Hukum Terapi Ruqyah Jarak Jauh
(Graha Ruqyah Tempat Ruqyah Syar’iyah yang Recommanded)
Ust. Hasan Bishri, Lc. (Praktisi Ruqyah Syar’iyah Indonesia )
08158167874 / 087874151924
08158167874 / 087874151924
Muqoddimah
Bismillah wal Hamdulillah. Sebelum kita menjawab tentang hokum ruqyah jarak jauh, kita harus pahami makna ruqyah secara benar, agar kita tidak salah presepsi atau salah pengertian. Ruqyah menurut bahasa adalah bacaan, mantra atau jampi-jampi. Makna ruqyah secara bahasa ini ada dua macam. Yaitu ruqyah syar’iyah (Islami) dan ruqyah syirkiyah (tidak Islami alias bernuansa syirik). Karena bacaan atau mantra itu ada yang maknanya sesuai dengan syari’at Islam, ada yang malah bertentangan.
Adapun ruqyah menurut istilah syari’at Islam, adalah “Bacaan yang terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah yang shahih, untuk memohon kesembuhan kepada Allah dari gangguan yang ada, atau memohon kepada-Nya perlindungan dari kejahatan yang akan datang atau yang dikhawatirkan.” Inilah definisi ruqyah secara istilah yang sesuai syari’at Islam atau jenis praktik ruqyah yang dibolehkan oleh Rasulullah.
Ruqyah dalam pengertian bahasa sudah ada sejak zaman dahulu, sebelum diutusnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, bahkan ada yang mengatakan bahwa keberadaan ruqyah itu seiring dengan keberadaan manusia di bumi ini. Dalam suatu hadits dijelaskan bahwa Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam meruqyah kedua cucunya (Hasan dan Husein radhiyallahu ‘anhuma) dengan ruqyah yang pernah dibaca oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saat beliau meruqyah kedua anaknya (Isma’il dan Ishaq ‘alaihimas salam).
Ruqyah dan Do’a
Ruqyah kalau yang syar’iyah berarti sama dengan do’a. karena dengan bacaan ruqyah itu, si peruqyah berdo’a atau memohon kesembuhan atas penyakit dirinya atau penyakit orang lain akan datangnya kesembuhan dari Allah. Tapi kalau dilihat dari pelaksanaannya serta momentumnya, ruqyah lebih khusus daripada do’a. karena do’a itu lebih umum dan lebih luas pengertiannya daripada do’a.
Sehingga dalam kitabnya, Syekh Ibnu Taimiyah rahimahullahmenyebutkan bahwa ruqyah itu lebih khusus daripada do’a: “Ruqyah artinya memohon perlindungan. Al Istirqa’ adalah memohon dirinya agar diruqyah. Ruqyah termasuk bagian dari doa.” (Kitab Majmu’ul Fatawa: 10/ 195).
Syekh Nashiruddin al-Albani rahimahullah mendefinisikan Ruqyah sebagai berikut: “Ruqyah adalah do’a yang dibaca untuk memohon kesembuhan yang terdiri dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih. Sedangkan apa yang bisa dibaca oleh seseorang yang terdiri dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak jadi ada unsur kekufuran dan kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah yang dilarang.” (Kitab Dhaif Sunan Tirmidzi: 231).
Jadi kalau ruqyah diartikan secara lebih luas berarti do’a. Dan dalam mendoakan orang, kita bias mendoakannya dari jarak dekat atau dari jarak jauh. Bahkan doa jarak jauh yang tidak diketahui oleh orang yang kita doakan itu lebih mustajab atau lebih ampuh, karena itu termasuk do’a ‘an zhohril ghoib seperti yang dikatakan Rasulullah dalam haditsnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Do’a seorang muslim untuk saudaranya yang tidak hadir (tanpa sepengetahuannya, pen.) adalah mustajab, di atas kepalanya ada malaikat. Setiap dia berdo’a untuk saudaranya dengan kebaikan, malaikat yang diutus itu berkata: ‘Amin, dan bagimu sepertinya (seperti orang yang didoakan, pen.).” (HR. Muslim).
Tapi aktifitas meruqyah itu lebih khusus dari aktifitas berdo’a, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Sehingga tata cara pelaksanaannya juga ada perbedaan disamping ada banyak kesamannya juga. Dianatara perbedannya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamtidak pernah melakukan terapi Ruqyah jarak jauh, atau tidak berinteraksi langsung dengan orang yang sedang diruqyah.
Metode Rasulullah Meruqyah
Bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meruqyah orang lain, entah itu keluarganya atau shahabat-shahabatnya yang datang kepada beliau untuk minta diruqyah? Beliau meruqyah mereka dengan interaksi langsung, bertemu dan bertatap muka, face to face. Bahkan terkadang beliau meniup orang yang beliau ruqyah atau memukulnya. Kalau kita melakukan ruqyah jarak jauh, tentu kita tidak bisa mengikuti apa yang telah beliau contohkan. Lalu ruqyah kita ngikuti siapa kalau tidak ngikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Mari kita simak beberapa riwayat berikut. Aisyah rodhiyallohu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila ada keluarganya yang sakit, maka beliau meniupnya dengan membaca al-Mu’awwidzat(surat-surat perlindungan). Dan ketika beliau sendiri sakit saat menjelang kematiannya, maka akulah yang meruqyahnya. Lalu aku tiupkan ke tangan beliau, dan aku usapkan ke badan beliau, karena tangan beliau lebih besar berkahnya daripada tanganku. (HR. Muslim).
Dalam sebuah riwayat shahih diceritakan: Ketika shahabat beliau yang bernama ‘Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallohu’anh, yang telah beliau tugaskan sebagai seorang Da’i (muballigh) di daerah Thoif datang ke Madinah, beliau heran dan bertanya-tanya akan perihal kedatangannya. Beliau bertanya, “Kamu Ibnu Abil ‘Ash?’ Aku menyahut, ‘Ya, wahai Rasulullah!’
Beliau bertanya lagi, ‘Apa yang membuatmu datang ke mari?’ Aku menjawab, ‘Wahai Rasulullah aku mengalami suatu gangguan dalam shalatku, sehingga aku tidak tahu bacaan shalatku’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Itulah syetan, mendekatlah ke mari’. Maka aku pun mendekat kepadanya, dan aku duduk di atas kedua telapak kakiku. Beliau memukul dadaku dengan tangannya, dan meludahi mulutku seraya berkata, ‘Keluarlah hai musuh Allah!’ Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Ibnu Majah, no. 3538).
Saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Utsman bin Abil ‘Ash sebagai juru dakwah ke Thaif, dan jarak antara Madinah ke Thaif sekitar 500 Km. saat Utsman mengalami gangguan syetan, dia tidak hanya nulis surat ke Rasulullah lalu minta diruqyah jarak jauh, tapi dia dating menjumpai Rasulullah di Madinah. Begitu di hadapan Rasulullah, dia diminta Rasulullah untuk lebih dekat lagi, sehingga tangan Rasulullah bisa menyentuh dadanya sehingga beliau bisa memukulnya. Itulah metode Rasulullah saat meruqyah shahabatnya.
Begitu pula metode Rasulullah saat meruqyah keluarganya, seperti yang diceritakan Aisyah dalam hadits di atas. Posisi Rasulullah dengan yang diruqyah sangat dekat, sehingga beliau bisa meniup keluarganya yang sedang diruqyah, bukan dengan jarak beberapa meter anatar keduanya, apalagi jarak jauh. Dan Aisyah juga melakukan hal yang sama saat meruqyah Rasulullah, jaraknya dekat, bahkan sangat dekat, sehingga bisa meniup tangan beliau lalu mengusapkannya ke tubuh beliau sendiri.
Ruqyah Jarak Jauh
Meskipun dewasa ini telah banyak peruqyah melakukan ruqyah jarak jauh, via telephon, skipe, jaringan 3 G, telekonfren, telepati, via photo, via baju pasien, via helai rambutnya, atau via media tekhnologi dan mistik sejenisnya. Alasan mereka biasanya adalah memanfaatkan fasilitas tekhnologi yang ada. Atau karena keterpaksaan dan ketidakmungkinan untuk bertemu pasien secara langsung. Bahkan ada yang berdalih bahwa dengan metode ruqyah jarak jauh, katanya banyak pasien mereka yang sembuh.
Saudaraku yang dirahmati Allah, kesembuhan itu bukan wewenang kita tapi wewenang Allah. Kita tidak boleh menjadikan kesembuhan pasien sebagai legalitas akan bolehnya (baca; halal) metode kita dalam mengobati pasien. Karena kalau itu standarnya, maka suatu hukum akan rusak dan kabur parameternya. Lihat, banyak pasien dukun yang sembuh, banyak klien paranormal yang berhasil, banyak koruptor yang kaya raya. Yang kita lihat bukan hasil, tapi mekanisme kerja kita dalam melakukan pengobatan (meruqyah). Sudahkah sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Agar ruqyah kita termasuk ruqyah yang syar’iyah.
Setahu penulis, tidak ada satu dalil pun –baik dari al-Qur’an atau al-Hadits- yang membolehkan terapi ruqyah jarak jauh. Sebagaimana tidak ada satupun ruqyah yang dicontohkan Rasulullah dengan jarak jauh. Justru sebaliknya, ruqyah yang dicontohkan Rasulullah adalah jarak dekat atau interaksi langsung. Sehingga bisa mengetahui kondisi pasien. Kalau perlu ditiup, kita tiup. Kalau perlu ditepuk-tepuk punggungnya, kita tepuk. Kalau perlu ditekan bagian sarang syetan mangkal, kita tekan. Kalau perlu ditiup atau disembur, kita tiup. Atau tindakan lainnya yang pernah dilakukan Rasulullah saat meruqyah.
Kesimpulan
Jika kita perhatikan dalil-dalil di atas. Bisa kita simpulkan bahwa ruqyah jarak jauh tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kecuali darurat sebagai pertolongan pertama, karena hasilnya kurang maksimal. Seharusnya kita tidak boleh melakukannya, kalau kita mengaku ruqyah kita adalah ruqyah syar’iyah. Justru yang sering mencontohkan ruqyah (baca; pengobatan) jarak jauh adalah para dukun, paranormal yang selama ini lebih dikenal sebagai antek-antek syetan. Jin (syetan)-lah yang jadi mediator antara si pengobat dan si pasien yang jaraknya berjauhan. Wallohu a’lam.
0 comments:
Post a Comment