Foto Bertiga Bisa Kualat?
Jum'at, 24 Mei 2013 / 14 Rajab 1434 H Katanya, foto bertiga bisa mendatangkan bencana, apalagi yang saat itu pas berada di tengah. “Wah, bisa gawat! Dialah nanti yang mati duluan,” kata peramal. Sial benar. Jadinya, nggak bebas donk fhoto bertiga.
Lalu gimana kalau saat itu mereka bertiga adalah teman akrab. Dan, momen itu merupakan pertemuan mereka yang terakhir. Yaa dengan terpaksa, mereka harus fhoto berdua-duaan. Akhirnya harus jeprat-jepret tiga kali, padahal sebenarnya bisa satu kali.
Kasihaan sekali, selain boros mereka harus gigit jari, dan hilanglah kesempatan emas foto bersama dengan sia-sia. Yang lebih kacau lagi kalau kesempatan berfoto tinggal satu kali.
Dalam kondisi seperti ini, tidak jarang orangtua mewanti-wanti anaknya agar tidak foto bertiga. Seperti yang yang dialami Putra, remaja ABG yang siang tadi baru pulang dari jalan-jalan bersama teman-temannya. Malam harinya dia ditanya ayahnya, “Kemana saja kamu jalan-jalan?”
“Ke Bedugul Pak, fhoto-fhoto.” Jawab Putra sambil menonton Meteor Garden II di televisi swasta.
“Bagus, untuk kenang-kenangan bersama teman-teman. Tapi kamu tidak fhoto bertiga kan? Bahaya!” tutur ayahnya.
Belum lagi kalau sepasang suami istri ingin fhoto bersama anak semata wayangnya. Apa yang harus dilakukan? Melupakan keinginannya, atau rela dibayang-bayangi kekhawatiran akan meninggalnya salah seorang dari mereka? Kasihan. Bingung harus pilih yang mana.
Anehnya, kepercayaan ini berkembang luas di berbagai daerah, baik di Jawa maupun Bali. Padahal kalau diselidiki lebih jauh, ternyata sumber dari larangan ini berasal dari kepercayaan non Islam yang mengeramatkan angka tiga.
Seperti kepercayaan tentang Kahyangan Tiga, Padma Tiga, termasuk Sanggah Kemulan yang juga ber-rong tiga.
Sebagai angka keramat, angka tiga biasanya digunakan untuk urusan sakral. Kendati tiga adalah angka mukjizat, ajaib, tapi jika dihubungkan ke manusia, biasanya tiga malah dipandang berakibat buruk karena memada-mada angka yang suci untuk Tuhan.
Misalnya, dilarang matatah bertiga (ganjil), tak boleh mengendarai motor bertiga. Selain pasti ditilang pak Polisi, juga nggak enak berdesak-desakan. Atau bisa juga merusak sepeda motor. Wajar saja, kelebihan beban.
Dalam pandangan Islam, tentu tidak ada hubungan antara fhoto bertiga dengan kematian. Siapapun boleh saja fhoto bersama dengan orang lain tanpa harus menghindari jumlah tiga. Tanpa harus takut mendapat bencana.
Tapi jangan coba-coba fhoto dengan mengumbar aurat. Karena jelas ini terlarang baik oleh etika ataupun norma agama. Sendiri, berdua atau bertiga sama saja hukumnya dalam agama, tidak boleh. Bencananya bukan hanya di dunia tapi jauh lebih berat dari itu, bencana siksa dalam kehidupan akhirat.
Terlebih bila kepercayaan ini secara nyata berdasarkan pada keyakinan yang bersumber dari agama non Islam, atau sekedar warisan nenek moyang. Maka sudah sewajarnya bila kita mensikapi dengan lebih keras.
Bahkan menolaknya mentah-mentah. Sehingga kita tidak termasuk dalam golongan orang yang tercantum dlam firman Allah, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutlah apa yang telah diturunkan Alah,” mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapatkan dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”(QS. Al-Baqarah: 170).
Nah, bila kebetulan teman kita ada yang pernah foto bertiga. Lalu tak lama kemudian ada yang meninggal. Bukan berarti itu karena kutukan. Tapi karena memang kontraknya didunia sudah habis. Alias sudah tiba ajalnya. Karena itu jangan kotori aqidah kita dari hal-hal yang berbau katanya. Bisa gawat. Dan tetap waspada terhadap segala hal yang bersumber dari katanya.
Lalu gimana kalau saat itu mereka bertiga adalah teman akrab. Dan, momen itu merupakan pertemuan mereka yang terakhir. Yaa dengan terpaksa, mereka harus fhoto berdua-duaan. Akhirnya harus jeprat-jepret tiga kali, padahal sebenarnya bisa satu kali.
Kasihaan sekali, selain boros mereka harus gigit jari, dan hilanglah kesempatan emas foto bersama dengan sia-sia. Yang lebih kacau lagi kalau kesempatan berfoto tinggal satu kali.
Dalam kondisi seperti ini, tidak jarang orangtua mewanti-wanti anaknya agar tidak foto bertiga. Seperti yang yang dialami Putra, remaja ABG yang siang tadi baru pulang dari jalan-jalan bersama teman-temannya. Malam harinya dia ditanya ayahnya, “Kemana saja kamu jalan-jalan?”
“Ke Bedugul Pak, fhoto-fhoto.” Jawab Putra sambil menonton Meteor Garden II di televisi swasta.
“Bagus, untuk kenang-kenangan bersama teman-teman. Tapi kamu tidak fhoto bertiga kan? Bahaya!” tutur ayahnya.
Belum lagi kalau sepasang suami istri ingin fhoto bersama anak semata wayangnya. Apa yang harus dilakukan? Melupakan keinginannya, atau rela dibayang-bayangi kekhawatiran akan meninggalnya salah seorang dari mereka? Kasihan. Bingung harus pilih yang mana.
Anehnya, kepercayaan ini berkembang luas di berbagai daerah, baik di Jawa maupun Bali. Padahal kalau diselidiki lebih jauh, ternyata sumber dari larangan ini berasal dari kepercayaan non Islam yang mengeramatkan angka tiga.
Seperti kepercayaan tentang Kahyangan Tiga, Padma Tiga, termasuk Sanggah Kemulan yang juga ber-rong tiga.
Sebagai angka keramat, angka tiga biasanya digunakan untuk urusan sakral. Kendati tiga adalah angka mukjizat, ajaib, tapi jika dihubungkan ke manusia, biasanya tiga malah dipandang berakibat buruk karena memada-mada angka yang suci untuk Tuhan.
Misalnya, dilarang matatah bertiga (ganjil), tak boleh mengendarai motor bertiga. Selain pasti ditilang pak Polisi, juga nggak enak berdesak-desakan. Atau bisa juga merusak sepeda motor. Wajar saja, kelebihan beban.
Dalam pandangan Islam, tentu tidak ada hubungan antara fhoto bertiga dengan kematian. Siapapun boleh saja fhoto bersama dengan orang lain tanpa harus menghindari jumlah tiga. Tanpa harus takut mendapat bencana.
Tapi jangan coba-coba fhoto dengan mengumbar aurat. Karena jelas ini terlarang baik oleh etika ataupun norma agama. Sendiri, berdua atau bertiga sama saja hukumnya dalam agama, tidak boleh. Bencananya bukan hanya di dunia tapi jauh lebih berat dari itu, bencana siksa dalam kehidupan akhirat.
Terlebih bila kepercayaan ini secara nyata berdasarkan pada keyakinan yang bersumber dari agama non Islam, atau sekedar warisan nenek moyang. Maka sudah sewajarnya bila kita mensikapi dengan lebih keras.
Bahkan menolaknya mentah-mentah. Sehingga kita tidak termasuk dalam golongan orang yang tercantum dlam firman Allah, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutlah apa yang telah diturunkan Alah,” mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapatkan dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”(QS. Al-Baqarah: 170).
Nah, bila kebetulan teman kita ada yang pernah foto bertiga. Lalu tak lama kemudian ada yang meninggal. Bukan berarti itu karena kutukan. Tapi karena memang kontraknya didunia sudah habis. Alias sudah tiba ajalnya. Karena itu jangan kotori aqidah kita dari hal-hal yang berbau katanya. Bisa gawat. Dan tetap waspada terhadap segala hal yang bersumber dari katanya.
0 comments:
Post a Comment