Friday, July 28, 2017

Teori penciptaan alam dan manusia

Alam semesta merupakan suatu ruang atau tempat bagi manusia,tumbuh-tumbuhan, hewan, dan benda-benda. Langit sebagai atapnya dan bumi sebagainya lantainya. Jadi, alam semesta atau jagat raya adalah saturuang yang maha besar, terdapat kehidupan yang biotik dan abiotik.Manusia sebagai makhluk yang terdiri atas berbagai macam pola dan bentuk , Allah SWT menciptakan bermacam-macam makhluk tetapi yang paling istimewa dan sempurna yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal, agar manusia dapat membedakan baik atau buruknya sesuatu.maka yang menjadi pembicaraan sekarang ini bagaimana proses terjadi dan penciptaan alam semesta manusia. Para ahli sudah banyak yang mengeluarkanpendapat tentang proses terjadinya alam dan manusia, dan bahkan mereka rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan argumennya, dan bahkan sampai saat ini masih belum ada yang mengetahui betul tetang proses terbentuknya alam semesta ini.Sebagai umat Islam tentunya sudah tidak meragukan lagi tentang penciptaan alam semesta dan manusia karena kita meyakini apa yang disebutkan dalam Al qur’an. Ayat‐ayat tentang Penciptaan Alam Pembicaraan Alquran tentang alam semesta ditemukan dalam ayat‐ayat‐Nya lebih dari 1000 ayat . 461 di antaranya berkaitan dengan bumi (orbit bumi, rotasi bumi dan pembagian wilayah bumi serta isi kandungannya). Sebagian ayat berkaitan dengan penciptaan alam semesta, gugusan dan peredaran bintang‐bintang di jagat raya, galaksi dan akhir dari alam semesta ini. Termasuk tentang penciptaan matahari yang lebih awal dari penciptaan bulan.Meskipun demikian, pembicaraan Alquran tentang alam ini masih bersifat garis besar atau prinsip‐prinsip dasarnya saja, karena Alquran bukan buku ilmu pengetahuan yang umumnya menguraikan penciptaan alam semesta secara sistematis. Karena itu untuk mempunyai gambaran yang jelas tentang bagaimana kejadian‐kejadian itu disajikan, kita harus mengumpulkan bagian‐ bagian yang terpisah dalam beberapa surat. Ayat yang menjadi acuan utama mengenai penciptaan alam adalah surat al‐ Baqarah:117, yang berbunyi: بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ وَإِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ “Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengucapkan kepadanya “jadilah” lalu jadilah ia”. بَدِيعُ : menciptakan tanpa menjiplak 1 بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ : menciptakan keduanya dan memperindah keudanya tanpa mengambil contoh dari sesuatu sebelum keduanya Secara umum ayat‐ayat Alquran tentang penciptaan alam dapat dipetakan melalui dua pendekatan : (1) maudhu’i‐mushafi, yaitu pengelompokan ayat‐ ayat tentang penciptaan alam yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya dalam mushhaf, (2) maudhu’i‐ tanzili, yaitu pengelompokan ayat‐ ayat itu tersebar diberbagai surat sesuai dengan susunannya waktu diturunkan. Sesuai susunan mushhaf : a. al‐A’raf [7]:54 Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan‐Nya pula) matahari, bulan dan bintang‐bintang (masing‐masing) tunduk kepada perintah‐ Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. b. Yunus [10]:3, Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin‐Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran? c. Hud [11]:7 dan Dia‐lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana‐Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang‐ orang yang kafir itu akan berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". d. al‐Anbiya [21]:30 dan Apakah orang‐orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman? e. al‐Furqan [25]:59, yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia. f. as‐Sajdah [32]:4, Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? g. Fushilat [41]:9‐12, ayat 9. Katakanlah: "Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu‐sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam". Ayat 10. dan Dia menciptakan di bumi itu gunung‐gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan‐makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang‐orang yang bertanya. Ayat 11. kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah‐Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati". ayat 12. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap‐tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang‐bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik‐ baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. h. Qaf [50]:38 dan Sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan. i. al‐Hadid [57]:4 Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada‐Nya. dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. j. an‐Naziat [79]:27‐33 Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya[ 27], Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya [28], dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang [29], dan bumi sesudah itu dihamparkan‐Nya [30], ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh‐tumbuhannya [31]. dan gunung‐gunung dipancangkan‐Nya dengan teguh [32], (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang‐binatang ternakmu [33]. Pengertian sama’ dan Ardh Pada ayat‐ayat tersebut di atas terdapat dua istilah yang senantiasa disebut, yakni al‐sama’ (langit) dan al‐ardh (bumi). Kata sama’ سماء berasal dari kata سمو sumu yang berarti tinggi Assama’ السماء : yang berarti langit/cakrawala tinggi Ungkapan ‘langit’ dan ‘bumi’ merupakan petunjuk yang mewakili semua jagat alam raya ini. Adapun kenapa ‘bumi’ yang disebut, hal itu dikarenakan keterikatan kita dengannya dimana kita hidup dan tinggal di atas permukaan bumi. Sedangkan penyebutan kata ‘langit’, hal itu dikarenakan kedekatan kita dengan langit yang menjadi obyek penglihatan kita, sekaligus sebagai sumber hujan yang bermanfaat untuk menumbuhkan berbagai tumbuhan yang kita butuhkan dan juga sebagai makanan binatang ternak kita. Sebagai catatan bahwa di dalam Alquran, kata as‐sama (bentuk tunggal) disebut sebanyak 109 kali. Sedangkan dalam bentuk jamak (as‐samawat) 185 kali. Adapun kata al‐ardh (dengan beberapa variasinya) disebut sebanyak 461 kali. Di mana 80 surat hanya menyebut dalam bentuk mufrad (tunggal) saja dan tidak pernah muncul dalam bentuk jamak. Adapun berjumlah tujuh, penyebutannya hanya secara implisit pada surat Ath‐Thalaq [65]: 12. ‘’ Allah‐lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu‐Nya benar‐benar meliputi segala sesuatu.’’ Kata al‐sama’ (dalam Alquran biasa diartikan sebagai “langit”, yakni ‘kubah’ biru di atas bumi atau horizon (langit bagian bawah yg berbatasan dengan permukaan bumi atau laut). Akan tetapi, tidak semua kata itu diartikan demikian, karena pada beberapa ayat, antara lain ayat‐ayat di atas, digunakan untuk menginformasikan penciptaan alam semesta. Karena itu dalam konteks alam semesta kata “langit” dimaknai sebagai ruang angkasa yang di dalamnya terdapat galaksi‐galaksi, bintang‐bintang, dan lainnya. Kata Ardh الارض berasal dari kata aradha ارض yang berarti : berumput dan sedap dipandang 4 الارض berarti : bumi 5 Kata Ardh (dalam Alquran biasa diartikan sebagai "bumi". Akan tetapi, tidak semua kata itu diartikan demikian, karena pada beberapa ayat, antara lain ayat‐ayat di atas, digunakan untuk menginformasikan penciptaan alam semesta dengan sistem tata surya (solar system) yang belum terbentuk seperti sekarang. Karena itu, kata ardh .(dalam ayat‐ayat ini lebih tepat dipahami sebagai "materi", yakni cikal bakal bum Istilah “Penciptaan” pada ayat‐ayat tersebut di atas, terdapat tiga istilah yang agak berbeda maknanya, namun diterjemahkan sama rata sebagai ”penciptaan”. Pertama, khalaqa pada surat al‐A’raf:54, Yunus:3, Hud:7, al‐Furqan:59, as‐ Sajdah:4, Fushilat:9, al‐Hadid:4. Menurut ar‐Raghib al‐Ashfahani, “Kata al‐ khalq dapat digunakan dalam makna al‐ibda’, yaitu menciptakan sesuatu tanpa asal dan meniru (tidak ada contoh sebelumnya). Namun dapat pula digunakan dalam makna al‐iejad, yaitu menciptakan sesuatu dari sesuatu (menciptakan dari bahan yang telah ada sebelumnya). Menurut ar‐Raghib, kata khalqussamawat wal ardhi maknanya al‐ibda’ dengan dilalah firman Allah: badi’us samawat wal ardh” (Qs. Al‐Baqarah:117) Al‐Mufradat fi Gharibil Quran, I:157. Kedua, ja’ala dalam surat Fushilat:10, yang bermakna ”menyusun, mengolah bahan yang telah ada sebelumnya menjadi ciptaan baru”. ketiga qadla dalam kata faqadlahunna (surat Fushilat:12). Istilah ini bermakna ”menetapkan”. Penggunaan istilah qadla (”menetapkan”) dalam ayat itu terkait dengan penciptaan langit: ”Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa…” Jika ditilik dari urutan pembahasan ayat‐ayat tersebut, maka ”penetapan” tujuh langit berada pada bagian paling akhir rangkaian penciptaan. Namun, mengingat alam semesta senantiasa berproses, maka ”menetapkan” di sini tidak bisa disamakan dengan ”menyelesaikan”. Yang ”selesai” bukanlah fisik langit atau alam semesta, melainkan hukum‐hukumnya. Dengan hukum‐hukum itulah, alam semesta terus menerus berproses. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penciptaan alam semesta terjadi melalui sejumlah tahapan yang kontinyu: dimulai dengan penciptaan dari ketiadaan, penciptaan baru dari ciptaan‐ciptaan sebelumnya, hingga penetapan hukum‐hukum alam. Proses Terbentuknya Alam Semesta Dalam upaya menafsirkan rangkaian ayat‐ayat tersebut di atas terdapat dua kelompok utama: Pertama, kelomok burhani (saintifik). Kedua, kelompok bayani (wahyuistik). Dalam memahami ayat‐ayat penciptaan alam semesta, madzhab burhani berusaha memaksimalkan akal dengan melibatkan pendekatan empiris, dalam hal ini konsep sains dan penemuan mutakhir. Dalam madzhab ini teks suci (wahyu) tidak diposisikan sebagai dogma (ajaran) dan sebagai pengetahuan jadi melainkan hanya sebagai sebuah isyarat ilmiah yang pemaknaanya harus mengikuti sains. Madzhab ini cenderung terikat secara keseluruhan terhadap kontribusi sains dalam menafsirkan Alquran. Sedangkan kelompok bayani berpijak pada teks, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dalam arti langsung menganggap teks sebagai pengetahuan jadi, dan secara tidak langsung yaitu dengan melakukan penalaran yang berpijak pada teks ini. Dalam madzhab ini wahyu diposisikan sebaliknya yang harus diterima secara imani, bukan tafsiran ilmiah, walaupun tidak logis dan ilmiah dalam analisa konsep sains. Madzhab ini cenderung menolak secara keseluruhan terhadap kontribusi sains dalam menafsirkan Alquran. kelompok Saintifik Alam diciptakan Allah dalam enam masa (Q.S. Fushilat [41]:9‐12): dua masa untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa untuk menciptakan bumi, dan dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi penghuninya. Ukuran lamanya masa (“hari”, ayyam) tidak dirinci di dalam Alquran. Belum ada penafsiran pasti tentang enam masa itu. Namun, bedasarkan kronologi evolusi alam semesta dengan dipandu isyarat di dalam Al‐Qur‐an (Q.S. Fushilat [41]:9‐12 dan Q.S. an‐Naziat [79]:27‐33) mereka menafsirkan enam masa itu adalah enam tahapan proses sejak penciptaan alam sampai hadirnya manusia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hari disini adalah waktu secara mutlak (tanpa batasan difinitif) bukan menurut definisi konvesional yang sudah umum ( 24 jam) sebab hal itu tidak bias dibayangkan tanpa keberadaan matahari dan bulan.6 Surat An‐Nazi’at ayat 27‐33 tersebut dapat menjelaskan tahapan enam masa secara kronologis. Urutan masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, sehingga dapat diuraikan sebagai berikut: Masa I أَأَنتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاء بَنَاهَا (”Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya [27]): penciptaan langit pertama kali Pada Masa I, alam semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang”[1], kira‐kira 13,7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah adanya radiasi kosmik di langit yang berasal dari semua arah. Bigbang adalah awal penciptaan ruang, waktu, dan materi. Materi awal Hidrogen. Hidrogen menjadi bahan pembentuk bintang, dalam bahasa Al‐Quran disebut dukhan. Awan hidrogen itu berkondensasi sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat celcius, mulailah terjadi reaksi nuklir yang membentuk Helium. Reaksi nuklir inilah yang menjadi sumber energi bintang dengan mengikuti persamaan E=mc2, besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan selisih massa (m) Hidrogen dan Helium. Selanjutnya, angin bintang menyembur dari kedua kutub bakal bintang itu (protostar), menyebar dan menghilangkan debu yang men gelilinginya. Sehingga, selimut gas yang tersisa berupa piringan, yang kemudian membentuk planet‐planet. Awan Hidrogen dan bintang‐bintang terbentuk dalam kumpulan besar yang disebut galaksi. Di alam semesta galaksi sangat banyak membentuk struktur filamen (untaian) dan void (rongga). Jadi, alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat bagian yang kosong dan bagian yang terisi. Masa II (Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya [28]): pengembangan dan penyempurnaan Dalam ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan bangunan” ditafsirkan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga galaksi‐galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi. Ibaratnya sebuah roti kismis yang semakin mengembang, dengan kismis tersebut dianggap sebagai galaksi. Jika roti tersebut mengembang maka kismis tersebut pun akan semakin menjauh satu sama lain. Mengembangnya alam semesta sebenarnya adalah kelanjutan big bang. Jadi, pada dasarnya big bang bukanlah ledakan dalam ruang (seperti meledaknya bom), melainkan proses pengembangan ruang alam semesta secara cepat. Sedangkan kata ”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam ini tidak serta merta terbentuk, melainkan dalam proses evolusi yang terus berlangsung. Kelahiran dan kematian bintang yang terus terjadi. Penyempurnaan alam terus berlangsung. Masa III (Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang [29): pembentukan tata surya termasuk Bumi Surat An‐Nazi’ayat 29 menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dan siang yang terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan Bumi yang berotasi, sehingga terjadi siang dan malam. Pembentukan tata surya sama dengan proses pembentukan bintang umumnya, dari dukhan, walau sudah tidak murni Hidrogen lagi. Masa IV وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا (dan bumi sesudah itu dihamparkan‐Nya [30]): Evolusi Bumi Penghamparan yang disebutkan dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di permukaan Bumi yang kemudian terpisah‐pisah menjadi beberapa benua. Dari ayat ini pula menjadi pijakan konsep bahwa bumi itu bulat, kata daha/dahau digunakan pada anak yang menjatuhkan bola pada tanah, sebuah permainan memasukkan batu dan permainan yang menggunakan biji, juag digunakan untuk burung unta yang membuat sarang, menyingkirkan batu-batu dari tempat berbaringnya, tempat untuk mengeramkan telur-telurnya 7 Kata dahaha selain berarti ‘’hamparan’’ juga berarti ‘’telur burung unta’’. Nah ,dengan demikian bentuk bulat bumi seperti telur burung unta yang tidak bulat bola, namun sedikit elips. Dan jika tetap kita artikan hamparan maka tidak masalah karena bumi memang luas terhampar seolah takbertepi ketika kita mengelilinginya karena bentuknya bulat seperti telur burung unta.8 Masa V (Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh‐tumbuhannya [31]): pengiriman air ke Bumi melalui komet. Ayat ini menceritakan mulai adanya air di bumi dan makhluk hidup yang pertama adalah tumbuhan. Air di bumi, berdasarkan kajian astronomi tidak dihasilkan sendiri oleh bumi, tetapi berasal dari komet yang menumbuk Bumi. Hal ini dibuktikan dari rasio Deuterium dan Hidrogen pada air laut yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya. Masa VI (Dan gunung‐gunung dipancangkan‐Nya dengan teguh [32] (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang‐binatang ternakmu [33]”): proses geologis serta lahirnya hewan dan manusia. Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”…gunung‐gunung dipancangkan dengan teguh.” Artinya, gunung‐gunung terbentuk setelah penciptaan daratan, pembentukan lautan air, dan munculnya tumbuhan pertama. Gunung‐gunung terbentuk dari interaksi antar lempeng ketika superkontinen Pangaea mulai terpecah. Kemudian, setelah gunung mulai terbentuk, terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana dalam suatu. Jadi, usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu geologi. Kelompok Wahyuistik Surat Al Anbiyaa’ [21]:30 menunjukan keadaan Bumi dan langit saat permulaan. أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Al-Anbiya: 30) Tafsir Ibn Katsir atas ayat 21:30: “…Tidakkah mereka mengetahui bahwa Langit dan bumi dulunya bersatupadu yakni pada awalnya mereka satu kesatuan, terikat satu sama lain. Bertumpuk satu diatas yang lainnya, kemudian Allah memisahkan mereka satu sama lain dan menjadikannya Langit itu tujuh dan Bumi itu tujuh, meletakan udara diantara bumi dan langit yang terendah…” Said bin Jubair mengatakan, “‘langit dan Bumi dulunya jadi satu sama lain, Kemudian Langit dinaikkan dan bumi menjadi terpisah darinya dan pemisahan ini disebut Allah di Alquran’.” Al Hasan dan Qatadah mengatakan, “’Mereka Dulunya bersatu padu, kemudian dipisahkan dengan udara ini’.” Surat Fushshilat [41]: 9‐12, menyajikan urutan pengerjaan bagaimana penciptaan yang dilakukan Allah: Pertama, (41:9) Bumi di ciptakan dalam dua masa Kedua, (41:10) bumi dan segala isi Bumi diciptakan total dalam empat masa Ketiga, (41:11) Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah‐Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.” Ayat‐ayat diatas jelas menunjukan bahwa kedudukan Bumi dan Langit adalah sederajat, bumi bukan bagian dari langit. Bumi diciptakan terlebih dahulu, diselesaikan baru kemudian Allah menyelesaikan Langit dan itu dibuktikan di ayat selanjutnya. Keempat, (41:12) Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap‐tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang‐bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik‐baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Enam masa penciptaan langit dan bumi menurut al-qur’an meliputi terbentuknya benda-benda samawi , terbentuknya bumi dan perkembangan bumi sehingga bias dihuni oleh manusia.8 Inilah yang Allah katakan (Ia) menghamparkan (Bumi) (79:30) Dan Allah berkata, ‘Ia ciptakan bumi dalam dua hari’, jadi Dia menciptakan Bumi dan segala isinya dalam empat hari dan Dia menciptakan Langit dalam dua Hari. Pada riwayat Al Bukhari: Dia menciptakan Bumi dalam Dua hari, artinya pada Minggu dan Senin. Dia meletakan Gunung‐gunung yang kokoh di atasnya, menumbuhkan yang bermanfaat, menakar untuk perlengkapan yang dibutuhkan manusia, artinya pada Selasa dan Rabu, jadi dengan dua hari sebelumnya menjadi empat hari Kemudian Dia meninggikan (Istawa ila) langit dan dan langit itu masih merupakan asap..melengkap dan menyelesaikan ciptaannya seperti 7 langit dalam dua hari, artinya Kamis dan Jumat. Pada riwayat Muslim, Abu Hurairah melaporkan bahwa Nabi menggenggam tanganku dan berkata: Allah yang Maha Agung dan Mulia menciptakan: Tanah pada hari Sabtu dan Gunung pada hari Minggu dan Pepohonan pada hari Senin dan Segala yang berkaitan kelengkapan pekerjaan pada Selasa dan cahaya pada hari Rabu dan Dan menyebarkan Binatang pada hari Kamis dan Adam setelah ashar pada hari Jum’at, ciptaan terakhir pada hari Jum’at antara Sore dan Malam. ayat ayat Al-Quran yang membahas tentang proses penciptaan manusia: Surah An-Nahl ayat 4 خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ “Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari nuthfah yaiti air mani /sperma yang bertemu dengan ovum ( sel telur) sehingga terjadi pembuahan, nutfah terkenal dalam dunia kedokteran dengan istilah spermatozoon yang terdapat pada diri laki laki dan ovum yang terdapat pada wanita. Ayat yang lain : أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّن مَّنِىٍّ يُمْنَىٰ Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), (Al-Qiyamah 75:37) 2. Surah Al-Hajj ayat 5 فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا “……Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya….” Pada ayat ini Allah s.w.t menerangkan proses kejadian manusia di dalam rahim ibunya dan kehidupan manusia setelah ia lahir sampai mati sebagai berikut: Allah telah menciptakan manusia pertama, yaitu Adam a.s, adalah dari tanah. Kemudian dari Adam diciptakan istrinya Hawa, dari kedua jenis ini berkembang biak manusia dalam proses yang banyak. Dan dapat pula berarti bahwa manusia diciptakan Allah berasal dari sel mani, yaitu perkawinan sperma laki-laki dengan ovum di dalam rahim wanita. Kedua sel itu berasal dari darah, darah berasal dari makanan yang dimakan manusia. Makanan manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan ada yang berasal dari binatang ternak atau hewan-hewan yang lain. Semuanya itu berasal dari tanah sekalipun telah melalui beberapa proses. Karena itu tidaklah salah jika dikatakan bahwa manusia itu berasal dari tanah. Dalam ayat ini disebutkan bahwa manusia itu berasal dari “nuthfah”. Yang dimaksud dengan “nuthfah” ialah setetes mani. Setetes mani laki-laki itu mengandung beribu-ribu sperma yang tidak dapat dilihat dengan mata, tanpa menggunakan alat pembesar. Salah satu dari sperma ini bertemu dengan ovum dalam rahim wanita dengan perantaraan persetubuhan yang dilakukan oleh kedua jenis manusia itu. Pertemuan sperma dan ovum ini merupakan perkawinan yang sebenarnya, dan pada waktu itulah terjadi proses pertama dari kejadian manusia yang serupa terjadi pula pada binatang. Dari segumpal darah berubah menjadi segumpal daging. Kemudian ada yang menjadi segumpal daging yang sempurna, tidak ada cacad dan kekurangan pada permulaan kejadiannya, dan ada pula yang menjadi segumpal daging yang tidak sempurna, terdapat cacat dan kekurangan. Berdasarkan kejadian sempurna dan tidak sempurna inilah menimbulkan perbedaan bentuk kejadian bentuk manusia, perbedaan tinggi dan pendeknya manusia dan sebagainya. Proses kejadian “nuthfah” menjadi “’alaqah” adalah empat puluh hari, dari “’alaqah” menjadi “mudghah” (segumpal daging) juga empat puluh hari. Kemudian setelah lewat empat puluh hari sesudah ini, Allah s.w.t meniupkan ruh, menetapkan rezeki, amal, bahagia dan sengsara, menetapkan ajal dan sebagainya, sebagaimana tersebut dalam hadits: “Sesungguhnya awal kejadian seseorang kamu (yaitu sperma dan ovum) berkumpul dalam perut ibunya selama 40 malam, kemudian menjadi segumpal darah selama itu (pula) lalu menjadi segumpal daging selama itu (pula) kemudian Allah mengutus malaikat, setelah Allah meniupkan ruh ke dalamnya. maka malaikat itu diperintahkan-Nya menulis empat kalimat, lalu malaikat itu menuliskan rezekinya, ajalnya. amalnya, bahagia atau sengsara. (H.R. Bukhari dan Muslim) Kemudian jika telah sampai waktunya, maka lahirlah bayi yang masih kecil itu dari dalam rahim ibunya. Masa kandungan yang sempurna ialah sembilan bulan, tetapi jika Allah menghendaki masa kandungan itu dapat berkurang menjadi enam bulan atau lebih dan ada pula yang lebih dari sembilan bulan. Pada permulaan masa lahir itu manusia dalam keadaan lemah, baik jasmani maupun rohaninya, lalu Allah menganugerahkan kekuatan kepadanya sedikit demi sedikit, bertambah lama bertambah besar, hingga sampai masa kanak-kanak, kemudian sampai masa dewasa. 3.Surah Al-Mu’minun ayat 14 ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” Alaqoh sering ditafsirkan sebagai “segumpal darah” penafsiran ini kurang tepat. Makna harfiah dari ‘alaqoh adalah “melekat” atau bergantung. Tahap ‘alaqoh yang disebut dalam alqur’ansecara biologis sebenarnya berada diantara dua fase : fase praimplantasi dan implantasi. Fase praimplantasi dimulai saat fertilisasi dan selesai setelah embrio (zigot)yang terbentuk melekat pada rahim. Karena pada dasarnya zigot atau embrio yang melekat pada rahim adalah kumpulan sel, maka alaqoh lebih tepat diartikan sebagai “segumpal sel”. Fase implantasi terjadi antara hari ke 5-15 setelah fertilisasi. Pada saat ini seorang ibu akan disebut hamilkarena embrionya sudah berintraksi dengan dinding rahim. 4.Surah Az-Zumar ayat 6: خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ الأنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِنْ بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلاثٍ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ “Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan, yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia, maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” Pada ayat ini Allah s.w.t menjelaskan bahwa Dia menciptakan manusia pada mulanya seorang saja. Allah menciptakan manusia yang beraneka ragam warna dan bahasanya dari diri Adam. Kemudian Allah menciptakan pasangannya Hawa. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Dia pula yang menciptakan delapan ekor binatang ternak yang berpasang-pasangan. Kambing sepasang, biri-biri sepasang, unta sepasang dan sapi sepasang. Sesudah itu Allah menjelaskan lebih jauh tentang kejadian manusia selanjutnya. Manusia diciptakan dengan melalui proses kejadian demi kejadian. Proses kejadiannya yang pertama ialah sebagai nutfah, sesudah itu ditempuhnya proses demi proses sebagaimana darah kental kemudian sebagai janin. Pada saat sempurna menjadi janin itulah Allah menciptakan ruh di dalamnya sehingga menjadilah makhluk hidup. Tanda-tanda kehidupannya dapat diketahui dari detak jantungnya dengan menempelkan telinga ke perut sang ibu. Di samping itu Allah s.w.t menjelaskan bahwa ketika bayi berada dalam kandungan ia berada dalam tiga kegelapan, yaitu: 1) kegelapan rahim, 2) kegelapan plasenta (ari-ari), 3) Surah Al-Ghafir ayat 67 هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).” Pada ayat ini Allah menjelaskan, bahwa Dia telah menjadikan manusia dari tanah, kemudian menjadi setetes mani, dari setetes mani menjadi sesuatu yang melekat, dan segumpal darah menjadi segumpal daging, kemudian dilahirkan ke dunia dalam bentuk manusia. Para ahli tafsir menerangkan bahwa yang dimaksudkan dengan Allah s.w.t menjadikan manusia dari tanah, maksudnya ialah Allah s.w.t menjadikan manusia dari saripati yang berasal dari tanah. Seorang bapak dan seorang ibu memakan makanan yang berasal dari tanah, dari binatang ternak dan dari tumbuh-tumbuhan. Binatang ternak memakan tumbuh-tumbuhan dan berkembang dengan menggunakan zat-zat yang berasal dari tanah. Sebagaimana makanan yang dimakan ibu atau bapak itu menjadi mani. Telur mani ibu bertemu dengan mani bapak dalam rahim ibu, sehingga menjadi segumpal darah dan seterusnya. Sebagian ahli tafsir yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “Allah menciptakan manusia dari tanah, ialah bapak manusia Adam diciptakan Allah s.w.t dari tanah. Allahu ‘alam Oleh : Abu ayyash

0 comments:

Post a Comment