berurutan; Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan al-Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar yang posisinya antara bulan Jumadi Tsani dan bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim). Di surat at-Taubah ayat 36 tersebut, Allah menyampakian pesan khusus: “… maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” Ibnu Abbas radhiyallohu ’anhuma berkata, “Allah melarang perbuatan zhalim (maksiat) di 4 bulan tersebut secara khusus karena dosanya dilipat gandakan, sebagaimana kebaikan yang dilakukan di dalamnya pahalanya juga dilipat gandakan.” (Kitab Tafsir al-Qur’anul Azhim: 2/ 431). Keenam: Disuruh Perbanyak Tahlil, Takbir dan Tahmid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih disukai Allah melebihi sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Maka perbanyaklah kalian di hari-hari tersebut untuk membaca tahlil, takbir, dan tahmid. (HR. Ahmad dan dishahihkan Syekh Ahmad Syakir). Tidak mungkin Rasulullah menyuruh kita untuk melakukan suatu amalan di hari tersebut, kecuali memang hari yang istimewa nilainya di sisi Allah. Ketujuh: Di dalamnya ada Idul Adha Rasūlullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Hari Arofah, hari an-Nahr (‘idul adhha) dan hari taysrik, merupakan ‘id (hari raya) kami ummat Islam, yaitu hari makan dan minum.” (HR Muslim). Setiap hari raya adalah hari yang utama di sisi Allah, termasuk hari Idul Adhha yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah di setiap tahunnya. Kedelapan: Diperintahkan untuk Menyembelih Hewan Qurban Rasulullah shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada suatu amalan yang paling dicintai Allah dari Bani Adam ketika hari raya Idul Adha selain menyembelih hewan qurban”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata, "Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung (dalam surat al-Kautsar), yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.” (Kitab Majmu’ Fatawa: 16/ 531-532). Kesembilan: Disyariatkannya Takbir Muthlaq Kita diperintahkan untuk takbir muthlaq (setiap saat) dan muqayyad (setelah shalat fardhu). Allah memerintahkan kita untuk bertakbir muthlaq dalam firman-Nya, “… Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (QS. Al Baqarah: 203). “Yang dimaksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1 – 10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ”beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (HR. Bukhari). Sedangkan takbir muqoyyad (terikat dengan shalat Fardhu) adalah: “Bahwa Umar dahulu bertakbir setelah salat Shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah zuhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi. Sanadnya disahihkan Al-Albani). Dalam Kitab Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Ini merupakan kesepakatan para imam yang empat". Kesepuluh: Berkumpulnya Induk-induk Ibadah Sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah adalah berkumpulnya induk-induk ibadah pada waktu itu. Sebab inilah yang menjadikan 10 hari pertama bulan Dzhulhijjah begitu istimewa. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Tampaknya sebab yang menjadikan istimewanya sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah adalah karena padanya terkumpul ibadah-ibadah induk (besar), yaitu: shalat, puasa, sedekah dan haji, yang (semua) ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain.” (Kitab Fathul Bari: 2/ 593). Demikian, wallohu a’lam.

0 comments:

Post a Comment