Tuesday, October 31, 2017

MERUQYAH DI AROFAH :
Tepat pd tgl 9 dzulhijjah th 1438 H yg lalu ada pengalaman yg luar biasa. Bahwa semakin kuat hubungan hamba dg kholiqnya akan membuat setan semakin kesakitan.
Ibadah haji adalah rukun islam yg ke lima, dan puncak ibadah haji adalah wukuf di arofah. Waktu yg paling mustajab pada hari itu adalah setelah ashar sampai terbenam matahari, dulu Nabi beserta sahabatnya perbanyak zikir dan doa bahkan sampai keluar dari tendanya.
Begitu juga kami berusaha mengikuti sunnah tsb.
Saat kita semua jama'ah haji yg arofah khusyu' munajat di luar tenda ada salah satu pimpinan rombongan travel kami yaitu TRAVEL ADZIKRA mencari saya, ustadz Achmad Junaedi tolong segera ke tenda ada yg sakit. Subhanallah sesampai di tenda ada salah satu jama'ah Pr yg dipegangi beberapa orang. Dia kesurupan jin. Langsung saja saya katakan ke yg memeganginya :  Tolong lepaskan, insyaallah jika reaksi gerak2nya karena jin mudah dikendalikan dg bacaan hasbunallah, bismillahilladzi....jin diajak taubat, didakwahi, tdk membahayakan org lain. Walau ada berontaknya masih bisa dilemahkan dg pijitan atau kuncian sehingga jin tsb mulai mau diajak dialog. (Dialog tdk selalu dilakukan, hanya unt memudahkan identifikasi gangguan dan jalan untuk mendakwahinya. Tidak membuka aib, tdk mencari2 barang ghaib atau hal lain yg dilarang ). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa jin pengganggu sdh lama, berasal dr luar pulau, dulu pesakit ini pernah dpt tugas dari kampus unt penelitian di pedalaman, di hutan belantara. Namun menurut ceritanya setelah selesai ruqyah, banyak keanehan yg dialami baik dalam perjalalanan dan di lokasi peneliatiannya. Antara lain : Ada sesosok yg membuntutinya, mencuri padang kpdnya. Keanehan lain : Baru beberapa hari dilokasi saat pergi ke sungai secara tiba2 dia diserang sekumpulan lebah besar (tawon ndas, jw). Pingsanlah dia, 6 jam lbh unt sampai ke puskesmas terdekat, sehari semalam baru ketemu rumah sakit di kota. Dalam pingsannya dia hanya zikir kpd Allah. Namun aneh dia mendengar dari kerumunan org ada yg begumam :  kok tidak mati ya? . Akhirnya sampai di bawa ke RS di Jakarta. Kurang lebih 3 bln di rawat. Subhanallah saat dirawat diketahui bahwa ada 80 bekas sengatan tawon ndas diatas. Laa hawla wala quwwata illa billah.
Walau sudah keluar dr RS, dia masih mengalami sakit yg tak kunjung sembuh, pusing, lemas, lambung, gangguan haid. Setelah menikahpun ada gangguan, sulit unt melayani hubungan badan dg suami, sulit dpt keturunan.
Jadi jin2 yg ngeganggunya adalah jenis jin sihir atau suruhan maka tdk mudah menyerah walau beliau rajin ibadah dan zikir.
Akhirnya sebagian jin itu ada yg mau diajak masuk islam. Mulailah dia sadar. Tertidur sebentar lalu solat maghrib dan isya' di jamak taqdim. Sedianya jama'ah akan berangkat ke muzdalifah solat maghrib dan isya di jama' ta'khir dan mabit disana, namun kondisi yg tdk memungkinkan maka solat nya masih di arofah.
Jin pengganggu belum tuntas keluar semua. Selama di bus, kita pantau, mabit di muzdalifah, istirahat di dlm bus. Pagi tgl 10 dzulhijjah sedianya akan ke mina unt jumroh aqobah lagi2 karena kondisi jalan yg sangat padat maka kita langsung ke al haram (ka'bah) melaksanakan thowaf ifadhoh dan sa'i. Selama thowaf pesakit banyak muntah2. Alhamdulillah dapat selesai.
Selama mabit di Mina diperbanyak zikir dan doa. Maka pada hari ke tiga (ikut nafar tsani) saat melontar tiga jumroh. Semua gangguan sakit pd badannya dirasakan telah hilang. Alhamdulillah. Semoga beliau segera dikarunia keturunan yg baik. Aamiin.

Monday, October 30, 2017

Saatnya Ruqyah dan Ilmu Kedokteran Berkolaborasi



Dahsyatnya Ruqyah dan Kedokteran Modern
Hasan Bishri, Lc. (Direktur Graha Ruqyah Salemba Jakarta 0815 816 7874)

Muqoddimah
Bismillah wal Hamdulillah. Sebagai seorang mukmin kita harus yakin bahwa; Tidak ada pertentangan antara agama islam dengan ilmu pengetahuan apapun, termasuk ilmu kedokteran modern. Al-Qur'an adalah kitab suci yang sudah tidak diragukan kebenaranya. Banyak teori-teori ilmu kedokteran modern yang termaktub di dalam al-Qur'an, diantaranya adalah proses penciptaan manusia yang kebenarannya tak terbantahkan oleh ilmu kedokteran modern.
Semua penyakit berasal dari Allah begitu juga obat (kesembuhan). Semuanya berlaku dan berlangsung atas kehendak dan izin-Nya. Manusia hanya bisa berusaha untuk mencari obat atau kesembuhan untuk jenis penyakit yang menimpanya. Ada penyakit yang sembuh saat telah diobati oleh seorang dokter atau tabib. Ada penyakit yang sembuh tanpa sentuhan tangan dokter atau tabib. Ada juga penyakit yang sembuh dengan konsumsi obat-obatan alami atau herbal. Maka dari itu dalam mencari kesembuhan atas suatu penyakit jangan memakai obat yang diharamkan Allah, atau melakukan tindakan yang berunsur syirik (menyekutukan Allah).


Unsur Penciptaan Manusia
Manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki tiga unsur, yaitu akal, jasad, dan ruh. Akal dapat kita ketahui dari pola pikirnya dan dari kemampuannya memecahkan masalah serta kemampuannya dalam menganalisa suatu fenomena alam. Jasad seseorang dapat kita ketahui melalui panca indera kita. Ruh, paling mudah kita rasakan dari kemauan seseorang untuk hidup dan menjalani kehidupannya.
Memang gangguan jin dan sihir sifatnya kasat mata. Namun hal ini jangan membuat kita berkesimpulan bahwa gangguan tersebut tidak ada. Sebelum ditemukannya sinar X dan CT-Scan (Computerized Tomography Scaning), suatu alat untuk memeriksa otak, para dokter tidak dapat membuat suatu diagnosis pasti suatu patah tulang (fraktur) dan adanya gangguan di otak, misalnya suatu pendarahan di otak.
Penemuan-penemuan alat Diagnostik tersebut telah banyak membantu dokter dalam mengobati penyakit-penyakit tersebut. Kedua alat inilah sebagai modalitas untuk mendiagnosis adanya gangguan di otak. Untuk gangguan jin dan sihir, Allah telah menciptakan modalitas yang hebat dan memberikannya kepada seluruh manusia. Modalitas itu adalah bacaan ayat-ayat dan do’ado’a yang telah diajarkan Rasulullah untuk mendiagnostik adanya gangguan jin dan sihir.

Hubungan Manusia dan Jin
Hal yang perlu digarisbawahi adalah, kita sebagai manusia tidak akan pernah bisa melihat jin dalam bentuk aslinya. Sebagaimana Allah tetapkan hal itu dalam surat al-A’rof ayat 27, kecuali para nabi dan rasul yang dapat vasiltias wahyu dari Dzat yang telah memilih dan mengutus mereka. Manusia yang mengaku bisa melihat jin dalam bentuk aslinya, sebenarnya dia menggunakan jin juga.
Logikanya sederhana sekali. Lumba-lumba berkomunikasi menggunakan suara-suara yang hanya bisa dimengerti sesamanya. Manusiapun begitu, demikian juga halnya dengan bangsa jin. Inilah suatu ke-Maha Besaran Allah SWT. Jika manusia bisa melihat jin maka tidak akan ada manusia yang bisa tidur dan melakukan apapun dengan tenang, karena hampir setiap saat dia akan melihat jin dengan bermacam-macam sosok yang menyeramkan.
Di dalam dunia kedokteran modern, kini dikembangkan suatu pendekatan yang sifatnya holistik dan integralistik untuk proses kesembuhan pasien. Pendekatan ini mewajibkan seorang dokter sebaiknya tidak hanya melihat pasien dari penyakitnya saja, namun harus dapat melihat sejauh mana penyakitnya telah membawa dampak terhadap hidup dan seluruh aspek kehidupannya. Pendekatan ini lahir atas makin terkotak-kotaknya pelayanan di bidang kedokteran dengan banyaknya spesialistik dan sub-spesialistik. Pendekatan ini menurut saya, juga lahir sebagai usahan untuk memberikan pelayanan kedokteran yang paripurna dengan memandang manusia seutuhnya yang memiliki akal, jasa dan ruh.

Standar Tindakan Medis
Memang dalam ilmu kedokteran modern, sebuah terapi harus dapat memenuhi prinsip reproduceability, yaitu bila terapi ini diulang dan dilakukan kepada orang lain akan memberikan efek kesembuhan yang sama. Menurut pengalaman saya selama di Klinik Ghoib, terapi ruqyah telah memenuhi prinsip ini. Banyak pasien yang mengalami gejala awal seperti gejala pasien-pasien psikiatrik dan psikosomatik mengaku merasa lebih baik setelah diterapi ruqyah. Ada beberapa pasien yang bahkan telah berobat ke banyak rumah sakit, ke banyak dokter baik dokter umum maupun dokter spesialis, dan mereka mengaku merasa lebih baik keadaanya setelah diterapi ruqyah. Padahal mereka telah diobati dengan obat-obatan dan teknik pengobatan yang modern sekalipun.
Dari uraian-uraian di atas, saya tidak bermaksud untuk membandingkan antara dunia kedokteran modern dengan terapi ruqyah. Seorang dokter, sudah seyogyanya memberikan pelayanan yang paripurna kepada pasien dengan tujuan akhir menyembuhkan penyakitnya. Minimal berusaha untuk menghilangkan gejalanya, disamping harus berusaha semampu mungkin untuk mencari dan kemudian menghilangkan penyebabnya.
Tulisan saya buat untuk memaparkan suatu terapi baru yang mungkin bisa teman-teman sejawat pertimbangkan jika ada pasien dengan gejala-gejala awal mirip dengan gejala psikiatrik dan gejala psikosomatik, namun setelah kita terapi dalam jangka waktu yang cukup lama dan dengan pengobatan yang kita berikan tidak memberikan perbaikan, maka bukan suatu hal yang memalukan atau hina jika kita coba (anjurkan pasien) melakukan terapi ruqyah.
Dalam sumpah dokter, para dokter bukankah diharuskan memberikan kemampuan terbaik yang kita miliki untuk kesembuhan pasien?. Namun alangkah naifnya jika kita selalu menutup diri dari metode-metode baru dalam penyembuhan yang telah terbukti kebenarannya karena arogansi-arogansi yang kita miliki. Hal inilah yang justru menutup diri untuk meningkatkan kemampuan kita dalam memberikan pelayanan yang terbaik dan paripurna kepada pasien.

Dahsyatnya Kolaborasi Ruqyah dengan Ilmu Kedokteran
Alangkah baikya kalau pengobatan Ruqyah Syar’iiyah dipadukan dengan pengobatan kedokteran modern, karena anata keuanya tidak ada pertentangan atau kontradiksi. Keduanya bisa saling melengkapi dan saling menguatkan sebagai upaya manusia untuk mencari kesembuhan dari Allah (berobat). Perpaduan yang sangat tepat, karena menggabungkan terapi yang bersumber dari wahyu (Ruqyah syar’iyah) dengan terapi yang bersumber dari pengetahuan ilmiyah (kedokteran modern). Dan hasilnya tentu lebih maksimal dan dahsyat tiada tara.
Syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: Tidak ada pertentangan antara menggunakan obat-obatan halal yang diresepkan oleh dokter dengan menggunakan pengobatan keimanan misalnya ruqyah dan ta’widzat Syar’iyyah dan do’a-do’a yang shahih (Ruqyah). Maka dimungkinkan mengkombinasi antara keduanya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh tercatat di hadits shahih bahwa beliau juga menggunakan obat-obatan ini dan itu.” (Syekh al-’Utsaimin di Fatawa Islamiyah no. 466)

Penutup
Terapi ruqyah menggunakan ayat-ayat suci al-Qur'an untuk menghilangkan gangguan jin dan sihir. Namun masyarakat jangan mudah ditipu dengan terapi serupa tapi tak sama, yang dalam tekniknya menggunakan jin dan sihir yang lebih hebat dan kuat, untuk mengusi Jin yang ada di tubuh pasien. Ibaratnya untuk mengusir tikus maka dipakailah kucing.
Terapi-terapi ini mempunyai ciri-ciri adanya persyaratan khusus dan amalan-amalan yang harus dilakukan pasien dengan tidak wajar dan tidak rasional. Terapi ruqyah tidak memberikan syarat apapun untuk penyembuhan, hanya menyarankan agar pasien dapat memperbaiki ibadahnya sesuai dengan apa yang ada di al-Qur'an dan as-Sunnah. Wallohu a'lam.

Bongkar Jimat


Jam Keberuntungan Peninggalan Jaman Revolusi
Dunia ini adalah perjuangan. Perjuangan dalam hal apa saja. Perjuangan membutuhkan banyak persiapan fisik, mental, harta benda, dan nyali untuk menyabung nyawa jika diperlukan. Sudah sewajarnya jika bekal tersebut dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Sebab perjuangan tidak hanya membutuhkan persiapan ala kadarnya. Tapi ia membutuhkan ketahanan yang luar biasa besar.
Pun perjuangan ketika mengusir penjajah dari bumi nusantara ini. Perjuangan yang telah banyak menghabiskan banyak harta, mencabut banyak nyawa, dan menguji ketahanan bangsa Indonesia. Namun, terkadang pemahaman tentang persiapan itu disusupi pula dengan anggapan-anggapan mistis tentang kekuatan suprantural yang biasanya dalam bentuk jimat-jimat atau amalan-amalan tertentu. Yang dianggap mempunyai kemampuan untuk menambah kekuatan atau pun mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan.

Ketika mereka meninggalkan dunia kelak, mereka ingin menjadikan jimat-jimat tersebut sebagai salah satu barang yang layak diwariskan kepada anak cucu. Inilah yang akan dikisahkan oleh Ibu Ida (bukan nama sebenarnya) tentang peninggalan nenek moyangnya yang berupa jimat. “Jam ini merupakan peniggalan nenek moyang kami yang mereka pakai pada masa perang kemerdekaan dulu,” jelas Ibu Ida mengawali ceritanya. Memang, sejak kecil ia telah diperkenalkan oleh orangtuanya dengan benda-benda pusaka itu. Menurut orangtuanya, benda-benda itu mempunyai khasiat atau bertuah dan telah banyak membantu para pejuang dalam menghadapi para penjajah. Ida kecil hanya mengangguk saja tanpa pernah mengerti apa arti semua itu. “Saya mah, iya-iya saja. Percaya nggak percaya sih,” jelasnya. 


Roda kehidupan terus berputar. Ida kecil pun tumbuh dewasa seiring berjalannya sang waktu. Susah senang, sedih gembira silih berganti. Selama itu pula Ibu Ida tidak pernah mengindahkan benda-benda pusaka peninggalan nenek moyang. Hingga perjalanan hidup menghantarkannya pada penghujung tahhun 2004. Saat itu Ibu Ida merasakan hidupnya selalu terasa sial. Usaha sang suami selalu merugi, beberapa kali kecelakaan menimpa keluarganya, dan kredit bajunya yang selama ini dijalaninya tidak lagi mendatangkan keuntungan. Belum lagi hutang kepada tetangga yang belum juga terbayarkan. 

Bingung dan putus asa. Itulah yang ia rasakan. Merasa tertekan dengan cobaan-cobaan, Ibu Ida tergiur dengan ajakan temannya untuk datang ke orang pintar. Ia berharap permasalahannya bisa terselesaikan dengan cara itu. Lazimnya sebuah praktik perdukunan, Ibu Ida pun diminga untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang diajukan. Saat itu sang dukun meminta seekor kambing hitam. Satu setengah juta harga kambing itu. 

Dalam prosesi pengusiran ‘roh jahat’ dari rumah Ibu Ida, dukun tersebut dibantu oleh dua orang. Mereka sempat jatuh pingsan saat mencoba mengusir roh jahat itu. Entahlah, itu trik mereka atau memang demikian adanya, Ibu Ida tidak mengerti. “Setelah mereka sadar, mereka makan dan menghabiskan enam piring nasi serta minum sebelas gelas,” kenang Ibu Ida. Selanjutnya, tibalah saatnya ritual pemotongan kambing. “Awalnya, kambing itu tidak mempan dipotong,” terang Ibu Ida keheranan. Setelah dukun itu menghentakkan kakinya sebanyak tiga kali, barulah kambing itu bisa dipotong. “Kambing tadi dibawa jin,” kata Ibu Ida menirukan ucapan sang dukun. 

Namun musibah demi musibah tetap saja sering ia alami. Ibu Ida kecewa dengan sang dukun. Akhirnya, ia pun ingat dengan benda pusaka peninggalan nenek moyang. Ia teringat akan cerita orangtuanya tentang khasiatnya. Benda pusaka itu pun dibawanya kemana pun ia pergi. Karena ia mulai meyakini bahwa benda tersebut memang bertuah.

Sejak itulah, Ibu Ida merasakan banyak keanehan pada dirinya. “Saya jadi malas beribadah. Kepala saya sering terasa sakit, emosi saya tak terkendali,” jelasnya. Cukup lama ia tersiksa dengan keadaan itu. Hingga datanglah hidayah itu. Memang hidayah tidak datang dengan mudah, tetapi jika Allah menghendaki maka hal itu menjadi mudah saja.

Suatu hari, tetangganya meminjamkan Majalah Ghoib kepadanya. Dari sinilah kesadaran itu bermula. Ia baru menyadari apa yang ia lakukan selama ini adalah salah. Dan karena terdorong untuk membersihkan diri dan bertobat, serta untuk menyembuhkan gangguan yang dialaminya ia pun memutuskan untuk mengikuti terapi ruqyah syar’iyyahdi Ghoib Ruqyah Syar’iyyah. Ia pun dengan senang hati menyerahkan benda puasaka yang selama ini ia bawa kemana pun ia pergi untuk dimusnahkan oleh tim ghoib ruqyah syar’iyyah. Ia ingin membersihkan diri dari kesyirikan. Dan memulai hidup lebih baik.

Bentuk Jimat
Jimat itu berbentuk sebuah jam tangan berbentuk kerang, berwarna perak mengkilat yang diikat oleh seutas rantai dengan warna yang sama. Pada sisi luar bagian atas tutupnya terukir seorang tentara dengan dua ekor anjingnya. Sementara tutup bagian bawahnya berukir gambar bunga mawar yang dikelilingi hiasan batik. Sementara pada penunjuk waktu terdapat tiga jarum dan angka-angka yang cukup besar berwarna hitam.

Kesaktian Jimat
Jimat ini diyakini membawa keberuntungan. Jimat ini harus dibawa kemana pun sang pemiliknya pergi. Karena bentuknya jam yang bertali, maka jimat ini bisa dikantongi atau pun dikalungkan di leher.

Bongkar Jimat
Seperti telah diuraikan di atas, hiudp ini adalah perjuangan yang membutuhkan banyak bekal dan persiapan. Tetapi, sebanyak dan seberat apapun bekal dan persiapan itu, jangan sampai kita terjebak pada hal-hal yang diyakini membawa keberuntungan dan membantu dalam menyukseskan perjuangan. Jimat, contohnya. Banyak kalangan menyakini bahwa benda pusaka bertuah dan membawa keberuntungan serta mampu menghidarkan diri dari kesialan. Seprti yang semula diyakini oleh Ibu Ida.
Keyakinan semacam ini jelas salah. Barang siapa yang memilikinya, memakainya, lalu menyakininya, maka ia telah berbuat kesyirikan. Sebuah dosa yang besar. Pangkal dari segala dosa. Dosa yang membawa pelakunya dilaknat Allah dan diancam dengan siksa yang pedih. Dosa yang menyebabkan amalan ibadah lainnya menjadi sia-sia. Karena keyakinannya terhadap eksistensi Allah diragukan. Allah diduakan, disekutukan dengan selain-Nya. Maka  sudah sepantasnya jika Allah melaknat orang musyrik.
Kita juga patut bersyukur karena saudara kita, Ibu Ida segera sadar akan kesalahannya. Ibarat orang yang bepergian di tegah sahara, ia telah menemukan kembali bekal dan kendaraannya yang dirasanya telah ia sia-siakan. Bekal dan kendaraan itu adalah keimanan yang murni bahwa hanya Allah saja yang mampu mendatangkan manfaat dan mudharat. Sebagai buah dari kembalinya keimanan yang murni tersebut, hidupnya kembali lebih tenang, lebih sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian dari Allah.
Kita semua berharap dan berdoa semoga keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah tidak ternodai sedikitpun dengan dosa-dosa syirik. Dan bagi kita yang pernah melakukannya, maka apa yang dilakukan Ibu Ida dengan membuang benda pusaka dan bertobat kepada Allah, patut dicontoh. Dan semoga Allah memberikan hidayah tan taufik-Nya kepada kita semua dlam mengarungi perjuangan hidup ini. Amin.

Sunday, October 29, 2017


KAMI HADIR MEMBERIKAN SOLUSI ISLAMI BUAT ANDA....

Saturday, October 28, 2017

Aku Diperkosa Jin



Tiga Kali Aku Nyaris Diperkosa Jin
(Kesaksian Pasien Garaha Ruqyah: Maria (34 th.) Seorang Bankir di Jakarta)

Namaku Maria 34 th. (Nama Samaran). Enam tahun lalu, aku menikah dengan seorang duda beranak satu. Sebut saja namanya Toni. Ia seorang pelaut. Waktu itu aku masih gadis. Usiaku baru 28 tahun. Untuk ukuran kehidupan kota besar seperti Jakarta, usiaku belum terlalu tua. Boleh dibilang masih belum terlambat menikah. Terlebih aku seorang wanita karir.
Aku bekerja di salah satu bank pemerintah. Sedemikian kuatnya keinginan untuk mengejar jabatan yang setinggi-tingginya, sampai terlintas dalam pikiran untuk tidak cepat-cepat menikah. Toh, tanpa bersuami pun aku dapat memenuhi kebutuhan hidupku. Begitulah prinsipku dulu. Meski tidak sedikit lelaki yang menyatakan cintanya, tapi aku enggan menanggapi mereka.
Suatu sore, telepon rumah berdering. Aku yang sedang asyik membaca tabloid dwi mingguan di sofa, dengan sedikit malas, bangkit mengangkat telepon. Rupanya, suara kakak di seberang sana. Suasana rumah menjadi ramai. Biasa, kalau sudah ngobrol di telepon, ada saja cerita lucu tentang Adit, keponakanku, yang berusia dua tahun.
Tiba-tiba Kakak nyeletuk, “Mar, mau nggak dikenalin dengan duda?” tanyanya dengan nada sedikit bergetar. Mungkin kakak takut menyinggung perasaanku.
“Duda?” tanyaku setengah tidak percaya. “Nggak ah,” tolakku. Sebagai gadis, otomatis, aku langsung menolak. Apalagi ia sudah memiliki satu anak, sementara istrinya pun masih tinggal sekota. Aku khawatir, kelak akan menjadi pergunjingan orang.
“Ya sudah, tidak apa-apa. Tapi besok bisa kan main ke toko? Kebetulan Adit besok minta diajak sekalian ke toko,” tanya kakak. Tanpa curiga apa-apa, aku menyanggupinya. Apalagi sudah tiga minggu, Adit tidak main ke rumah. Aku kangen dengan bicaranya yang cadel.
Minggu pagi, aku bergegas ke toko kakak di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Aku tidak sabar ingin bertemu dengan keponakanku. Ulahnya yang menggemaskan membuatku tidak ingin berlama-lama di rumah.
     
Pertemuan yang tidak terduga
Jarum jam sudah menunjuk angka sepuluh, ketika aku sampai di toko kakak. Kulihat Adit asyik berlarian di antara sela-sela stand toko ditemani seorang baby sitter. Kubelokkan langkahku ke arah Adit. Aku pun lebih senang menghabiskan waktu bersama Adit daripada di toko. Setelah satu jam bermain dengan Adit, aku baru menemani kakak menjaga toko. Sesekali ikut melayani pembeli yang melihat pakaian yang dipajang di etalase.
Selepas Dzuhur, kulihat ada tiga laki-laki yang masuk ke toko.  Tidak seperti pengunjung lainnya, mereka tidak begitu tertarik dengan pakaian yang ada. Mereka bahkan lebih senang berbincang-bincang dengan kakak. Aku yang sedang melayani pelanggan, diberi kode agar segera menemui kakak ketika sudah selesai melayani pelanggan.
Tanpa curiga sedikitpun, aku menghampiri kakak dengan tiga orang tamunya. “Maria,” kataku memperkenalkan diri. “Toni,” begitu kata salah seorang dari mereka menyebut nama.
Aku langsung teringat dengan obrolanku dengan kakak kemarin. Oh, ini rupanya yang namanya Toni. Seorang duda beranak satu yang hendak diperkenalkan denganku.
Saat itu, terus terang aku tidak begitu terkesan dengan penampilannya. Lusuh dan seakan terhimpit beban yang berat. Ia mengenakan baju berwarna merah. Sangat tidak serasi dengan warna kulitnya yang menghitam. Sepintas kulihat, ada kancing bajunya yang terlepas. Sementara pada sudut yang lain, bajunya sedikit robek. Itu pun dijahit dengan asal-asalan.
Bila Toni memang serius ingin berkenalan dengan seorang gadis, mengapa ia tidak memperhatikan penampilannya? Begitu pikirku dalam hati. Tapi biarlah, toh aku juga tidak berminat menjadi istrinya.  Aku pun ikut nimbrung dengan obrolan mereka.
Selang beberapa saat kemudian, Toni mengajak kami makan siang. Aku pun mengikuti mereka. Pekerjaanku yang mengajarkan untuk melayani pelanggan dengan baik, membuatku cepat akrab dengan Toni dan teman-temannya. Aku tidak merasa canggung atau kikuk, meski aku tahu maksud kehadiran mereka tak lain hanyalah memperkenalkanku dengan Toni.
Di sela-sela makan siang itu, Toni sempat menanyakan nomor teleponku, tapi aku enggan memberinya. Selama ini, aku tidak pernah memberikan nomor telepon kepada sembarang orang. Apalagi Toni yang nyata-nyata sudah menduda.
Setelah pertemuan dengan Toni, terus terang, tidak ada getar apa-apa dalam diriku. Karena kesan pertama yang ditimbulkan tidaklah sekuat yang diharapkan. Aku menganggap pertemuan itu hanyalah pertemuan biasa, sebagaimana ketika aku berhubungan dengan klien kantor. Tidak lebih.

Hatiku pun luluh lantaran kegigihannya
Esok malamnya, sekitar jam tujuh, Toni menelepon. Aku sempat terkejut mendengar nama di seberang sana yang memperkenalkan diri. Toni, darimana dia tahu telepon rumahku. Untuk sesaat, aku tertegun. Tapi selanjutnya, obrolan pun segera mencair. Aku memang tipe orang yang pintar mengobrol. Setidaknya itulah komentar teman-teman.
Obrolan malam itu, berlanjut pada obrolan-obrolan berikutnya.  Dalam sehari, bisa berkali-kali Toni menelepon, meski aku tidak menanggapi dengan serius. Tapi ia tetap berusaha menghubungiku. Ada saja bahan obrolannya. Ia sering membicarakan dirinya sendiri. Permasalahan yang selama ini membetot diri dan keluarganya ke dalam kehancuran.
Dalam hati, kupikir aku telah beralih profesi menjadi seorang psikiater. Mendengarkan atau memberi saran. Sedikit demi sedikit, berbagai informasi tentang Toni kugali dari beberapa orang yang kenal dekat dengan dirinya. Dari rekan kerjanya, yang kebetulan juga menjadi teman kakak, aku banyak mendapat informasi.
Dia adalah sosok pemimpin yang baik di mata anak buahnya.  Ia tidak segan mengeluarkan uang pribadi untuk membantu mereka. Bahkan ia berani menanggung biaya sekolah anak buahnya yang berprestasi. Sebuah sikap mulia yang tidak dimiliki banyak pemimpin.
Mengenai mantan istrinya, aku pun banyak mendapat cerita dari orang lain. Katanya, istrinya selingkuh. Alasan itulah yang melatarbelakangi mengapa kemudian, bahtera rumah tangga Toni kandas. 
Setelah sebulan berkenalan, entah mengapa aku mempunyai firasat bahwa Toni adalah jodohku. Meski saat itu, kami tidak berpacaran. Toni pun belum pernah main ke rumah.
Suatu malam, aku ngobroldengan mama di ruang tamu. Aku duduk di kursi, sementara mama duduk di sofa. Aku bertanya kepada mama, “Ma, gimana kalau Maria berjodoh dengan duda?” tanyaku dengan sedikit malu. Ada terbesit kekhawatiran bila mama langsung tidak setuju seperti penolakanku dulu.
“Dudanya, duda yang bagaimana dulu?” kata mama dengan bijak. Meski aku juga menangkap nada keterkejutan di sana. Selama ini, aku tidak pernah membicarakan lelaki di depan mama.
“Dudanya ditinggalin istri, ma,” jawabku.
“Kenapa ditinggalkan istrinya?”
“Istrinya yang selingkuh ma,” kataku mantap. Aku merasa sedikit mendapat angin segar dari pertanyaan mama tersebut.
“Duda itukan cuma status. Kembali ke orangnya lagi. Bujangan juga kalau memang tidak benar, juga tidak benar,” kata mama.
“Jadi, Maria boleh berhubungan dengan duda?” tanyaku.
“Boleh, asal kamu yakin kalau dia sudah bercerai.”
Aku yakin dengan status perceraiannya. Karena Toni sudah pernah menunjukkan surat perceraiannya resmi dari pengadilan agama.
Ketika mama memberi lampu hijau, mulailah Toni diizinkan main ke rumah. Saat ke rumah pun, Toni lebih banyak ngobroldengan mama. Aku sendiri tidak menghiraukan apa yang mereka bicarakan. Yang jelas, setelah Toni pulang mama berkomentar positif.
“Orangnya baik kok,” kata mama. Itu adalah isyarat bahwa mama merestui bila aku mau menuruti keinginan Toni untuk menikah dengannya.
Selang beberapa hari kemudian, Toni yang sudah setahun tidak bertugas di laut, kembali mendapat tugas berlayar. Mau tak mau, ia harus meninggalkan anak semata wayangnya di rumah. Sementara hubungannya denganku pun belum menemui titik terang. Apakah aku menerima lamarannya atau tidak.
Di tengah himpitan suasana seperti itu, tiba-tiba Toni mengajakku bertunangan. “Kita tunangan yuk!” katanya.
Bingung juga aku menjawabnya. Sementara dia juga memiliki anak seusia empat tahun yang membutuhkan perhatian. Firda, panggilannya. Selama ini, Firda tinggal bersama dirinya. Kalau ditinggal berlayar, maka tidak ada yang mengawasi Firda dan merawatnya dengan baik. Memang masih ada pembantu. Tapi Firda tidak bisa diserahkan kepada pembantu seratus persen.
Karena beberapa alasan itulah, akhirnya kuputuskan untuk menerima pinangannya. Di sela-sela hari libur, aku biasa menyempatkan diri main ke rumah Toni, sekadar melihat perkembangan Firda dan mengurus beberapa keperluan rumah tangga lainnya yang memang sudah diamanahkan kepadaku.
Nah, ketika aku sedang bermain ke rumah Toni, tiba-tiba Santi, mantan istrinya Toni menelepon. Entah, bagaimana mulanya, dia tahu bila aku telah bertunangan dengan Toni. Katanya, ia sempat merengek-rengek minta rujuk kembali. Tapi Toni tidak mau. 
Setelah dua bulan berlayar Toni minta cuti sebulan. Komunikasi tetap berjalan dengan baik, meski jarak kami berjauhan. Seminggu sebelum cuti, Toni menelepon. Tidak seperti biasanya, ia langsung melamarku. Ia ingin resepsi pernikahan dilaksanakan dua minggu lagi. Terhitung seminggu setelah masa cutinya.
Terkejut juga aku mendengarnya. Terus terang, aku belum siap menikah secepat itu. Sementara sebulan lagi, adikku juga menikah. Mereka sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Sementara permintaan Toni hanya terbersit dalam hitungan hari.
Aku sempat bimbang. Terlebih keluarga Toni belum menerima kehadiranku seratus persen. Mereka masih menginginkan Toni menyaring benar-benar siapa wanita yang hendak dinikahinya. Mereka tidak berharap kejadian yang dulu terulang lagi.
Ketika kuceritakan lamaran Toni kepada mama, mama menindaklanjutinya dengan shalat istikhoroh. Mama meminta yang terbaik kepada Allah untuk diriku. Selang beberapa hari kemudian, mama bermimpi tubuhnya Toni diselimuti sinar. Mimpi itu menjadi sinyal yang positif bagi mama dan diriku untuk menerima lamaran Toni.
Masalahnya, sebulan lagi adikku menikah dan dirayakan. Sangatlah tidak bijak, bila aku juga meminta hal serupa kepada orang tuaku. Karena itulah, kuputuskan untuk menggelar resepsi pernikahan yang sederhana. Akad nikah diselenggarakan di Masjid Jami’ di Jakarta Timur lalu dilanjutkan dengan tasyakuran sekadarnya di rumah dengan mengundang tetangga.

Pernikahan yang Tidak Seindah Bayangan
Ijab sudah dijawab. Pernikahan sudah disahkan. Seharusnya, aku berbahagia. Karena aku tidak lagi sendirian. Ada orang lain di sampingku yang siap berbagi dalam suka dan duka. Tapi masalahnya, semua itu seakan mimpi semu. Dalam kenyataannya tidaklah demikian. Dalam hitungan hari, rumah tanggaku mulai berantakan. Ada saja masalah yang membuatku kesal. Mas Toni, begitu aku memanggilnya, tidaklah berubah. Ia masih seperti yang kukenal dulu.
Masalahnya, dalam penglihatanku apapun yang dilakukan suamiku seakan salah dan salah. Di hadapan orang, kami kelihatan manis. Tapi kemanisan itu menyimpan bara.
Aku bersyukur, sebulan kemudian hamil. Aku berharap merasakan sesuatu yang berbeda dan sikap yang berbeda. Namun, yang kurasakan kebahagiaanku itu tidaklah sempurna. Aku merasa kurang diperhatikan. Aku yang ingin bermanja-manjaan dan diperhatikan, merasa selalu dicuekin. Karena itulah perjalanan rumah tanggaku tidak pernah sepi dari pertengkaran. Meski Mas Toni sedang berlayar dan komunikasi kami hanya via telepon pertengkaran senantiasa mewarnai kehidupan kami. Percakapan itu sering diakhiri dengan bantingan telepon.
Tiga bulan kemudian, aku mengalami peristiwa yang sangat tidak masuk akal. Waktu itu sekitar jam sepuluh pagi. Aku tiduran di kamar. Suara tv dan pembantu juga masih terdengar. Artinya aku masih terjaga. Tiba-tiba, entah bagaimana datangnya, ada seorang laki-laki ganteng. Sangat tampan. Belum pernah aku melihat seorang laki-laki setampan itu. Ia sudah berada di dalam kamarku. Tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Sosok itu berusaha memperkosaku. Aku berontak dan kemudian lari keluar.
Seminggu lamanya, aku menginap di rumah orang tuaku. Sampai kemudian, aku kembali ke rumah Mas Toni. Untuk kesekian kalinya, aku didatangi makhluk asing. Kali ini, sosoknya seperti yang divisualisasikan di tv. Badannya penuh bulu, bergigi runcing dan menyeramkan. Ia kembali berusaha memperkosaku. Aku berontak. Tapi dengan ringannya, ia meraih tanganku dan membanting tubuhku kembali ke kasur. Aku terus berontak dengan membaca surat-surat pendek yang kuhafal.
Sedemikian kuatnya perlawananku, sampai akhirnya kakiku terkilir. Terus terang, itu bukanlah ilusi. Karena aku juga merasakah hembusan nafasnya, cengkeraman tangannya.  Tiga kali hal itu terus berulang. Pada jam yang sama.
Ketika kuceritakan kepada Mas Toni, hasilnya, ia memanggil orang pintar ke rumah. Orang pintar itu bahkan sempat menginap. Katanya, jinnya ada dimana-mana. Ia juga mengatakan bila semua gangguan itu kiriman dari mantan istri Mas Toni. Padahal aku sendiri tidak bercerita apa-apa. Selanjutnya, ia memasang susuk berlian di wajahku. Sebenarnya, aku tidak mau, tapi Mas Toni sedikit memaksa agar aku mau memasangnya.  Aku juga dibekali dengan cincin permata untuk penjagaan.
Sejak itu, memang tidak ada lagi sosok ghaib yang ingin memperkosaku. Tapi tetap saja, keharmonisan rumah tanggaku masih jauh dari harapan. Pertengkaran demi pertengkaran menjadi pemandangan harian. Rasanya tidak nyaman, bila berlalu tanpa pertengkaran.

Puncak penderitaanku
Lima bulan setelah kelahiran anak pertama, aku hamil lagi. Genap lima bulan dari usia kehamilan, Santi yang sudah lama tidak terdengar beritanya menelepon. Kebetulan yang mengangkat sopir. Katanya, dia ingin berbicara denganku. Belum sempat aku mengucapkan sepatah kata, Santi langsung menyerangku dengan makian. Katanya, aku suka memukul anaknya. Aku tidak pernah memberi makan anaknya, kecuali kalau dia merengek dan masih banyak lagi ocehan lainnya.
Aku yang merasa tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan itu pun tak kuasa menahan diri. Makian itu kujawab dengan makian. Dia bahkan mengatakan, kalau aku tidak menikah dengan Mas Toni, aku tidak punya apa-apa. Aku akan tinggal di emperan pinggir jalan.
Hari itu Santi datang dengan saudaranya. Dia memaki-makiku lagi. Kalau tidak sedang hamil, mungkin sudah kuladeni dia berkelahi. Beruntunglah di waktu yang bersamaan, mama dan kakak perempuan Mas Toni bermain ke rumah. Mereka tidak tega melihat perlakuan Santi kepada diriku, sampai akhirnya mereka yang balik memaki Santi.
Pertengkaran itu pun diakhiri dengan ancaman. “Lihat deh Mar. saya bikin anak kamu lahirnya tidak benar,” katanya mengancam. Tidak hanya itu, ia juga mengusirku dari rumah. Katanya, aku tidak berhak tinggal di sana.
Sebagai seorang wanita yang memiliki harga diri, aku tidak sudi mendapat hinaan seperti itu. Siang itu juga aku pulang ke rumah orang tua. Dan kuputuskan untuk tidak lagi tinggal di rumah yang membawa petaka tersebut.
Malam harinya, aku tidak sadarkan diri. Mataku memang terbuka. Tapi aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku tergolek lemas di atas ranjang dengan air mata mengalir. Orang-orang yang menjengukku pada membaca surat Yasin. Mereka khawatir bila ajalku sudah diujung tanduk.
Mas Toni dihubungi. Dia langsung pulang naik pesawat. Alhamdulillah, kesadaranku semakin membaik. Kepada Mas Toni, kukatakan bila aku tidak mau tinggal di rumah tersebut. Aku lebih memilih untuk tingal di kontrakan. Setelah melalui proses negosiasi yang panjang, akhirnya rumah tersebut dialih namakan kepada anaknya Mas Toni dengan Santi. Dengan catatan mereka tidak lagi mengganggu kehidupan keluargaku.
Setelah pindah ke kontrakan, aku terheran-heran, kok Mas Toni berubah sekali. Ia jauh lebih perhatian. Aku pun merasa tentram, nyaman. Rasanya beda sekali. Dulu yang tiap hari bertengkar, setelah pindah seminggu sekali juga belum tentu.
Dari sejak pertengkaran itu, perkembangan anak keduaku terhenti. Entahlah, apakah karena ancaman itu lalu aku stress atau karena sihir atau apa. Yang jelas, dokter sudah menyarankan agar aku harus makan yang banyak. Semua saran dokter sudah kuturuti, tapi tetap saja tidak ada perubahan. Sampai akhirnya anakku lahir dalam kondisi yang tidak baik. Bentuk kepalanya belum sempurna. Lambungnya kotor. Beratnya pun hanya dua kilo.
Dua hari kemudian aku baru diizinkan melihatnya di incubator. Saat itu aku sudah pasrah, “Ya Allah, kalau memang mau diambil, ambil saja.” Aku tidak tega melihatnya. Semua yang ada di badannya itu alat. Hidung dan mulutnya dipasang selang, sementara jarum infus masuk ke kepalanya.

Pertemuan Dengan Ruqyah Syar’iyyah
Sejak perselisihan Mas Toni dengan Santi memperebutkan rumah yang di Bekasi, Jawa Barat, aku merasakan adanya keanehan dalam diriku. Aku merasakan sakit yang berpindah-pindah. Aku pernah mengalami pendarahan yang parah, hingga demam tinggi sampai 40 derajat. Aku sempat dibawa ke rumah sakit. Anehnya, semua hasil tes laboratorium hasilnya negatif.
Beberapa orang pintar sempat kudatangi atau dipanggil ke rumah,tapi tidak ada hasil yang memuaskan. Sampai kemudian, teman menyaranku mengikuti terapi ruqyah syar’iyyah dari Majalah Ghoib.
Ketika diruqyah Ustadz Yasin, aku menangis. Badanku terasa gerah. Setelah diruqyah, aku merasakan adanya perubahan di wajahku. Bukannya membaik, tapi ada rona hitam di wajah. Wajahku memburuk. Bola mataku memerah. Yang terbayang saat itu, aku akan cacat seumur hidup.
Terus terang yang ada dalam hati adalah pandangan negatif tentang ruqyah.  Lho kok setelah diruqyah mukaku jadi hancur. Tapi setelah menjalani terapi ruqyah yang kedua, aku bersyukur, rona hitam di wajahku berangsur-angsur menghilang. Kehidupan keluargaku pun kembali normal seperti biasa.