Sunday, March 31, 2013

Koin 500 dan 200 Berada di Lambung

Koin 500 dan 200 Berada di Lambung

 
"Pasien merasa sakit di bagian ulu hati, dan dikira hanya sakit maag biasa. Setelah di cek ke dokter, ternyata harus dirawat. Seminggu berlalu tidak ada perubahan yang signifikant, lalu dilakukan indoskopi dan ternyata diketemukan 2 buah koin (500 dan 200) yang menempel pada lambungnya."


  Pengangkatan koin pun dilakukan. Pasien hanya diberikan bius sebagian. Saat koin ditarik pelan. Pasien kesakitan dan tidak bisa bernafas, dan menurut pengakuan hampir meninggal. Tim medis pun membius total yang pada akhirnya bisa tertarik. 

   Hasilnya, 2 buah koin yang kotor, karatan seperti dari tempat sampah. Pasien saat ditanya mengaku pernah tertelan atau bermain-main koin di dalam mulut. Selesai pengangkatan ternyata tidak membuat pasien terasa nyaman Masih terasa berat dan pusing. Akhirnya Ustadz Achmad Junaedi pun menterapi Ruqyah Syar'iyyah dan Alhamdulillah keluhan pusing dan sakitnya hilang". 

   Alhamdulillah, semoga kita bisa memetik hikmah dari kejadian. Jika diketemukan hal yang diluar nalar atau tidak lazim, segera konsultasikan kepada Ustadz yang konsen dalam bidang penyadaran tauhid.

Syetan Takut Sama Gunting?

Syetan Takut Sama Gunting?
Senin, 01 April 2013 / 20 Jumadil Awwal 1434 H

 
    Katanya, gunting atau peniti yang dibawa oleh ibu hamil, dan gunting yang diletakkan di bawah alas tidur bayi, bisa menjaga seorang ibu dan janinnya atau bayi yang baru lahir dari gangguan syetan. Menurut mereka yang mempercayai hal itu, katanya; karena syetan takut kepada gunting, peniti, atau benda-benda tajam.

     Realita sebagian masyarakat, biasanya ibu muda yang baru hamil atau yang sedang menyusui anak dianjurkan oleh orang-orang tua untuk membawa gunting ketika keluar rumah atau ketika buang hajat.

   Kepercayaan seperti itu telah menjadi tradisi turun temurun di sebagian masyarakat kita. Baik di pedesaan maupun di perkotaan. Bahkan di beberapa tempat, hal itu masih lazim terjadi sampai saat ini.

     Lalu timbul pertanyaan. Mengapa harus gunting? Bisakah posisinya digantikan oleh benda tajam lainnya seperti pisau, golok, clurit atau bahkan senjata api?

    Diantara mereka ada yang mengatakan, bahwa karena gunting mudah dibawa, digembol (dimasukkan) ke dalam baju. Sedang pedang atau clurit itu kebesaran.

    Bagi kalangan muslim, kepercayaan seperti itu tentu tidak benar. Apalagi, bila kepercayaan itu bersumber atas dasar “Katanya”.

    Dalam pandangan Syari’at Islam, sekali lagi, ini masuk ke dalam permasalahan syirik. Karena telah meyakini suatu benda bisa mendatangkan manfaat atau madharat dalam hal apa-apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah.

     Sementara bila alasannya adalah untuk melestarikan apa yang telah diajarkan para pendahulu kita, maka sebagai muslim, parameter yang harus dipakai adalah kitab Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Artinya, bila sesuatu itu dibenarkan oleh keduanya, maka kita ikuti. Bila tidak, harus ditinggalkan. Apalagi sampai ke tingkat kemusyrikan.

    Selain itu, membawa gunting atau peniti bagi ibu hamil atau ibu yang sedang menyusui justru bisa berbahaya bagi sang ibu, atau bagi sang bayi itu sendiri. Alih-alih mau selamat, bisa-bisa justru sebaliknya.

    Sebab, seorang ibu hamil tentu mengalami kepayahan, demikian juga ibu yang menyusui. Dalam kondisi itu sangat berbahaya kalau tiba-tiba gunting yang dibawanya justru melukai dirinya sendiri. Demikian juga peniti yang ia bawa. Akhirnya, secara duniawi celaka, secara agama bisa terjebak ke dalam kemusyrikan.

    Maka tetap waspadalah dengan segala susuatu yang sumbernya hanya “katanya”. Kalau memang perlu membawa gunting untuk dipakai kebutuhan tertentu, sah-sah saja. Tetapi jangan sampai ada keyakinan kemusyrikan dibaliknya. Justru, syetan semakin senang melihat manusia yang menggantungkan keselamatannya kepada gunting, dan ia bukannya malah takut kepada gunting itu.

    Tegakah seorang ibu menodai diri sendiri dan belahan hatinya, yang masih di perut maupun yang sudah lahir dengan amal-amal yang musyrik? Rasulullah pernah mengingatkan, “Barangsiapa menggantungkan keselamatanya kepada sesuatu, maka Allah akan menyerahkan dirinya kepada apa yang ia bergantung kepadanya itu.”

Waspadalah …

Thursday, March 28, 2013

JIN BUDHA MASUK ISLAM

 Dikisahkan oleh : Asep Wahyudin

Teman wartawan koran republika, sedikit menulis cerita pengalaman saya. Pada tahun 2002, berikut ceritanya...

Judulnya : JIN BU**A MASUK ISLAM

Tak sulit bagi Asep Wahyuddin untuk membedakan apakah
isterinya sedang kesurupan atau tidak. Pasalnya, sudah
lebih dua tahun Tan Sun Fang, isterinya yang keturunan
Tionghoa, bertingkah yang aneh-aneh mulai dari
marah-marah, menendang, sampai berupaya mencekik
lehernya. Seisi rumah dan tetangganya, di wilayah
Bogor, pun sering disibukkan mencari cara untuk
menghentikan ulahnya yang selalu kasar.


Tapi, Jum'at malam itu (12/4), sang isteri yang biasa
dipanggil Apong, bertingkah lain lagi. Tidak seperti
biasanya, ia tiba-tiba mengajak Wahyu, suaminya,
berdebat. "Ruh yang masuk ke dalam isterimu selama ini
adalah iblis," katanya dengan suara kekanak-kanakan,
suara yang lain dari Apong yang sebenarnya. Mendengar
itu, Wahyu curiga jangan-jangan isterinya kini
kerasukan lagi. "Dia jin yang mengaku-ngaku Dewi Kwan
Im," suara dari mulut Apong , mengundangnya berdebat.

Wahyu kini semakin yakin wanita yang berada di
depannya tak lagi berujud sebagai isterinya. Untuk
meyakinkan dirinya, dia mencoba mendekatkan telapak
tangannya ke tubuh isterinya sambil membaca ayat-ayat
al-Quran, surat an-Nas. Tak ada reaksi. Dia lalu
memegang ubun-ubun isterinya sambil membaca ayat Kursi
secara perlahan-lahan. Tangan Apong menepis, yang
meyakinkannya, seperti pada hari-hari sebelumnya,
bahwa wanita itu telah kerasukan lagi.

"Saya tidak tahu kamu ini bangsa apa," tutur Wahyu,
29, lulusan sekolah komputer di Jakarta. "Tapi saya
punya keyakinan seperti banyak dikatakan orang, kamu
pasti utusan Bu**a. Apakah Bu**a memang mengajarkan
orang berbuat jahat?" Mendengar itu, Apong yang
kerasukan menjawab kasar, "Kamu bego, mau ditipu oleh
iblis! Kamu bego!" Wahyu lalu menasehatinya supaya tak
terus-menerus mengganggu orang. "Kamu pulanglah,"
pintanya, seraya meminta ayah-ibunya yang tinggal
bersama mereka untuk membantunya melepaskan Apong dari
kesurupan dengan membacakan ayat-ayat al-Quran dari
surat al-Kafirun dan al-Nas.

Hanya saja hal aneh terjadi lagi. Kala subuh, Tan Sun
Fang yang biasanya rajin salat berjamaah di rumah,
tiba-tiba sulit dibangunkan. Namun begitu bangun dari
tidurnya, wanita berputera satu itu langsung menggelar
sajadah, masih dengan pakaian tidurnya. "Ajari saya
sembahyang," pintanya pada Wahyu yang langsung sadar
bahwa istrinya kini 'bukan isteri saya' yang biasanya.
Wahyu menyuruhnya mengambil mukenah, yang kemudian
dikenakannya secara salah.

Usai berwudhu', Wahyu kembali ke ruang salat, sebuah
tempat yang sempit di sudut rumahnya, seraya melipat
kasur yang biasa dipakainya tiduran. Wanita tadi, yang
masih berdiri, mengikuti langkahnya dengan menggulung
sajadah, mengira itu bagian dari prosesi sembahyang.
Wahyu pun menghadap kiblat setelah memintanya
mengikuti setiap gerakan salatnya.

Selepas mengucap salam tanda usai salat, si wanita
tiba-tiba berkata, "Terima kasih," dengan suara lirih.
Lalu tubuhnya luruh ke lantai. Sambil memegang tangan
kanan Wahyu, ia menyatakan permohonan maafnya atas
segala perbuatan jahatnya selama ini. "Namaku Suan
Su," akunya ketika ditanya identitasnya. "Saya
sebenarnya suruhan Su*i Cend***asih," tegasnya lagi.
Tugasnya adalah mengganggu hingga Apong murtad dari
Islam.

Karena mengaku belum bisa salat, Wahyu menuntunnya
membaca dua kalimat syahadat dulu. "Jadi, saya
sekarang sudah Islam, ya," kata Suan Su lewat mulut
Apong. Ia pun minta diajari membaca surat al-Fatihah
sebagai bacaan wajib dalam salat, dan apa saja ajaran
Islam yang dapat dilaksanakan sesuai kemampuan .
Ketika ditanya dia bangsa apa, Suan Su mengaku
terus-terang dirinya adalah bangsa jin yang selama ini
diperintah oleh pendeta Su*i Cen****wasih untuk
menggoda musuh-musuhnya.

Nama yang disebut terakhir adalah seorang pendeta
Bu**a di Palembang, tempat dulu Tan Sun Fang menjadi
aktivis sebelum kemudian masuk Islam atas bimbingan
Wahyu. Sambil bekerja sebagai petugas teller di Bank
Pikko (dulu Bank Raharja Makmur), wanita yang fasih
berbahasa Mandarin itu merupakan salah seorang pencari
donatur paling aktif untuk Vih*ra Mai*reya, Palembang.
Bahkan, ia sempat menjadi pembantu foyen yang bertugas
menyebarkan agama Bu**a di wilayah Tobuali, Bangka.

Suatu hari di tahun 1999, Wahyu ditugaskan atasannya
di Bank Pikko pusat (Jakarta) terbang ke Palembang,
untuk membenahi sistem informasi di kantor cabang,
yang sedang dibenahi menyusul krisis ekonomi yang
melanda dunia perbankan nasional. Di situlah ia
bertemu Tan Sun Fang, yang di antara kawan-kawannya
sekantor dikenal sebagai Ida Surya. Meski berasal
dari Bandung, Wahyu tak canggung untuk menjalin cinta
kasih dengan seorang perempuan keturunan Tionghoa.

Setelah berpacaran selama satu tahun, dan menghabiskan
sebagian besar gajinya untuk melakukan komunikasi
melalui telepon interlokal dari Jakarta ke Palembang,
Wahyu pun menikahi kekasihnya pada Mei 2000, di
hadapan penghulu. Tan Sun Fang telah masuk Islam jauh
hari sebelumnya, sesudah melalui serangkaian diskusi
dengannya tentang kesamaan dan perbedaan antara Islam
dan Bu**a. Tak lama kemudian salah seorang adiknya
dari delapan bersaudara juga mengikuti jejaknya,
meskipun ia dikaruniai umur lebih pendek dari dirinya.

Namun, masuk Islamnya Tan Sun Fang harus dibayar
mahal. Pada mulanyai ia tiba-tiba berubah dari wanita
yang penuh keibuan menjadi perempuan yang keras. Ia
pernah marah-marah minta diceraikan, tanpa alasan
jelas. Syukurlah Wahyu sanggup mengatasi badai awal
yang melanda perkawinannya. Hari-hari berikutnya
adalah hari yang lebih sulit. Hampir setiap saat ia
harus menjaga isterinya yang sedang hamil, dari
kemungkinan serangan, entah dari makhluk apa, yang
membuatnya bertingkah aneh-aneh bahkan bertindak
kasar.

Tentu saja Wahyu sekeluarga tak tinggal diam. Ia,
dibantu para tetangga, mencari segala macam cara dan
pengobatan bagi isterinya yang tiba-tiba, ketika
sedang diserang, menolak segala jenis makanan. "Banyak
orang bilang, isteri saya diserang oleh jin Bu**a,"
katanya. Jika berada dalam kondisi biasa, Tan Sun Fang
bersikap seperti layaknya seorang ibu. Sebaliknya bisa
sudah muncul sedikit amarah di hatinya, ia langsung
diserang, air mukanya berubah penuh amarah, terkadang
berontak bila ada orang yang berusaha menyentuhnya.

Selama dua pekan terakhir, sudah tak terdengar lagi
suara ribut-ribut dari rumah kontrakan sederhana yang
pintunya ditunggui burung kakak tua yang rajin menyapa
para pedagang yang lewat di situ. Terakhir Suan Su
datang lagi merasuk ke tubuh Apong yang sedang
mendengar terjemahan al-Quran surat Al-Jin yang
dibacakan Wahyu. Ia minta ikut salat berjamaah di
musalla belakang rumah. Dari perbincangan dengannya,
Wahyu mengetahui jin itu perempuan, berasal dari
Pelembang, dan umurnya 124 tahun -- jin konon kawin
kala berumur 170 hingga 200 tahun.

Si jin juga sempat bertanya mengapa orang Islam
menghadap Kiblat. Dijelaskannya bahwa Kiblat adalah
arah di mana terdapat Baitullah, yakni di Mekkah.
"Pergilah kamu ke sana, belajar Islam," Wahyu
menyuruhnya, seraya mengambil globe besar yang
dimilikinya. Ketika datang lagi merasuki tubuh Apong
keesokan harinya, Suan Su bertanya, "Kok salat di
Makkah lama sekali, ya?" seraya mengaku dirinya telah
bertemu dengan sejumlah jin Islam di sana, di
antaranya yang laki-laki bernama Mustofa. Saat disuruh
memindahkan tasbih yang dipegang Wahyu, ia mengaku tak
bisa karena dunianya berbeda dari alam nyata.

KH Jamaluddin Kaffie, pimpinan Pengajian Zikir dan
dosen di Pesantren Al-Amien Prenduan yang sepuluh
tahun terakhir bergelut dengan dunia jin, tak
menafikan pengalaman Wahyu sekeluarga. Disebutnya,
perlu pertahanan diri yang cukup kuat agar seseorang
bisa menguasai jin, apalagi hingga berhasil
mengajaknya masuk Islam. Dalam kehidupan sehari-hari,
Wahyu maupun Apong memang rajin membaca al-Quran,
selain berpuasa di hari-hari menjelang krisis yang
seringkali diketahuinya melalui mimpi. "Masih perlu
waktu dan pertahanan lebih kuat lagi, kalau diinginkan
jin itu tak merasuk ke tubuh seseorang, dan bisa
disuruh-suruh," kata Kyai Jamal.

Namun, Wahyu tak ingin bertindak lebih jauh, misalnya
sampai isterinya meneken kontrak kerjasama dengan Suan
Su sehingga mereka saling terikat satu sama lain. Ia
sudah merasa bangga bisa mempertahankan keutuhan rumah
tangganya, apalagi bisa membantu isterinya bertahan
dari segenap gangguan dan serangan musuh-musuh agama.
"Kami hanya berdoa, jika Suan Su benar-benar jin, dia
bisa menyebarkan Islam di kalangan bangsa jin yang
berada di luar jangkauan dakwah kita," tutur Wahyu
yang belakangan ini bekerja sebagai programer lepas di
beberapa perusahaan dan lembaga swasta.

Mengatasi Jin Tuli, Buta & Dungu

Ditulis oleh NAI

Kadang ada jin (dlm tubuh manusia) yang ketika disiksa hanya meringis, tidak melawan dan tdk keluar kata apapun dimulutnya. Sedahsyat apapun upaya kita. Dlm kondisi ini peruqyah harus cerdas, mungkin mulut dan telinga atau bahkan mata jin itu di kunci dukun jahat agar tdk memberi informasi apapun kepada siapapun kemudian diikatkan dg buhul.

Solusinya; bacakan Al Fatihah dan al Falaq tiupkan ke telapak tangan lalu usapkan. Niatkan sebagai syifa atau penyembuh utk jin tsb. Hasilnya insya Allah biasanya seketika jin bicara dan bahkan berterimakasih.­

Tehnik ini bsa juga diaplikasikan untuk menyambungkan kembali tangan atau kaki jin (yg sudah bertaubat) yg sebelmnya dimutilasi oleh kita (baca al fatihah atau ayat syifa lain). Tentunya dg memohon kepada Allah, tangan atau kaki jin yg sudah di putus itu tersambung kembali.

Rekaman video ada dikantor Rehab Hati.
Alhamdulillah, ilham ini turun saat ana meruqyah. Dan terbukti sangat baik, rata-rata jin nya masuk islam dan memuji kebesaran Allah dg histeria.

Selamat Buktikan
Nai

Presentasi Ruqyah Syar'iyyah part 2




Masih bingung apa itu ruqyah? Takut diruqyah? apa sich ruqyah itu? membedakan antara ruqyah syar'iyyah dan syirkiyyah? Daripada tambah bingung, tonton dulu 'Presentasi Ruqyah Syar'iyyah Part 2' Berikut ini.
***

Kunjungi kami di

www.rumahruqyah.com

Informasi dan Free Konsultasi Online:

WA 081282171204,  pin Bb 2901EE02 (Only Chatting)

Hotline Service: 021- 8087-2602, 0851-0503-5459


***

Kunjungi kami di

www.rumahruqyah.com

Informasi dan Free Konsultasi Online:

WA 081282171204, pin Bb 2901EE02 (Only Chatting)

Hotline Service: 021- 8087-2602, 0851-0503-5459

Wednesday, March 27, 2013

Anak Saya Korban Was-was Syetan

Anak Saya Korban Was-was Syetan
Kamis, 28 Maret 2013 /  16 Jumadil Awwal 1434 H

   
 Anak melawan orangtua? Nampaknya sulit dipercaya. Tapi demikianlah kenyataannya. Berbagai media memberitakan kekerasan yang dilakukan seorang anak kepada orangtuanya. Bahkan ada yang tega membunuh orang yang telah melahirkan dan membesarkannya.

     Naudzubillah. Namun sayang, tidak banyak orang yang mengaitkan kenakalan anak itu dengan jin. Hingga penyelesaiannya pun berlarut-larut. Padahal, sangat dimungkinkan kenakalan anak itu akibat gangguan jin dalam dirinya. Meski dengan alas an yang berbeda-beda.

     Seperti kisah Ibu Han. Bertahun-tahun ia harus mengepel, mencuci, atau mengelap buku anaknya tanpa alasan yang jelas. Ibu Han menuturkan kisahnya kepada Majalah Ghoib di rumahnya.

     Di pinggiran Jakarta Selatan, saya memilih sebuah komplek perumahan sebagai tempat melabuhkan harapan. Disebuah rumah yang sederhana tipe 50. Halamannya rindang. Ditumbuhi bunga dan pohon mangga. Efektif untuk menahan sinar matahari menembus rumahku.

    Komplek perumahan ini berada di lingkungan yang asri, jauh dari polusi ibukota yang kian menyesakkan dada. Dari sini saya ingin membangun surga bersama Mas Riko, pemuda pilihanku. Kami ingin mewujudkan impian setiap insan yang telah menyempurnakan separuh agamanya.

    Waktu terus merambat. Jalinan kasih kami melahirkan dua anak lelaki. Rian dan Dino. Anak-anak yang manis dan lucu. Rian bermata bulat. Sedang Dino berkulit kuning. Badannya lebih atletis dari kakaknya.

    Hari demi hari kureguk kebersamaan dengan orang-orang yang kucintai. Kehadiran anak-anak dalam dunia kami menambah kebahagiaan ini. Dunia terasa lengkap oleh celoteh dan keluguan mereka.

     Waktu terus merangkak tanpa bisa dihentikan. Anak pertama saya telah duduk di bangku SMA. la memilih tinggal bersama neneknya yang tidak perlu naik mobil untuk sampai ke sekolah. Saya bersyukur, Rian diterima di SMA unggulan di Jakarta. Tinggallah Dino yang mengisi keseharianku.

     Suatu siang di tahun I998, ada sedikit kelucuan di tengah rumah tangga saya. Dino yang menginjak usia sembilan tahun mengingatkanku pada kenangan masa kecilnya. Saat ia merajuk atau merengek lantaran berebut mainan dengan kakaknya.

     Siang itu, bukan mainan yang ia perebutkan. la melarang bapaknya duduk di kursi yang bersandar di sudut ruang tamu. Tidak ada yang istimewa di kursi itu. Itu hanya kursi biasa. Terbuat dari kayu jati. Tidak berbeda dengan kursi-kursi lainnya.

     “Bapak jangan duduk di situ. Itu kursinya Dino,” selanya kepada Mas Riko. Mas Riko mengalah demi memuaskan anaknya. la beralih ke kursi di sebelahku. Memang, selama ini tidak ada larangan bagi siapapun untuk duduk di sana. Tapi bagi Dino, hari itu adalah awal dari perbedaan. Kursi di pojok ruang tamu itu hanya dia yang boleh menempatinya.

     Awalnya, Saya dan Mas Riko menganggap itu sebuah lelucon. Tapi kian hari, benda yang tidak boleh disentuh orang lain bertambah. Bantal, tempat tidur, atau benda-benda lainnya. Naluri kewanitaanku berbicara.

      Ada sesuatu yang terjadi pada anak bungsuku. Apakah itu? Mas Riko menggeleng saat kutanya. la belum menemukan jawabannya. Kecemasan tergambar jelas di wajahnya yang lelah seharian bekerja. Saya terdiam. Sampai detik itu, hanya kehampaan yang kutemukan. Tidak ada jawaban yang pasti untuk masalah ini.

     Selang tiga bulan dari kepulanganku dari tanah suci bersama Mas Riko, Dino minta dikhitan. “Ma, Dino mau dikhitan dong! Teman-teman juga pada khitan,” katanya sambil menggelendot manja di pundakku. Hatiku bergetar. Kegembiraan menyelimuti relung hatiku. Laksana disiram air yang sejuk. “Boleh, Dino maunya kapan?” tanyaku balik. “Nanti, pas liburan sekolah saja ma,” jawabnya enteng.

     Sehari sebelum acara khitanan, saya mengundang tetangga dalam acara tasyakuran. Meski penghuni komplek berasal dari berbagai daerah, namun hubungan kekeluargaan di antara kami cukup kuat. lbu-ibu sampai meluber ke halaman depan. Kala undangan berpamitan, kupanggil Dino untuk menyalami mereka.

     Dino tidak mau. la memilih ngumpet di kamar. Kubujuk Dino agar mau menemui ibu-ibu, tapi ia bergeming. La malah lari ke kamar mandi dan mengunci diri. Cukup lama Dino di sana. Saya dan Mas Riko bergantian membujuknya. Tapi sia-sia belaka.

     Dino tidak mau keluar. Saya pun meminta maaf pada tetangga bahwa Dino sedang di kamar mandi. Terus terang, saya merasa tidak enak kepada mereka, tapi apa mau dikata. Dino masih anak-anak.

    Keesokan harinya, Dino kembali berulah. Ia yang semula minta dikhitan, kini enggan dibawa ke dokter. “Nggak mau. Nggak mau. Saya nggak mau khitan,” katanya dengan nada keras dan mata memerah.

    Kami heran, apa sebenar terjadi nyadengan anak bungsuku? Saya paham sifat Dino. Namun kejadian beberapa hari itu membuatku bertanya-tanya. Adakah yang salah dalam diriku? Mengapa anak bungsuku bisa berubah?

     Untunglah Dino masih mendengarkan rayuan kakeknya, hingga acara khitanan tetap dilangsungkan.Kami sekeluarga merasaa malu bila batalkan.Karena undangan sudah tersebar kemana-mana.

Anakku Memintaku Melakukan Hal-hal yang Tidak Masuk Akal

    Niat mulia untuk membangun rumah menjadi surga tak semudah yang kubayangkan. Saya memang bukan tukang sulap. Bukan pula tukang sihir. Dengan ‘bim salabim’ lalu tercapailah keinginanku. Ujian demi ujian harus kulalui. Apakah Saya memang layak menggapainya atau harus gugur di tengah jalan. Ujian terberat justru datang dari darah dagingku sendiri.

    Kian hari, sifat Dino makin berubah. Rasa hormat dan kepatuhannya kepada orangtua yang selama ini kubanggakan perlahan berganti dengan caci maki. Tidak boleh ada kesalahan kecil atau ditentang kata-katanya. Perubahan Dino semakin mengkhawatirkan.

     la mulai senang berlama-lama di kamar mandi. Awalnya cuma setengah jam, lalu satu jam lama-lama bisa sampai tiga iam. Bukan karena berendam di bak mandi, Dino membutuhkan waktu berjam-jam. la takut pada sesuatu yang tidak jelas. la merasa semua benda yang ada di kamar mandi itu kotor, hingga tidak boleh ada yang tersentuh kulitnya. Entahlah apa yang mempengaruhi pikirannya. Saya belum tahu.

    la tidak mau menyentuh kran air, karena menganggap kran itu kotor. Sayalah yang harus mendampinginya. Mengalirkan dan mematikan kran itu. Sebagai seorang ibu, Saya tidak kuasa melawan kemauan anakku. la masih kecil dan belum mengerti. Meski ucapannya harus dipatuhi dan perintahnya harus dilaksanakan, sampai detik itu saya masih sabar. Saya masih menuruti keinginannya.

     Saya tidak tahu, darimana Dino mendapatkan ilmu yang menyesatkan ini. Hingga ia merasa badannya najis. Kalau bukan karena anggapan seperti itu, niscaya sabun mandi itu tidak harus dicuci dan dicuci sebelum dipakai membersihkan anggota tubuh lainnya. la juga tidak perlu mandi kembali hanya karena kesenggol bak atau pintu kamar mandi. Tapi itulah yang terjadi. Semuanya tidak bisa dicerna dengan logika.

     Bila telah selesai mandi, lalu badannya tersentuh bak mandi, pintu atau benda lainnya, maka Dino akan mengulang dari awal. Tidak cukup hanya dengan mencuci kulit yang tersentuh, tapi harus keramas lagi, pakai sabun lagi. 

     Begitu seterusnya, hingga sekali mandi, ia terkadang harus mengulanginya tiga sampai empat kali. Keluar dari kamar mandi, ia seperti anak yang ketakutan. Tangannya dilipat di dada. Badannya menggigil. Dino keluar dengan sangat hati-hati. Kalau ia merasa tersentuh oleh pintu atau dinding, tak ayal dia akan masuk lalu mandi kembali.

      Sudah kucoba menjelaskan bahwa ia tidak usah berbuat begitu, tapi sia-sia belaka. Teriakan dan makian yang menyesakkan dada menjadi jawaban atas kesabaranku. Pipiku pun basah oleh lelehan air mata. Saya berusaha tegar di depan anakku; namun kelopak mata ini tidak bisa menyembunyikan kepedihan hati.

      Mandi berjam-jam itu berakibat fatal. la mulai ngompol lagi. Bila sekadar ngompol mungkin tidak terlalu masalah, tapi Dino menyuruhku melakukan perbuatan yang tidak masuk akal. Lantai, tempat tidur, meja atau lemari yang dilewatinya harus dipel. Bahkan pakaian bersih yang tersimpan rapi di dalam lemari tidak luput dari intaiannya. Semua pakaian itu harus dikeluarkan dan dicuci kembali.

     Padahal lemari, meja atau pakaian itu sama sekali tidak terkena najis. Jaraknya dari tempat tidur pun jauh. Tapi bagi Dino itu bukan alasan. Yang ada dalam benaknya hanya satu, bahwa saya harus membersihkannya. Bertahun-tahun lamanya saya melakukan tugas ini setiap hari.

     Bukan hanya lantai, meja atau benda-benda lainnya yang harus dibersihkan. Siapapun orangnya yang melintas di ruangan yang baru dilewatinya harus mandi keramas. Mas Riko dan pembantu hanya bisa menuruti permintaan Dino, bila tidak ingin membuatnya semakin kalap. Dino akan berteriak dan memaki dengan bahasa yang menyakitkan.

     Kuperhatikan, Dino mudah marah dan ladi penakut bila cuaca berawan. Entah apa hubungan antara mendung itu dengan kejiwaannya. Yang jelas tidurnya susah. Sebentar sebentar cuci tangan. Ia nampak gelisah. Kudekati dan kudekap dia, tapi tidak banyak berarti.

     Sebentar-sebentar ia minta diantar ke kamar mandi. Jam satu, dua atau tiga malam, ia selalu membangunkanku. Saya lelah fisik dan pikiran setelah seharian harus menuruti kemauannya mencuci dan mengepel lantai. Malam pun tidak bisa tidur nyenyak.

     Dino tidak tidur-tidur. Perasaannya selalu gelisah. Ada cecak merayap di tembok saja, ia ketakutan luar biasa. Ia merasa kotoran cecak itu mengenai badannya. Dan harus segera dibersihkan dengan mandi keramas.

     Jam berapapun, dalam kondisi hujan sekalipun. Untuk urusan seperti ini, saya tidak banyak melibatkan Mas Riko, karena ia nampak lelah sepulang dari kantor. Seharian ia harus berkutat dengan pekerjaannya. Biarlah, ia beristirahat dengan tenang agar esok bisa bekerja kembali.

     Saya sempat berdialog dengan guru agama Dino di sekolah. la biasa dipanggil Pak Abdul Jalil. Saya ceritakan semuanya. Saya sampaikan kebingungan dan kegalauanku. Kulihat dari sorotan matanya, guru agama itu heran.

     la sama sekali tidak menduga bila Dino berperilaku yang aneh di rumah. Karena selama di sekolah, tidak nampak keganjilan dalam dirinya. la tetap ceria seperti teman-temannya. Bahkan ia tidak pernah terlempar dari sepuluh besar siswa terbaik di sekolahnya.

       Pak Abdul Jalil bertanya adakah buku-buku tertentu di rumah yang mempengaruhi pemikiran Dino. Kukatakan, di rumah memang ada buku-buku agama tapi tidak ada yang bermasalah. Hanya buku-buku yang ringan. Tidak ada yang nyeleneh. Dino juga tidak ikut membaca. Waktu itu ia biasa membaca komik Conan, yang berprofesi sebagai detektif cilik.

      la juga bertanya, apakah ada guru ngaji yang mempengaruhi Dino. Kurasa tidak ada. Memang saya pernah memanggil guru privat ngaji ke rumah, tapi itu pun tidak berlangsung lama, karena Dino sulit dibangunkan dari tidur siangnya.

    Pernah suatu siang, sepulang sekolah Dino mengambil sebilah pisau dan membawanya ke kamar. Saya khawatir bila terjadi sesuatu, setengah berlari saya menyusulnya ke kamar. Di atas kasur, Dino menggesek-gesekkan pisau itu ke tangannya. Gerakannya seperti sedang mengasah.

     Saya berusaha membujuk agar dia mau memberikannya kepadaku. Tapi justru tanganku yang dipegangnya. Darahku bergejolak. Saya takut bila ia menusukkan pisau itu. Kubujuk agar Dino mau menyerahkan pisaunya “Mama mau pinjam pisau dong,” pintaku dengan lembut.

      Saya bersyukur, anakku kemudian menyerahkan pisau yang dipegangnya, meski dengan tatapan mata kosong la memang pernah mengatakan bahwa hidupnya tidak bahagia. Dadaku berdesir mendengarnya. Nyeri, pedih terasa menyesakkan dada, mengapa anak bungsuku berpandangan seperti itu.

      Padahal semua keinginannya selalu kami usahakan sebisa mungkin. Apapun urusannya, saya dan Mas Riko selalu mendahulukan anak. Kami pilihkan sekolah yang terbaik. Kami belikan makanan atau baju yang terbaik, tapi mengapa ia merasa bahwa hidupnya tidak bahagia.

     Mengapa ia selalu mengatakan bahwa semua karena saya. “lni semua karena mama. Ini semua karena mama.” Saya tidak tahu kesalahan apa yang kulakukan.

      Selain disuruh mencuci semua baju-bajunya, pulang sekolah saya disuruh mengelap semua bukunya. Lembar perlembar. Padahal bukunya sangat banyak. Memang Dino sekolah di tempat yang bagus dan ia juga suka belaiar.

     Tidak hanya buku yang dari sekolahan, tapi juga buku-buku yang lain. Semuanya disuruh ngelap. Sampai pulpennya itu tutupnya dibuka, dalamnya disuruh ngelap. Setiap hari seperi itu. (Ibu Han menangis sesunggukan, red).

     Suatu saat saya pernah tidak membukakan pintu ketika Dino pulang. Waktu itu sudah tidak ada pembantu dan saya tidak mau ngambil pembantu lagi. Saya tidak mau orang lain terbebani. Pulang dari sekolah ia tidak kubukakan pintu. Karena setiap kali pulang sekolah siksaan selalu datang. Saya selalu disuruh mengepel lantai yang dia lewati. Kemudian membersihkan bukunya.

    Walaupun saya bisa mengakali walaupun bagaimana caranya, agar dia yakin bahwa saya telah melakukannya. Tapi hal terberat yang kurasakan adalah ketika berbohong. Padahal harta yang paling kusayang adalah kejujuran. Saya tersiksa. Tapi kalau saya melakukan, apakah itu bukan perbuatan gila. Mengelap dan mengepel karena alasan yang tak jelas.

    “Mama mau membukakan pintu, asal tidak disuruh membersihkan buku. Tidak disuruh ngepel,” kataku dari ruang tamu dengan suara bergetar. Saya berdiri mematung menunggu apa yang terjadi. Jantungku berdegup keras.  Sebenarnya, Saya tidak tega melakukannya.

     Tapi saya berharap cara ini bisa menghentikannya. Selang beberapa detik kemudian, terdengar suara benda tumpul menghantam kaca jendela. Rupanya Dino marah. Ia memukul kaca pintu dengan kayu hingga berantakan. Akhirnya saya kembali mengalah. Kubukakan pintu dan kupel lantai yang dilaluinya. Saya lap bukunya. Lembar perlembar. Kulakukan itu seraya menahan kepedihan dalam hati.

     Suatu saat, saya bermain sandiwara. Saya pura-pura sakit. Di dekat tempat tidur kutaruh meja. Ada minuman, ada obat. Saya terbaring di tempat tidur, dengan mata sembab karena air mata.

     Mulanya, ia tidak percaya, tapi kuyakinkan bahwa Saya memang sakit. Kali ini Saya tidak bisa ngepel. “Untuk berjalan saja sakit, bagaimana bisa ngepel?” kataku sambil memegang pinggang pura-pura meringis. Saya berharap dengan sandiwawa ini tidak ada lagi pekerjaan ngepel.

     Tapi perkiraanku salah. Dino ngepel sendiri sambil marah-marah. Gelas di meja pun menjadi sasarannya. Pecahannya berhamburan kemana-mana. Saya tidak tega melihatnya ngepel. Karena seharusnya itu memang tidak perlu.

Tanam Kepala Kambing Di Ruang Tamu

      Sebenarnya sudah berkali-kali kami membawa Dino berobat ke dokter dan psikiater terkenal. Tapi hingga detik itu belum nampak hasilnya. Akhirnya kuturuti saran keluarga untuk membawanya berobat ke dukun. Sudah lama mereka menyarankan untuk mencari pengobatan alternatif, tapi saya selalu menolak.

      Setelah setahun lebih perkembangan Dino justru makin mengkhawatirkan, akhirnya saya iyakan saja ketika Juwita yang masih keponakanku mengajak berobat ke orang pintar.

     Berempat berangkat ke Bekasi. Saya, Juwita, Dino dan Mas Riko yang menyetir mobil. Rumah Ki Srono yang menjadi tujuan kami. Menurut Ki Srono saraf bagian kepala belakang Dino terganggu. Ia melakukan ritual  pengobatan.

     Sepulang dari rumah Bekasi, Dino justru makin parah. Kakaknya, Rian yang kebetulan berada di rumah menjadi sasaran kemarahannya. Rian yang tidak terbiasa dengan ulah adiknya mengalah. la balik ke rumah neneknya.

      Saya telpon Ki Srono. Katanya, anakku diganggu seseorang yang sudah dekat dengan Dino. Untuk menyembuhkannya saya disuruh membeli minyak seharga satu juta dua ratus ribu rupiah. Bukan jumlah sedikit memang.

      Tapi mengingat keadaan Dino yang makin tidak terkendali, minyak itu kami beli juga. Saat mengambil minyak itu, saya disuruh membawa sebutir kelapa hijau yang dipetik langsung dari pohon dan tidak boleh menyentuh tanah. Kelapa itu harus dibungkus kain putih dan kemenyan.

     Kuturuti semua permintaan Ki Srono. Waktu itu kami belum tahu kalau tergolong syirik. Selama ini ustadzah yang ngajar ngaji hanya menjelaskan bahwa yang termasuk syirik itu adalah menyembah patung. Sementara yang kulakukan ini, dalam benakku tidak termasuk penyembahan kepada patung.

     Terapi kedua yang menelan biaya jutaan rupiah itu juga tidak membawa hasil. Sepulang dari bekasi, saya kembali menjalani rutinitas harian. Mengepel lantai dari pagar sampai ke dalam rumah. Dino, sama sekali tidak berubah. Justru setiap pulang dari bepergian, tugasku semakin banyak. Mobilnya juga harus dicuci.

     Untuk terapi ketiga, Ki Srono mengatakan ia harus datang ke rumah. Katanya, ia ingin membersihkan rumah. Sayapun mempersilahkannya, meski dibutuhkan sedikit trik agar Dino tidak tersinggung dengan kehadiran orang lain di rumah. Tapi hasilnya tetap sama.

     Dino sama sekali tidak berubah. Langkah terakhir, Ki Srono menyarankan kami agar mengganti nama Dino. Saya pun mengiyakannya, meski untuk itu dibutuhkan persyaratan yang tidak ringan. Saya harus menyediakan kambing kendit. Seekor kambing berbulu putih dengan bulu hitam di bagian perutnya. Tidak mudah memang mendapatkannya. Tapi semua persyaratan itu tetap kami usahakan.

        Nama sudah diganti. Kepala kambing sudah ditanam di ruang tamu, tapi hasilnya tetap sama. Akhirnya kami tinggalkan Ki Srono. Saya dan Mas Riko sepakat untuk tidak memanggilnya kembali. Penanaman kepala kambing itu membuat kami mulai meragukan cara pengobatannya.

      Tiga tahun berlalu dalam rutinitas yang menyesakkan dada. Satu hal yang membuat kejiwaanku sedikit tergoncang. Saya butuh ketenangan. Menghindar dari rutinitas yang menyesakkan dada. Mengepel, mencuci, mengelap buku, dan menerima teriakan serta umpatan dari anakku sendiri.

     Kutinggalkan rumah selama dua hari dengan hanya meninggalkan pesan. Bahwa saya berada di rumah adikku. Saya pesan, Mas Riko tidak perlu menyampaikan kepada Dino di mana saya berada.

      Saya mulai berpikir negatif. Apakah anak ini kalau dibiarkan besar akan menyesatkan orangtuanya? Saya ingat kisah Nabi Khidhir. la membunuh seorang anak tak berdosa di hadapan Nabi Musa. Nabi Khidhir mengatakan, bila dibiarkan tumbuh dewasa maka anak itu akan menyesatkan orangtuanya.

       Haruskan saya yang sudah membesarkannya dari kecil berakhir di penjara. Tidak keren banget. Tapi bagaimana kalau Dino terus hidup tapi selalu dalam dosa besar? Sementara saya punya andil membuatnya seperti itu.

     Walaupun saya tidak tahu andilku di mana. Atau sebaliknya, saya yang mati ditangan anakku sendiri. Karena beberapa kali Dino sudah memegang pisau dengan marah. Beberapa kali ia mencekikku dengan keras.

      Saya mengalami pergolakan Batin. Berbagai kejadian mengerikan kembali berkelebatan. Terulang dan seakan Terpampang di layar lebar. Tapi nurani keibuanku tidak dapat berbohong . Bahwa saya harus balik ke rumah. Saya harus pulang. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Dino tanpa kehadiranku.

     Siapa yang harus menyiapkan makanan, mencuci atau memandikannya. Pembantu? Sudah tidak  ada lagi. Mas Riko? la harus bekerja. Karena dialah tumpuan ekonomi keluarga.  Kasihan bila masih harus terbebani dengan keruwetan Dino.

    Setelah dua hari menginap di rumah adik, kuputuskan pulang. Meski untuk itu saya harus cari  alasan yang tepat. Agar anakku tidak semakin marah. Agar ia merasa tidak lagi diperhatikan orangtuanya. Saya telpon Dino. Saya berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Kepergianku hanyalah untuk mencari obat buat dirinya.

     “Maaf ya mama pergi. Soalnya mama cari obat buat dino....” Kataku dari seberang telpon. Saya tidak dapat menahan air mata saat membuka pintu. Semuanya berantakan . Meja makan, Tempat tidur, dapur.

Allah Menyayangi Kami, Mempertemukan Kami Dengan  Majalah Ghoib

     Setelah lulus SD, kami menyekolahkan Dino ke pesantren di Jawa Tengah. Dari sini, sedikit mulai terjadi perubahan. Pergaulannya yang semakin luas, serta jauh dari orangtua membuatnya harus bersikap mandiri. Sebulan sekali belum tentu pulang.

     Meski demikian kebiasaan yang dulu kembali terulang saat Dino kembali ke rumah. Walau tidak lagi separah dulu. Akhirnya ada seorang teman yang menyarankan kami menghubungi seorang ustadz di sebuah kabupaten di Jawa Tengah.

     Setelah mengobati Dino, Ustadz tersebut menyarankan agar kami merubah arah rumah. Selain itu, kami juga membawanya berobat ke tukang pijat diJawa Tengah serta berobat ke psikeater. Hingga pada akhirnya, saya melihat acara ‘Sentuhan Qalbu’ di sebuah stasiun TV swasta.

      Waktu itu yang menjadi pembicara adalah Ustadz Fadhlan. Saya tertarik dengan terapi pengobatan gangguan jin yang dipraktikkannya. Waktu itu bulan Ramadhan. Kuhubungi stasiun TV itu dan saya disarankan menghubungi Majalah Ghoib.

      Dibulan Syawal, Dino diterapi Ustadz Fadhlan. Setelah ruqyah itu perubahannya drastis sekali. Ia tidak lagi menyuruhku untuk membersihkan lantai atau melakukan hal-hal yang tidak perlu. Meski saya akui sesekali amarahnya masih meledak-ledak. Terkadang kursi masih bisa melayang. Saya sadar bahwa syetan telah menguasai pikirannya. Hingga dibutuhkan waktu yang lebih lama dan perjuangan yang lebih gigih.

     Setelah ruqyah itu, saya baru tersadar bahwa dulu, saya pernah menantang jin. Waktu itu Juwita cerita bila jin itu ada di mana-mana. Akhirnya dalam perjalanan panjang mencari kesembuhan Dino, saya pernah berbicara sendiri. “Oh, iya barangkali karena saya dulu menantang jin.”

     lngatan itu mendorong diriku untuk mengakhiri permusuhan ini. “Sudahlah, hiduplah di dunia kalian. Dan biarkan saya hidup di duniaku. Dan jangan ganggu.” Beberapa kali kalimat ini sempat kuucapkan. Meski saya akui bahwa ucapanku itu dibenarkan. Permusuhan manusia dengan lblis dan bala tentaranya adalah permusuhan yang abadi.

       Yang kubutuhkan sekarang adalah mempertebal keimanan hingga berhasil memenangkan pertempuran ini. AlhamduIillah sekarang semuanya sudah berlalu. Mudah-mudahan Allah benar-benar membersihkan semua yang jahat dari keluargaku. Dijauhkan dari rumahku surgaku. Semoga semuanya terlindungi dari bahaya apapun. Yang lebih membahagiakan, kini Dino telah duduk di bangku SMA. la tergolong siswa yang cerdas. Bahkan terpilih sebagai siswa teladan disekolahnya.

Ghoib Ruqyah Syar’iyyah

Sumber : Majalah Ghoib Edisi 66/4

Permadi: Soal Santet, DPR Tak Perlu Keluar Negeri

Permadi: Soal Santet, DPR Tak Perlu Keluar Negeri

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar paranormal Permadi menyatakan, Dewan Perwakilan Rakyat tidak perlu repot-repot melakukan studi banding keluar negeri untuk mempelajari persoalan santet. Mereka cukup dengan melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah di Indonesia untuk mempelajari persoalan santet itu.

"Buang-buang waktu dan biaya. Yang mau diterapkan di dalam undang-undang kan santet ala Indonesia, bukan ala barat. Tidak perlu itu melakukan kunjungan ke luar negeri hanya untuk mengetahui soal santet," katanya saat ditemui usai sebuah acara diskusi, Sabtu (23/3/2013).

Kalaupun terpaksa harus belajar santet dari luar negeri, Permadi menambahkan, sebenarnya tidak perlu anggota DPR RI itu pergi keluar negeri. "Cukup dengan meminta tolong melalui KBRI yang ada di negara perwakilan yang akan dituju untuk mengkopi aturan yang berlaku mengenai ilmu hitam tersebut," katanya.

Lebih lanjut, Permadi mengungkapkan, akan lebih bijak jika para anggota dewan melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah di Indonesia. "Di setiap daerah itu kan punya dukun masing-masing dengan keahlian yang berbeda-beda. Belajar saja dari mereka langsung. Tidak perlu itu keluar negeri," katanya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Achmad Dimyati Natakusumah menepis bahwa kunjungan leluar negeri itu tidak penting. Menurutnya, kunjungan Komisi III perlu studi banding untuk belajar santet dari negara lain.

"Di Eropa itu banyak sekali kasus-kasus santet yang terjadi. Oleh karena itu, sangat penting kita belajar kesana," katanya.

Sementara itu, jika harus memanggil seorang pakar hukum maupun pakar paranormal dari negara luar yang telah menerapkan UU Santet, akan memakan biaya yang lebih besar daripada kunjungan keluar negeri. "Pasti biayanya lebih besar kalau kita mengundang mereka untuk datang daripada kita harus studi banding," sambungnya.

Lebih lanjut, kunjungan anggota dewan ke Eropa ini, kata Dimyati, nantinya tidak hanya akan membahas mengenai persoalan santet saja. "Masih banyak yang harus dibahas seperti UU penyadapan," katanya.

Kompas.com

*****

Rumah Ruqyah Indonesia: Ehm, semangat sekali Wakil Rakyat Kita mau keluar negeri, dengan bermacam-macam mengeluarkan dalih agar tetap melancarkan perjalanan ke luar negeri. Padahal yang lebih sederhana. Undang aja Ustadz-ustadz yang Indonesia, apalagi sudah ARSYI (Asosiasi Ruqyah Syar'iyyah Indonesia) yang tentunya masukannya lebih baik daripada mengundang dukun apalagi kunjungan ke luar negeri.

Ibu Hamil Melayat, Anaknya Sawan Bangkai ?

Ibu Hamil Melayat, Anaknya Sawan Bangkai ?
Kamis, 27 Desember 2012/13 Safar 1434 H

     Katanya, urusan layat melayat tidak sembarang orang diperbolehkan. Meski yang meninggal masih saudara atau tetangga sendiri. Ibu hamil dilarang melayat, dengan alasan yang dibuat-buat. Kalau pantangan itu dilanggar maka siap-siaplah untuk melahirkan anak yang kurus kering.

      Konon, si janin kena sawan bangkai alias sawan mayat. Pucat. Seperti bunga yang layu. Mitos yang satu ini masih menyertai keseharian warga. Seperti dituturkan ibu Suti yang tinggal di Jakarta Utara. Ketika tetangga seberang jalan rumahnya meninggal, tetangga kiri kanan sudah melarang untuk melayat.

"Bu, jangan melayat. Ibu lagi hamil. Nanti kena sawan bangkai" kata mereka.

      Ibu Suti pun mengurungkan niatnya. la tidak mau dihantui ketakutan. Hingga apa yang disebarkan dalam mitos itu menjadi nyata. Lain pula dengan kisah Ningrum. Ketika ada temannya yang lagi hamil meminta saran, apa yang harus dilakukannya. la ingin melayat, tapi teman-temannya melarang. Alasannya sama. Sawan bangkai. Nanti anaknya akan terlahir kurus kering.

     Ningrum mengatakan kepada temannya, bahwa itu hanyalah mitos. Dalam Islam tidak ada keyakinan seperti itu. "Kalau kamu ragu-ragu, jangan melayat. Tapi kalau kamu yakin tidak akan terjadi apa-apa, pada janinmu, melayatlah. Lawan mitos itu."

    Temannya pun melayat. Setelah lahir, anaknya tidak mengalami masalah apa-apa. dia lahir normal seperti bayi-bayi lainnya.

      Boleh saja ibu yang hamil tidak melayat, karena melayat itu hukumnya hanya sunah. Tidak mencapai derajat wajib yang berdosa bila ditinggalkan. Disunahkan berta'ziyah hingga tiga hari berdasarkan pada hadits riwayat Ibnu Majah.

"Tak seorang pun mukmin yang ta'ziyah kepada saudaranya yang tertimpa musibah kecuali Allah akan memberinya pakaian kemuliaan di hari kiamat."

       Meski demikian, bila seorang ibu hamil sampai ketakutan sedemikian rupa dan khawatir bila melayat akan menyebabkan anaknya kena sawan bangkai, sebaiknya ia putuskan untuk tidak melayat. Karena beban psikologis tersebut akan mempengaruhi pada perkembangan janin. Tapi kembali pada alasan semula. Ketidakhadiran itu bukan karena mengikuti mitos, tapi untuk menghindari madharat yang lebih besar.

Waspadalah! Waspadalah, jangan kotori akidah dengan debu-debu katanya.


RRIAds - RRI Calls 

Tuesday, March 26, 2013

Khasiat Minyak Zaitun

Khasiat Minyak Zaitun
Jum'at, 22 Maret 2013 / 10 Jumadil Awwal 1434 H
   


Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Dokter.

  Apa sajakah khasiat dari minyak zaitun? Jika ingin meminumnya berapa dosis yang dianjurkan?

Apakah cukup 1 sendok makan sehari atau bagaimana?

Mohon penjelasan, terima kasih.

Wassalamu’alaikum

Muharlan

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara berikan kepada kami.

   Minyak zaitun, yang merupakan minyak yang penuh berkah dan seringkali disebutkan dalam Kitabullah yang agung, memiliki beragam manfaat bagi kesehatan.

Diantaranya adalah:

  • Sebagai antioksi dan penangkal radikal bebas. Radikal bebas merupakan salah satu sebab utama penuaan dini sel-sel tubuh dan kanker.
  • Menurunkan kadar lemak ‘buruk’ dalam tubuh.
  • Memiliki kandungan asam oleat dan skualen yang tinggi, yang dikaitkan kuat dengan efek antikanker dan membantu meningkatkan imunitas tubuh.
  • Dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL dalam darah, yang sering disebut sebagai ‘kolesterol baik’ sehingga menurunkan peluang menderita penyakit jantung koroner.
  • Kandungan fitosterolnya memiliki dampak mencegah oksidasi LDL, ‘kolesterol jahat’ dalam darah sehingga tidak menempel di pembuluh darah (jika menempel dapat menyebabkan sumbatan pembuluh darah).
  • Melapisi luka pada lambung dan mengurangi risiko radang usus.
  • Mencegah obesitas jika dikonsumsi dalam jumlah yang tepat.
  • Menjaga kelembaban dan kesegaran kulit, dan membantu menangkal kerusakan kulit akibat paparan sinar ultraviolet (UV), seperti kulit kering, terbakar, keriput, bercak coklat, bahkan penuaan dini.
  • Minyak zaitun juga dapat menjaga kesehatan  rambut dan kuku.

    Penggunaan minyak zaitun untuk tujuan beragam, kami belum mendapatkan standar dosis yang baku. Rentang yang ada dalam berbagai penelitian adalah 1-3 sendok makan perhari. Jumlah ini bisa lebih jika minyak zaitun juga dicampurkan langsung ke dalam makanan berupa dressing salad atau lainnya.

    Tiga sendok makan per hari digunakan pada penyakit yang lebih serius, seperti penyakit jantung atau kanker, atau orang-orang yang berisiko menderita radang usus berat yang dikhawatirkan berlanjut menjadi kanker usus.

    Asupan 1-2 sendok makan per hari dapat digunakan untuk penurunan berat badan (konsumsi dilakukan sekitar 2 jam sebelum makan), atau merawat keremajaan kulit, dan pemeliharaan kesehatan tubuh secara umum. Minyak zaitun juga dapat dioleskan langsung di kulit, misalnya kulit wajah untuk mendapatkan efek melembabkan dan melembutkan.

    Namun demikian, hendaknya dipilih minyak zaitun yang memang dimaksudkan untuk dapat dikonsumsi langsung dengan zat gizi yang masih prima, semisal minyak zaitun ekstra virgin yang asli. Sebab tingkat kualitas dan gizi minyak zaitun bervariasi, seiring dengan semakin banyaknya perasan yang dilakukan pada buah zaitun. Minyak hasil perasan pertama adalah yang paling baik.

     Di pasaran, minyak zaitun jenis tertentu diperuntukkan untuk memasak saja. Keaslian dan cara penyimpanan minyak zaitun (dalam botol kaca gelap) juga perlu diperhatikan dalam memilih minyak ini bagi kesehatan.

Semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

dr. Hafid N

(Pengasuh Rubrik Kesehatan KonsultasiSyariah.com)

KonsultasiSyariah | Khasiat Minyak Zaitun


RRIAds - RRI Calls 

Ruqyah Jarak Jauh? Bisakah?


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ada yang bertanya ke Ustadz Achmad Junaedi di Fans Page pribadi beliau: "rukyah dari jarak jauh bisa gak ustadz..?"

Lalu dijawab Ustadz Junaedi: "Ruqyah jarak jauh mungkin dilakukan dg bantuan telepon. Jadi persiapkan pasien disana, berwudhu' ada yang menemani. Lalu bacakan ayat-ayat ruqyah dan ia mendengarkan dengan khusyu'. Jika ada reaksi ( panas, mual, pusing dll) bisa disuruh tekan daerah reaksinya dan mengeluarkan jin yg ada."

ooOoo

Alhamdulillah, semoga dengan penjelasan ini memperjelas kita bagaimana Ruqyah syar'iyyah dalam metode ruqyah jarak jauh. Yang pada intinya sama saja dengan Ruqyah tatap muka, sama-sama mendengarkan ayat-ayat/do'a-do'a yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, bukan dengan cara transfer energi dsb. Wallahu'alam


RRIAds - RRI Calls 

Misteri penyakit Maag/ lambung menahun Terungkap.


Dikisahkan oleh :
Assalamu alaikum wr.wb.
saya akan sedikit share pengalaman waktu meruqyah sebuah keluarga. Dimana Sang ibu (Penderita maag) adalah masih dari keluarga besar mertua saya. Ibu ini memiliki dua orang anak yang insya Alloh shaleh. Awalnya saya hanya meruqyah anaknya yg sulung yg agak susah untuk melaksanakan sholat. Memang anak ini baru berumur 10 tahun, dan masih banyak memerlukan bimbingan. Dan anak ini memiliki adik balita, yang akhirnya saya juga meruqyah adiknya juga.

Suatu hari, sehabis pulang kerja saya meruqyah mereka berdua. Dan kakak beradik itu terlihat nyaman dan suka saat saya meruqiyahnya dengan bacaan Ruqyah standar. sambil tangan saya memijit kepala mereka. Setelah selesai saya juga menasehati mereka agar mau mendengarkan orangtuanya bila mengingatkannya untuk sholat. Alhamdulillah, eesoknya anak itu dengan mudah melaksanakan sholat lima waktu. Shubuh yg biasanya susah dibangunkan menjadi ringan baginya.

Untuk memantapkannya, hari berikutnya saya meruqiyah mereka lagi. dan tanpa disangka ibu anak anak itu mengeluh sakit dan matanya terasa panas. dan ibu itu pun meminta diruqyah. saya baru membacakan alfatikah,ketika ibu itu mengatakan kepada saya bahwa telinganya berdengung dan ia mendengar suara desis air mendidih di telingannya. Saya segera membacakan padanya ayat al-mukminun:115 ( afakhasibtum annama khalaqnakum abatsan wa annakum ilaina la turjaaun ) 3x, lalu saya tiupkan ke telingannya. Ibu itu bilang sekarang sakitnya berada di lambung.

Saya segera melingkari lambung yg ditunjuk. Saya bacakan ayat kursy di telapak tangan saya dgn niat menjadikan bola api yg sangat panas. Saya juga membacakan di telunjuk saya " Allahumma inna naj'aluka fi nuhurihim wa na;udzubika min sururihim" dengan niat menjadikan telunjuk saya menjadi besi panas. Kemudian saya ketukkan jelunjuk saya di lambung yg telah saya lingkari sambil membaca "wa idza bathosytum bathosytum jabbaarin" . Lalu tiab tiba ibu itu pun menjerit..Rupanya Jin dalam tubuh ibu itu hadir..
JIn : Sakiit..., mengapa kamu tusuk- tusuk saya ( jin berteriak)
saya : Oh kamu sakit ya..
Jin : Saya tidak takut sama kamu. Saya tidak takut..dibacain alquran.. Saya tidak takut (tantangnya)
saya : kalau begitu dengarkan ini. (saya membaca ayat kursy)
Dan jin berteriak kesakitan sambil menangis. Lalu mengancam.
Jin : Saya akan sakiti dua anak itu. saya akan sakiti...
saya : Kami tidak takut kepadamu. (lalu saya membaca ayat kursy lagi. dan dia menjerit kesakitan.
Saya : siapa kamu?
jin : Kamu gak perlu tahu.
saya : dari mana kamu berasal.
jin : (menggeram ) kamu gak perlu tahu.
Saya : Baik , keluar kamu dari tubuh ini.
Jin : nggak mau.
Lalu saya membacakannya ayat kursy lagi dan al mukminun: 115. Dia menjerit dan berteriak."saya keluar..saya keluar.."
lalu ibu itu muntah hebat...dan tersadar.

Saya tanyakan kepada ibu itu. apakah masih ada yg tersisa. saya ingatkan untuk merasakan kedutan atau getaran yg masih ada. Ibu itu mengatakan bibirnya bergetar. lalu saya membacakan al mukminun:115 dan menariknya/menyapunya.
Saya tanyakan lagi masih adakah. Dia menunjuk kaki kanannya. Kaki kanannya menebal. Kembali saya menariknya?menyapunya dengan membaca ayat yg sama.
saya tanyakan lagi hal yg sama. dan ibu itu menggeleng..
Alhamdulillah...segala puji bagi Alloh atas kemudahan ini.
Dan saya mengajarkan keluarga itu Ruqyah mendiri PTT.
Tetapi ternya ini belum berakhir....Esoknya ibu itu mengeluhkan sakit di dadanya. 
 Akhirnya saya datang . Tetapi ketika saya datang, rasa sakit didada hilang. saat saya tanyakan tadi terasa apa didada?. Ibu itu mengatakan bahwa dadanya sesak dan susah bernepas, serasa ada yang menghimpit. saya memutuskan untuk berbincang bincang dulu. Dan menanyakan ihwal sakitnya. Ternyata ibu itu adalah penderita maag akut. Sering sekali lambungnya membesar, sehingga terlihat perutnya menonjol ke depan. Sudah ke dokter , dan dokter selalu bilang bahwa penyakit ini sudah akut. Saya tanyakan apakah sering bermimpi hal hal yg menakutkan. Lalu ibu itu menceritakan bahwa dia sering bermimpi melihat ular dan buaya berganti ganti. dan mimpi itu mulai muncul pertama kali saat masih duduk di bangku SMP. Massya Alloh. Dalam mimpi itu hingga belakangan Ular yg lebih sering nongol dalam mimpi tersebut sering menggigitnya.
 
Saya tanyakan lagi. Selain di bawa ke Doktert kemana lagi berobat. Ibu tersebut mengatakan sejak kecil sering diobati oleh orang pintar. Dan bahkan diberi rajah yg harus di taruh di rumah agar penyakitnya sembuh dan dia tidak diganggu.
Jadi ternyata ibu tersebut telah menderita penyakit maag ini sejak remaja sampai sekarang di karuniai 2 orang putra. Penyakit ini ternyata juga sering mengakibatkan bahunya terasa kaku, demikian juga tulang tulang di kakinya terasa nyeri.
 Berbekal cerita itu, Saya akhirnya menyimpulkan, bahwa kemungkinan besar memang penyakit ini disebabkan oleh jin yg mengganggu. Dan daari buku Syaikh Wahid Abdussalam Bali, dari mimpi dan jumlah binatang yng terlihat dalam mimpi dapat disimpulkan jumlah jin yg telah mengganggu. Wallohu alam. Pantas ibu tersebut masih merasa tidak nyaman.
Akhirnya Saya mengajak seluruh keluarga untuk memohon pertolongan Kepada Alloh, agar diberi kesembuhan dan pertolongan untuk mengusir jin ini dari tubuh penderita.
Saya langsung memberi ultimatum kepada Jin jin itu setelah membacakan surah al mukminun:115, 3x, agar mereka segera pergi dari tubuh ibu tersebut,.
 
Dan saya mulai membaca alfatikah, lalu ayat kursy. Dan ibu itu mnun juk perutnya yg terasa sakit. Saya membacakan telunjuk saya Ayat kursy dan meniupnya dengan meniatkan untuk menjadi pisau yg tajam dan panas. Lalu saya melingkari daerah yg ditunjuk sambil membaca yaasiin. lalu saya mengetukkan telunjuk saya beberapa kali dengan membaca al mukminun:115-116. Tidak sampai semenit jinnya pun hadir.
JIn : (langsung berteriak) Saya tidak mau keluar!
saya : Siapa kamu?
JIn : kamu tidak usah tahu.
saya : kamu muslim?
jin :(menggeram dan mengucapkan kata kata yg saya tidak paham artinya)
Jin :saya tidak akan keluar
saya: dengarkan ini( sya membacakan ayat kursy, almukminun 115, berkali kali sehingga jin tersebut berteriak kesakitan dan menjerit jerit.
saya: ukhruj ya aduwallah. Ukhruj..
Saya membaca atay kursy dan saya tiupkan dengan niat menjadikan semua jemari saya adalah pisau dari bara dan nyala api. lalu tangan
kiri saya saya letakkan di tengkuk ibu itu. JIn berteriak teriak sakit, dan saya pukulkan tangan saya tersebut ketengkuk ibu itu sambil berkata Ukhruj Ukhruj ya aduwallah!
 
IBu itu muntah cairan lumayan banyak. Saya terus memukulkan jemari saya di tengkuk ibu tersebut sambil memerintahkan agar jin dalam tubuh ibu tersebut keluar seluruhnya. Ibu tersebut muntah lagi lalu beberapa saat kemudian tersadar.
 Saya tanyakan keadaannya untuk cleansing. Ibu itu menunjuk bibir, tangan dan kedua kakinya yg masih kedutan dan bergetar. Saya bacakan almukminun dan laa haula wala quwata illa billah, sambil niat menarik sisa siasa yg masih ada. kemudian saya bacakan kembali ayat kursy, al falag dan al mukminun:115-116, sambil mentaping. Alhamdulillah sudah tidak ada reaksi lagi.
Dan saya tanyakan masih adakah rajah yg ada dirumah. Ibu itu menjawab. Bahwa saya telah membuangnya beberapa tahun yg lalu saat saya silaturrahim ke rumah nenek. Oh jd yg saya buang dulu adalah rajah untuk ibu tersebut. 
 
Ya Alloh terima kasih atas pertolonganmu. Terima kasih atas semua kemudahan yg telah Engkau berikan kepada kami.
 
Untuk menetralisir saya membuatkan ibu tersebut air ruqyah 1 galon. Dimana bacaan ruqyahnya adalah bacaan yg telah di upload Kang NAI. denagn niat yg berbeda beda di setiap surah atau ayat yg dibaca. Saya meminta ibu tersebut untuk rajin PTT dan meminum air ruqyah sampai habis, sehari 3x.Dan setiap bada sholat fardhu agar membacakan 3 kul, untuk pembentengan.
Alhamdulillah sampai saya menulis testimoni ini , rasa sakit yg diderita ibu tersebut sudah tidak dirasakannya lagi. Maag yg setiap saat dirasakannya telah lenyap. Allohu Akbar.
Kisah ini adalah ibroh untuk saya khususnya. Dan semoga bermanfaat untuk kita semua.
SALAM TAUHID....ALLAHU AKBAR
Wassalamu alaikum wr.wb
 

Ruqyah Kapal Seberat 40 Ton



   Kapal kesulitan diangkat ke darat untuk diperbaiki, walau sudah diusahakan dengan alat yang kekuatannya 2x lebih besar dari berat kapal yang bobotnya 40an ton. Alhamdulillah setelah diruqyah dimudahkan oleh Allah untuk mengangkatnya.

***

Kunjungi kami di

www.rumahruqyah.com

Informasi dan Free Konsultasi Online:

WA 081282171204,  (Only Chatting)

Hotline Service: 021- 8087-2602, 0851-0503-5459




RRIAds - RRI Calls 

Monday, March 25, 2013

Aku terbelenggu cinta sesama jenis

Aku terbelenggu cinta sesama jenis

     Harus darimana aku memulai kisahku ini, sulit rasanya. Tapi baiklah, sebut saja namaku Putri, kelahiran 30 tahun silam di Kudus, Jawa Tengah. Aku lahir dan dibesarkan di tengah keluarga baik-baik dan berkecukupan. Satu hal yang kubanggakan dari ayah adalah semangatnya untuk belajar dan terus belajar. Sesuatu yang menurun pada diriku.

     Masa-masa kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama di Jawa Tengah, kulalui dengan mulus. Meski disibukkan dengan kegiatan ekstra kurikuler, tapi hal itu tidak mempengaruhi nilai akademisku. Bahkan banyak pelajaran berharga yang kureguk kala bergelut dengan dunia organisasi.

     Pengalaman yang memudahkanku meraih prestasi di dunia kerja. Hingga sekarang, terbilang sudah lima perusahaan yang pernah kulewati. Semuanya dalam posisi yang strategis dan sangat menjanjikan. Sekarang, aku menjadi asisten manajer di PMA Jepang.

     Enam tahun silam, aku mengakhiri masa lajangku. Kebetulan, Allah mempertemukanku kembali dengan pemuda satu angkatan di atasku. Mas Hanif, begitu aku biasa memanggilnya. Waktu kuliah, kami sama-sama aktif di organisasi. Kami sering bertemu dan bertukar pikiran. Tapi bukan berarti kami telah merajut cinta. Hubungan kami masih sebatas teman satu organisasi yang sering menyuarakan sikap yang sama.

    Sungguh sebuah anugrah yang tidak terhingga. Allah memilihku menjadi pendampingnya. Aku mengenalnya sebagai orang yang sangat baik, penyabar dan pengertian.

     Kehadiran Mas Hanif di sampingku, kian menguatkan semangat. Aku yang memang senang dengan tantangan baru dalam bidang yang kugeluti tidak memupus langkah dengan meninggalkan dunia kerja. Aku bersyukur, Mas Hanif sangat memahami diriku. Ia memberiku kebebasan menjadi ratu dalam rumah tangga tanpa melepaskan karir. Tentu dengan catatan, selama tidak mengganggu tugas utamaku sebagai istri dan ibu bagi anakku.

     Aku menyanggupinya. Karena memang di tahun pertama pernikahan kami, Allah mempercayakan kami seorang bayi laki-laki yang lucu. Sebuah anugerah yang tidak terhingga. Kehadirannya semakin melengkapi kebahagiaan kami. Letih dan lelah setelah seharian berkutat dengan tugas kantor, terasa hilang, kala mata memandang si buah hati. Kehadirannya menjadi pelipur lara.

Kehadirannya kian melecut semangat kami dalam bekerja. Bukan untuk diri kami sendiri, tapi demi masa depan anak-anak kami. 

Pindah kerja

    Setelah lima tahun bekerja sebagai asisten manajer di salah satu perusahaan asing, aku memutuskan mencari tantangan baru di tempat lain. Aku pindah ke perusahaan garmen. Lima bulan di sana, aku beralih ke perusahaan baja. Nah, ketika bekerja di perusahaan baja tersebut, ada sebuah perusahaan yang baru dirintis menawariku bekerja di tempat mereka.

    Sebenarnya, aku masih enjoy di perusahaan baja. Data lamaran kerjaku yang terpampang di internet masih ada. Perusahaan tersebut mencari karyawan untuk posisi tertentu dan kebetulan cocok dengan keahlianku.

    Tiga kali mereka menghubungiku. Awalnya, aku menolak dengan halus. tapi mereka tetap gigih. Mereka terus mengejarku hingga akhirnya hatiku pun luluh. Suatu hari, dengan diantar Mas Hanif, aku menyelidiki perusahaan tersebut. Ternyata memang baru dibangun. Plat nama perusahaan saja masih belum terpasang.

    Namun, di balik itu semua, aku melihat masa depan perusahaan tersebut cerah. Modalnya kuat. Ia juga mendapat garansi dari seorang konglomerat ternama. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada, kuputuskan menerima tawaran mereka.

     Ketika pertama kali menginjakkan kaki di perusahaan tersebut, aku melihat wajah-wajah mereka cukup welcome dan hormat. Aku dipercaya sebagai pimpinan setingkat asisten manajer. Menggantikan Edward, eksekutif, yang dimutasi ke bagian lain. Saat penyerahan tugas itu, Edward menyebut satu nama yang perlu diberi perhatian lebih. Rika, namanya. Ia bawahan langsung Edward. Bukan lantaran prestasi Rika yang menonjol, tapi lebih disebabkan oleh sikapnya yang kurang bagus. Susah diatur, etikanya tidak dan bagus dan yang lebih parah, Rika terlalu santai.

     Catatan singkat itu kuperhatikan. Aku mengumpulkan segala informasi yang terkait dengan bidang kerjaku. Dari informasi yang kudapat, aku menyimpulkan bahwa konflik antara Edward dan Rika lebih disebabkan oleh gaya kepemimpinan Edward yang one man show. Ia kurang memberi kesempatan dan pelatihan kepada bawahannya. Di saat yang sama, ia meminta mereka bersikap professional.

     Gaya kepemimpinan itu yang ingin kurubah. Aku menginginkan agar semua bawahan dapat bekerja secara tim dan memiliki tanggung jawab. Pada saat yang sama, aku melatih dan membimbing mereka agar dapat mengerjakan tugas sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan. Demikian pula terhadap Rika.

     Setelah sekian minggu, ada perubahan positif atas kinerjanya.  Walau pada akhirnya, aku mengakui bahwa catatan yang diberikan Edward benar adanya.  Meski demikian, hal itu tidak menjadi penghalang hubungan di antara kami. Mungkin karena sama-sama perempuan, sehingga aku lebih bisa memahami sikapnya.

     Baru tiga bulan bekerja, aku dan Mas Hanif dikejutkan dengan kabar gembira. Aku positif hamil. Memang, sudah kami rencanakan untuk segera menimang anak yang kedua. Karena anak yang pertama sudah berusia lima tahun. Tapi tetap saja kehamilanku itu menjadi surprise tersendiri. Perasaan haru sekaligus bahagia menyelimuti diriku bersama suami menapak hari-hari di awal tempat kerja yang baru.

     Semakin tambah bulan kurasakan beban di perutku semakin berat. Ya, memang itu manusiawi sekali. Walaupun berat, aku masih tetap semangat bekerja. Apalagi tergolong orang baru sekaligus pimpinan. Kira-kira menginjak bulan ke enam masa kehamilanku atau kira-kira 9 bulan masa kerjaku. Nampak ada keanehan dalam diriku. Entah apa pemincunya dan kapan mulainya, rasanya seperti air yang mengalir, kudapati diriku tidak seperti yang dulu lagi.

     Aku mulai sensitif, cepat marah dan mudah tersinggung. Awalnya Mas Hanif mengira kalau itu adalah gejala alami dari ibu yang sedang hamil. Puncaknya, aku malas bekerja. Aku lebih memilih mengurung diri di kamar ketimbang bercengkerama dengan suami dan anak-anak bila libur tiba.

     Benar-benar aku merasakan kondisi yang sangat payah. Aku tidak mau lagi bekerja. Entah karena apa. Rasanya sangat berat untuk berangkat kerja. Bahkan aku sempat tidak masuk selama seminggu. Anehnya aku tidak mau ditinggal Mas Hanif kerja. Ada perasaan ketakutan yang luar biasa menyelimuti diriku saat itu.

    Kepala dan pundak juga sering pusing dan pegal-pegal. Hampir setiap saat Mas Hanif kuminta untuk memijat bagian pundak, kaki dan kepala apabila rasa sakit itu datang menghampiri. Tragisnya lagi, aku juga tidak mau makan, padahal pada masa seperti inilah justru harus banyak makan asupan yang bergizi.

    Kami belum mengerti mengapa seperti ini. Mas Hanif juga masih menganggap wajar karena masa kehamilanku semakin tua. Benar-benar aku sudah payah untuk bekerja lagi. Pernah suatu saat aku kuatkan diri untuk berangkat kerja. Sesampainya di kantor rasanya biasa saja. Tapi ketika pulang ke rumah, rasa sakit mendera kembali. Hingga aku hanya bisa tiduran saja. Mendapati gejala yang tidak wajar itu, Mas Hanif mencoba mencari ‘orang pintar’ yang bisa mengobati

     Kata teman-teman, gejala seperti itu biasanya karena guna-guna. Datanglah orang pintar yang dimaksud. Sebut saja namanya Fadli. Lelaki paruh baya itu datang bersama seorang temannya. Kondisiku yang kian parah memaksa diriku hanya menerimanya sambil terbaring lemas. Beberapa saat setelah proses pengobatan dimulai, aku tidak sadarkan diri.

    Aku tidak tahu bagaimana cara pengobatannya. Menurut penuturan Mas Hanif,  Fadli memanggil jin yang menggangguku kemudian dimasukkan ke mediator yang masih rekannya sendiri. Tak lama kemudian sang mediator berulah seperti babi. Ia terus bergerak-gerak sambil mengeluarkan suara babi.

    Jin babi itu disuruh keluar dari ragaku, tapi tetap enggan keluar. Akhirnya Pak Fadli memaksanya. Entah bagaimana caranya, katanya jin babi itu sudah keluar. Konon, jin babi itu berasal dari empang yang berada tidak jauh dari rumahku. Antara percaya dan tidak, kami hanya mengiyakan saja penjelasan Pak Fadli.

     Setelah pengobatan malam itu, memang kondisiku membaik. Tapi aku masih enggan untuk berangkat kerja. Karena itulah pengobatan diulang sampai tiga kali. Sampai akhirnya, ia datang bersama timnya ke rumah. Katanya, ia perlu menggelar ruwatan untuk membersihkan rumah dari pengaruh makhluk ghaib tersebut.

    Karena kondisiku masih payah, Mas Hanif mencari ‘orang pintar’ lagi. Atas saran dokter spesialis kandungan dimana aku rutin memeriksakan diri, kami mendatangi klinik seorang dokter di daerah Jakarta yang menggabungkan pengobatan medis dan non medis. Hasil pemeriksaan klinis, alhamdulillah kandunganku dinyatakan sehat. Kemudian aku disuruh terapi di ruang sebelahnya. Di ruang tersebut sudah menunggu lelaki setengah baya yang berbaju hitam. Kami disambut baik. Kemudian diminta menceritakan keluhannya.

     Pengobatan yang kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. Tapi intinya hampir sama. Pengobatan yang dimaksud menggunakan tenaga jin juga. Pengobatan di tempat ini sempat sampai dua kali. Bahkan kami disarankan untuk pindah rumah. Karena diduga ada sesuatu dengan rumah kami. Karena kondisiku masih tetap payah walaupun telah menjalani pengobatan.

     Dengan sangat terpaksa aku mengajukan diri untuk mengambil cuti hamil lebih awal dari waktunya. Semua itu kulakukan demi kebaikan semua pihak. Sebagian tugas kantor kupercayakan kepada Rika. Meski ada beberapa sifatnya yang kurang berkenan, tapi setidaknya, ia bisa menyelesaikan tugas harian.

     Aku bersyukur, akhirnya anakku lahir dengan selamat. Dia sehat dan cantik. Dalam hati aku sangat bersyukur kepada Allah. Karena sekali lagi anakku lahir dengan sehat jasmani dan rohani. Padahal selama hamil, benar-benar kondisiku sangat payah.

 Terbelenggu cinta sesama jenis

     Tiga bulan setelah melahirkan aku masuk kantor kembali. Aku bersikap biasa. Bekerja seperti biasa. Tapi beberapa hari kemudian, aku mendengar gosib yang kurang menyenangkan. Ada isu bahwa aku akan keluar dari kantor. Posisiku akan diisi oleh eksekutif dari kantor pusat.

    Jujur, aku kaget dengan berita tersebut. Selama ini, aku tidak punya niat mengundurkan diri dari kantor. Meski apa yang kualami saat hamil begitu menyakitkan, aku tidak menganggapnya sebagai penghalang untuk terus berkarir.

     Aku penasaran. Siapa yang menyebarkan isu tersebut. Hingga semua karyawan menganggapnya itu berita benar. Dari sekian orang yang kutanya, ternyata semua berita itu bermuara pada Rika, orang yang kupercaya untuk mengemban amanah selama aku cuti.

     Rika hanya tersenyum. Dia tidak membela diri ketika kutanyakan mengapa tega bersikap begitu. Saat itu, aku mulai bertanya apa motif Rika yang sebenarnya. Aku mulai merunut ke belakang. Enam bulan lamanya, aku menderita saat hamil. Dan sekarang, di kantor aku dibuatnya salah tingkah.

    Terlebih reinbers kelahiranku molor dari jadwal. Rika yang berkuasa mengeluarkannya. Kalau dia memang berniat baik, mengapa harus ditunda-tunda. Toh, aku juga atasannya langsung. Tapi sudahlah, semua pikiran negatif itu kutepis. Aku tidak mau berburuk sangka.

      Suatu ketika, aku menerima kado dari Rika. Katanya, itu kado kelahiran atas anakku yang kedua. Aku sempat heran juga. Mengapa baru sekarang dia memberikannya? Mengapa tidak sedari dulu, waktu anak keduaku lahir dan menyerahkannya di rumah? Ah, biarlah. Kado itu pun kuterima.

       Waktu terus berjalan. Tiga bulan sudah aku kembali bekerja. Namun, di bulan yang ketiga itu pula aku merasakan keanehan dalam diriku. Entah mengapa muncul perasaan senang berduaan dengan Rika. Senang melihat wajahnya. Senang mendengar suaranya. Padahal sebelumnya, tidak ada perasaan seperti itu.

       Perasaan aneh itu muncul hanya berselang beberapa hari setelah aku menerima satu karyawati kontrak. Karena aku melihat Rika sering keteteran mengerjakan tugasnya. Sementara perkembangan perusahaan terbilang cepat. Aku tidak ingin harus pulang malam setiap hari, karena pekerjaan yang belum terselesaikan.

      Tapi di sinilah masalahnya. Kehadiran karyawati baru tersebut merubah sikapku kepada Rika. Gawat. Aku terperangkap dalam perasaan cinta sejenis. Yang lebih parah, hasratku tidak bertepuk sebelah tangan. Nampaknya Rika memahami perubahan sikapku.

     Ia mulai mengirim pesan pendek tiap malam. Biasanya antara jam sebelas hingga dua belas. Mulanya, dia hanya kirim SMS yang lucu-lucu. Lama kelamaan tentang kematian. Hingga akhirnya aku menikmati dan menjawab SMSnya. SMS pun terus mengalir. Perasaan suka itu pun semakin terpupuk.

     Lama kelamaan, perasaan sayang itu melebihi kasih sayang antara atasan dan bawahan. Bahkan lebih cenderung ke perasaan cinta. Menyadari perkembangan yang negatif itu, aku cerita secara terbuka kepada Mas Hanif. Ia suamiku. Sudah seharusnya ia tahu apa yang terjadi dalam diriku sejak awal.

     Kaget juga ia mendengarnya. Selama ini, tidak keanehan dalam diriku, selain saat hamil anak yang kedua. Selebihnya, aku tidak memiliki catatan negatif.  Dalam sujud panjangku, aku sering menangis. Aku tahu perasaan ini tidak wajar. Tapi aku masih belum tahu bagaimana cara menyelesaikannya.

     Yang terjadi justru sebaliknya. Perasaan sayang dan cinta kepada Rika semakin menguat. Meski juga sudah ada karyawati baru, tapi aku lebih menikmati suasana berduaan dengan Rika. Karena itulah, aku dan Rika masih sering kerja lembur. Walau sebenarnya pekerjaan kami sudah bisa terselesaikan tanpa harus lembur dengan tambahan karyawati baru.

      Seandainya perilaku negatif itu merupakan penyimpangan bawaan, tentu aku tidak akan cerita kepada suamiku. Diam-diam aku akan menikmatinya sendiri. Tapi kenyataannya aku merasa tersiksa.

      Mas Hanif sendiri tidak percaya. Secara penampilan, Rika tidaklah cantik. Wajahnya biasa saja. Masih banyak karyawati yang jauh lebih cantik darinya. Tapi sama sekali aku tidak tertarik dengan mereka.

     Meski telah berupaya sekuat tenaga untuk mengusir dan menghapus perasaan itu, tapi semua usahaku sia-sia belaka. Aku justru semakin tergila-gila. Akibatnya konflik dalam rumah tangga pun tak lagi terelakkan.

     Aku tidak lagi peduli dan perhatian kepada buah hatiku. Ketika hari libur kerjaku hanyalah tidur dan tidur. Sementara dua anakku kuserahkan sepenuhnya kepada pembantu dan suamiku. Buah hatiku yang masih merah itu pun tak kuasa meluluhkan perasaanku. Aku enggan menggendongnya atau sekadar melantunkan nyanyian anak-anak menjelang tidur.

      Yang terbayang hanyalah wajah Rika. Perasaan ingin berdekatan dengannya. Sampai terbawa ke alam bawah sadar. Dalam tidur nyenyakku aku sering mengigau dan memanggil nama Rika. Bahkan dengan tegas aku menantang suamiku untuk berpisah. “Kalau kamu tidak mau aku seperti ini. Lebih baik aku hidup sendiri. Aku bisa menghidupi diriku sendiri.” Begitulah aku menantang Mas Hanif.

     Aku tidak lagi memikirkan suami dan dua anakku. Yang terbayang dalam pikiran hanyalah Rika. Bahkan sempat terlontar ucapan yang memiriskan hati bila mengingatnya. “Lebih baik bersama dia saja,” kataku suatu saat.

     Suatu hari Mas Hanif membeli Majalah Al-Iman di lapak koran. Ia tertarik dengan salah satu judul kesaksiannya. Dari sanalah, kami mengetahui terapi ruqyah untuk mengusir gangguan jin. Karena apa yang kualami dan kurasakan sangat kuat mengindikasikan bahwa diriku terkena gangguan jin. Setidaknya begitulah analisa suamiku.

    Mas Hanif menghubungi Ustadz Bambang  dan membuat janji. Mulailah tetapi demi terapi kami jalani. Pada pertemuan ketiga, dengan ridha Allah aku mendapati perkembangan yang signifikan. Karena saat itu benar-benar nyata bahwa selama ini yang membuatku seperti ini adalah makhluk yang bernama jin. Dalam dialog itu jin mengaku dikirim Rika, orang yang selama ini mengganggu pikiranku.

Wallahu a’lam bishshawab. Allah Yang Maha Tahu. Aku tidak mau berburuk sangka dan menyalahkan orang lain. Tapi itulah yang kurasakan.

Sekarang, kondisiku jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Rasanya seperti baru dilahirkan kembali. Walaupun demikian aku putuskan untuk terus rutin menjalani terapi ruqyah. Aku tidak mau lagi coba-coba berobat ke yang bukan syar’i. Semoga diringankan langkah kami agar lebih baik dan selalu mendapatkan bimbingan dan ridha-Nya.

majalahghoib.weebly.com | Aku terbelenggu cinta sesama jenis