Dikisahkan oleh : Asep Wahyudin
Teman wartawan koran republika, sedikit menulis cerita pengalaman saya. Pada tahun 2002, berikut ceritanya...
Judulnya : JIN BU**A MASUK ISLAM
Tak sulit bagi Asep Wahyuddin untuk membedakan apakah
isterinya sedang kesurupan atau tidak. Pasalnya, sudah
lebih dua tahun Tan Sun Fang, isterinya yang keturunan
Tionghoa, bertingkah yang aneh-aneh mulai dari
marah-marah, menendang, sampai berupaya mencekik
lehernya. Seisi rumah dan tetangganya, di wilayah
Bogor, pun sering disibukkan mencari cara untuk
menghentikan ulahnya yang selalu kasar.
Tapi, Jum'at malam itu (12/4), sang isteri yang biasa
dipanggil Apong, bertingkah lain lagi. Tidak seperti
biasanya, ia tiba-tiba mengajak Wahyu, suaminya,
berdebat. "Ruh yang masuk ke dalam isterimu selama ini
adalah iblis," katanya dengan suara kekanak-kanakan,
suara yang lain dari Apong yang sebenarnya. Mendengar
itu, Wahyu curiga jangan-jangan isterinya kini
kerasukan lagi. "Dia jin yang mengaku-ngaku Dewi Kwan
Im," suara dari mulut Apong , mengundangnya berdebat.
Wahyu kini semakin yakin wanita yang berada di
depannya tak lagi berujud sebagai isterinya. Untuk
meyakinkan dirinya, dia mencoba mendekatkan telapak
tangannya ke tubuh isterinya sambil membaca ayat-ayat
al-Quran, surat an-Nas. Tak ada reaksi. Dia lalu
memegang ubun-ubun isterinya sambil membaca ayat Kursi
secara perlahan-lahan. Tangan Apong menepis, yang
meyakinkannya, seperti pada hari-hari sebelumnya,
bahwa wanita itu telah kerasukan lagi.
"Saya tidak tahu kamu ini bangsa apa," tutur Wahyu,
29, lulusan sekolah komputer di Jakarta. "Tapi saya
punya keyakinan seperti banyak dikatakan orang, kamu
pasti utusan Bu**a. Apakah Bu**a memang mengajarkan
orang berbuat jahat?" Mendengar itu, Apong yang
kerasukan menjawab kasar, "Kamu bego, mau ditipu oleh
iblis! Kamu bego!" Wahyu lalu menasehatinya supaya tak
terus-menerus mengganggu orang. "Kamu pulanglah,"
pintanya, seraya meminta ayah-ibunya yang tinggal
bersama mereka untuk membantunya melepaskan Apong dari
kesurupan dengan membacakan ayat-ayat al-Quran dari
surat al-Kafirun dan al-Nas.
Hanya saja hal aneh terjadi lagi. Kala subuh, Tan Sun
Fang yang biasanya rajin salat berjamaah di rumah,
tiba-tiba sulit dibangunkan. Namun begitu bangun dari
tidurnya, wanita berputera satu itu langsung menggelar
sajadah, masih dengan pakaian tidurnya. "Ajari saya
sembahyang," pintanya pada Wahyu yang langsung sadar
bahwa istrinya kini 'bukan isteri saya' yang biasanya.
Wahyu menyuruhnya mengambil mukenah, yang kemudian
dikenakannya secara salah.
Usai berwudhu', Wahyu kembali ke ruang salat, sebuah
tempat yang sempit di sudut rumahnya, seraya melipat
kasur yang biasa dipakainya tiduran. Wanita tadi, yang
masih berdiri, mengikuti langkahnya dengan menggulung
sajadah, mengira itu bagian dari prosesi sembahyang.
Wahyu pun menghadap kiblat setelah memintanya
mengikuti setiap gerakan salatnya.
Selepas mengucap salam tanda usai salat, si wanita
tiba-tiba berkata, "Terima kasih," dengan suara lirih.
Lalu tubuhnya luruh ke lantai. Sambil memegang tangan
kanan Wahyu, ia menyatakan permohonan maafnya atas
segala perbuatan jahatnya selama ini. "Namaku Suan
Su," akunya ketika ditanya identitasnya. "Saya
sebenarnya suruhan Su*i Cend***asih," tegasnya lagi.
Tugasnya adalah mengganggu hingga Apong murtad dari
Islam.
Karena mengaku belum bisa salat, Wahyu menuntunnya
membaca dua kalimat syahadat dulu. "Jadi, saya
sekarang sudah Islam, ya," kata Suan Su lewat mulut
Apong. Ia pun minta diajari membaca surat al-Fatihah
sebagai bacaan wajib dalam salat, dan apa saja ajaran
Islam yang dapat dilaksanakan sesuai kemampuan .
Ketika ditanya dia bangsa apa, Suan Su mengaku
terus-terang dirinya adalah bangsa jin yang selama ini
diperintah oleh pendeta Su*i Cen****wasih untuk
menggoda musuh-musuhnya.
Nama yang disebut terakhir adalah seorang pendeta
Bu**a di Palembang, tempat dulu Tan Sun Fang menjadi
aktivis sebelum kemudian masuk Islam atas bimbingan
Wahyu. Sambil bekerja sebagai petugas teller di Bank
Pikko (dulu Bank Raharja Makmur), wanita yang fasih
berbahasa Mandarin itu merupakan salah seorang pencari
donatur paling aktif untuk Vih*ra Mai*reya, Palembang.
Bahkan, ia sempat menjadi pembantu foyen yang bertugas
menyebarkan agama Bu**a di wilayah Tobuali, Bangka.
Suatu hari di tahun 1999, Wahyu ditugaskan atasannya
di Bank Pikko pusat (Jakarta) terbang ke Palembang,
untuk membenahi sistem informasi di kantor cabang,
yang sedang dibenahi menyusul krisis ekonomi yang
melanda dunia perbankan nasional. Di situlah ia
bertemu Tan Sun Fang, yang di antara kawan-kawannya
sekantor dikenal sebagai Ida Surya. Meski berasal
dari Bandung, Wahyu tak canggung untuk menjalin cinta
kasih dengan seorang perempuan keturunan Tionghoa.
Setelah berpacaran selama satu tahun, dan menghabiskan
sebagian besar gajinya untuk melakukan komunikasi
melalui telepon interlokal dari Jakarta ke Palembang,
Wahyu pun menikahi kekasihnya pada Mei 2000, di
hadapan penghulu. Tan Sun Fang telah masuk Islam jauh
hari sebelumnya, sesudah melalui serangkaian diskusi
dengannya tentang kesamaan dan perbedaan antara Islam
dan Bu**a. Tak lama kemudian salah seorang adiknya
dari delapan bersaudara juga mengikuti jejaknya,
meskipun ia dikaruniai umur lebih pendek dari dirinya.
Namun, masuk Islamnya Tan Sun Fang harus dibayar
mahal. Pada mulanyai ia tiba-tiba berubah dari wanita
yang penuh keibuan menjadi perempuan yang keras. Ia
pernah marah-marah minta diceraikan, tanpa alasan
jelas. Syukurlah Wahyu sanggup mengatasi badai awal
yang melanda perkawinannya. Hari-hari berikutnya
adalah hari yang lebih sulit. Hampir setiap saat ia
harus menjaga isterinya yang sedang hamil, dari
kemungkinan serangan, entah dari makhluk apa, yang
membuatnya bertingkah aneh-aneh bahkan bertindak
kasar.
Tentu saja Wahyu sekeluarga tak tinggal diam. Ia,
dibantu para tetangga, mencari segala macam cara dan
pengobatan bagi isterinya yang tiba-tiba, ketika
sedang diserang, menolak segala jenis makanan. "Banyak
orang bilang, isteri saya diserang oleh jin Bu**a,"
katanya. Jika berada dalam kondisi biasa, Tan Sun Fang
bersikap seperti layaknya seorang ibu. Sebaliknya bisa
sudah muncul sedikit amarah di hatinya, ia langsung
diserang, air mukanya berubah penuh amarah, terkadang
berontak bila ada orang yang berusaha menyentuhnya.
Selama dua pekan terakhir, sudah tak terdengar lagi
suara ribut-ribut dari rumah kontrakan sederhana yang
pintunya ditunggui burung kakak tua yang rajin menyapa
para pedagang yang lewat di situ. Terakhir Suan Su
datang lagi merasuk ke tubuh Apong yang sedang
mendengar terjemahan al-Quran surat Al-Jin yang
dibacakan Wahyu. Ia minta ikut salat berjamaah di
musalla belakang rumah. Dari perbincangan dengannya,
Wahyu mengetahui jin itu perempuan, berasal dari
Pelembang, dan umurnya 124 tahun -- jin konon kawin
kala berumur 170 hingga 200 tahun.
Si jin juga sempat bertanya mengapa orang Islam
menghadap Kiblat. Dijelaskannya bahwa Kiblat adalah
arah di mana terdapat Baitullah, yakni di Mekkah.
"Pergilah kamu ke sana, belajar Islam," Wahyu
menyuruhnya, seraya mengambil globe besar yang
dimilikinya. Ketika datang lagi merasuki tubuh Apong
keesokan harinya, Suan Su bertanya, "Kok salat di
Makkah lama sekali, ya?" seraya mengaku dirinya telah
bertemu dengan sejumlah jin Islam di sana, di
antaranya yang laki-laki bernama Mustofa. Saat disuruh
memindahkan tasbih yang dipegang Wahyu, ia mengaku tak
bisa karena dunianya berbeda dari alam nyata.
KH Jamaluddin Kaffie, pimpinan Pengajian Zikir dan
dosen di Pesantren Al-Amien Prenduan yang sepuluh
tahun terakhir bergelut dengan dunia jin, tak
menafikan pengalaman Wahyu sekeluarga. Disebutnya,
perlu pertahanan diri yang cukup kuat agar seseorang
bisa menguasai jin, apalagi hingga berhasil
mengajaknya masuk Islam. Dalam kehidupan sehari-hari,
Wahyu maupun Apong memang rajin membaca al-Quran,
selain berpuasa di hari-hari menjelang krisis yang
seringkali diketahuinya melalui mimpi. "Masih perlu
waktu dan pertahanan lebih kuat lagi, kalau diinginkan
jin itu tak merasuk ke tubuh seseorang, dan bisa
disuruh-suruh," kata Kyai Jamal.
Namun, Wahyu tak ingin bertindak lebih jauh, misalnya
sampai isterinya meneken kontrak kerjasama dengan Suan
Su sehingga mereka saling terikat satu sama lain. Ia
sudah merasa bangga bisa mempertahankan keutuhan rumah
tangganya, apalagi bisa membantu isterinya bertahan
dari segenap gangguan dan serangan musuh-musuh agama.
"Kami hanya berdoa, jika Suan Su benar-benar jin, dia
bisa menyebarkan Islam di kalangan bangsa jin yang
berada di luar jangkauan dakwah kita," tutur Wahyu
yang belakangan ini bekerja sebagai programer lepas di
beberapa perusahaan dan lembaga swasta.
Teman wartawan koran republika, sedikit menulis cerita pengalaman saya. Pada tahun 2002, berikut ceritanya...
Judulnya : JIN BU**A MASUK ISLAM
Tak sulit bagi Asep Wahyuddin untuk membedakan apakah
isterinya sedang kesurupan atau tidak. Pasalnya, sudah
lebih dua tahun Tan Sun Fang, isterinya yang keturunan
Tionghoa, bertingkah yang aneh-aneh mulai dari
marah-marah, menendang, sampai berupaya mencekik
lehernya. Seisi rumah dan tetangganya, di wilayah
Bogor, pun sering disibukkan mencari cara untuk
menghentikan ulahnya yang selalu kasar.
Tapi, Jum'at malam itu (12/4), sang isteri yang biasa
dipanggil Apong, bertingkah lain lagi. Tidak seperti
biasanya, ia tiba-tiba mengajak Wahyu, suaminya,
berdebat. "Ruh yang masuk ke dalam isterimu selama ini
adalah iblis," katanya dengan suara kekanak-kanakan,
suara yang lain dari Apong yang sebenarnya. Mendengar
itu, Wahyu curiga jangan-jangan isterinya kini
kerasukan lagi. "Dia jin yang mengaku-ngaku Dewi Kwan
Im," suara dari mulut Apong , mengundangnya berdebat.
Wahyu kini semakin yakin wanita yang berada di
depannya tak lagi berujud sebagai isterinya. Untuk
meyakinkan dirinya, dia mencoba mendekatkan telapak
tangannya ke tubuh isterinya sambil membaca ayat-ayat
al-Quran, surat an-Nas. Tak ada reaksi. Dia lalu
memegang ubun-ubun isterinya sambil membaca ayat Kursi
secara perlahan-lahan. Tangan Apong menepis, yang
meyakinkannya, seperti pada hari-hari sebelumnya,
bahwa wanita itu telah kerasukan lagi.
"Saya tidak tahu kamu ini bangsa apa," tutur Wahyu,
29, lulusan sekolah komputer di Jakarta. "Tapi saya
punya keyakinan seperti banyak dikatakan orang, kamu
pasti utusan Bu**a. Apakah Bu**a memang mengajarkan
orang berbuat jahat?" Mendengar itu, Apong yang
kerasukan menjawab kasar, "Kamu bego, mau ditipu oleh
iblis! Kamu bego!" Wahyu lalu menasehatinya supaya tak
terus-menerus mengganggu orang. "Kamu pulanglah,"
pintanya, seraya meminta ayah-ibunya yang tinggal
bersama mereka untuk membantunya melepaskan Apong dari
kesurupan dengan membacakan ayat-ayat al-Quran dari
surat al-Kafirun dan al-Nas.
Hanya saja hal aneh terjadi lagi. Kala subuh, Tan Sun
Fang yang biasanya rajin salat berjamaah di rumah,
tiba-tiba sulit dibangunkan. Namun begitu bangun dari
tidurnya, wanita berputera satu itu langsung menggelar
sajadah, masih dengan pakaian tidurnya. "Ajari saya
sembahyang," pintanya pada Wahyu yang langsung sadar
bahwa istrinya kini 'bukan isteri saya' yang biasanya.
Wahyu menyuruhnya mengambil mukenah, yang kemudian
dikenakannya secara salah.
Usai berwudhu', Wahyu kembali ke ruang salat, sebuah
tempat yang sempit di sudut rumahnya, seraya melipat
kasur yang biasa dipakainya tiduran. Wanita tadi, yang
masih berdiri, mengikuti langkahnya dengan menggulung
sajadah, mengira itu bagian dari prosesi sembahyang.
Wahyu pun menghadap kiblat setelah memintanya
mengikuti setiap gerakan salatnya.
Selepas mengucap salam tanda usai salat, si wanita
tiba-tiba berkata, "Terima kasih," dengan suara lirih.
Lalu tubuhnya luruh ke lantai. Sambil memegang tangan
kanan Wahyu, ia menyatakan permohonan maafnya atas
segala perbuatan jahatnya selama ini. "Namaku Suan
Su," akunya ketika ditanya identitasnya. "Saya
sebenarnya suruhan Su*i Cend***asih," tegasnya lagi.
Tugasnya adalah mengganggu hingga Apong murtad dari
Islam.
Karena mengaku belum bisa salat, Wahyu menuntunnya
membaca dua kalimat syahadat dulu. "Jadi, saya
sekarang sudah Islam, ya," kata Suan Su lewat mulut
Apong. Ia pun minta diajari membaca surat al-Fatihah
sebagai bacaan wajib dalam salat, dan apa saja ajaran
Islam yang dapat dilaksanakan sesuai kemampuan .
Ketika ditanya dia bangsa apa, Suan Su mengaku
terus-terang dirinya adalah bangsa jin yang selama ini
diperintah oleh pendeta Su*i Cen****wasih untuk
menggoda musuh-musuhnya.
Nama yang disebut terakhir adalah seorang pendeta
Bu**a di Palembang, tempat dulu Tan Sun Fang menjadi
aktivis sebelum kemudian masuk Islam atas bimbingan
Wahyu. Sambil bekerja sebagai petugas teller di Bank
Pikko (dulu Bank Raharja Makmur), wanita yang fasih
berbahasa Mandarin itu merupakan salah seorang pencari
donatur paling aktif untuk Vih*ra Mai*reya, Palembang.
Bahkan, ia sempat menjadi pembantu foyen yang bertugas
menyebarkan agama Bu**a di wilayah Tobuali, Bangka.
Suatu hari di tahun 1999, Wahyu ditugaskan atasannya
di Bank Pikko pusat (Jakarta) terbang ke Palembang,
untuk membenahi sistem informasi di kantor cabang,
yang sedang dibenahi menyusul krisis ekonomi yang
melanda dunia perbankan nasional. Di situlah ia
bertemu Tan Sun Fang, yang di antara kawan-kawannya
sekantor dikenal sebagai Ida Surya. Meski berasal
dari Bandung, Wahyu tak canggung untuk menjalin cinta
kasih dengan seorang perempuan keturunan Tionghoa.
Setelah berpacaran selama satu tahun, dan menghabiskan
sebagian besar gajinya untuk melakukan komunikasi
melalui telepon interlokal dari Jakarta ke Palembang,
Wahyu pun menikahi kekasihnya pada Mei 2000, di
hadapan penghulu. Tan Sun Fang telah masuk Islam jauh
hari sebelumnya, sesudah melalui serangkaian diskusi
dengannya tentang kesamaan dan perbedaan antara Islam
dan Bu**a. Tak lama kemudian salah seorang adiknya
dari delapan bersaudara juga mengikuti jejaknya,
meskipun ia dikaruniai umur lebih pendek dari dirinya.
Namun, masuk Islamnya Tan Sun Fang harus dibayar
mahal. Pada mulanyai ia tiba-tiba berubah dari wanita
yang penuh keibuan menjadi perempuan yang keras. Ia
pernah marah-marah minta diceraikan, tanpa alasan
jelas. Syukurlah Wahyu sanggup mengatasi badai awal
yang melanda perkawinannya. Hari-hari berikutnya
adalah hari yang lebih sulit. Hampir setiap saat ia
harus menjaga isterinya yang sedang hamil, dari
kemungkinan serangan, entah dari makhluk apa, yang
membuatnya bertingkah aneh-aneh bahkan bertindak
kasar.
Tentu saja Wahyu sekeluarga tak tinggal diam. Ia,
dibantu para tetangga, mencari segala macam cara dan
pengobatan bagi isterinya yang tiba-tiba, ketika
sedang diserang, menolak segala jenis makanan. "Banyak
orang bilang, isteri saya diserang oleh jin Bu**a,"
katanya. Jika berada dalam kondisi biasa, Tan Sun Fang
bersikap seperti layaknya seorang ibu. Sebaliknya bisa
sudah muncul sedikit amarah di hatinya, ia langsung
diserang, air mukanya berubah penuh amarah, terkadang
berontak bila ada orang yang berusaha menyentuhnya.
Selama dua pekan terakhir, sudah tak terdengar lagi
suara ribut-ribut dari rumah kontrakan sederhana yang
pintunya ditunggui burung kakak tua yang rajin menyapa
para pedagang yang lewat di situ. Terakhir Suan Su
datang lagi merasuk ke tubuh Apong yang sedang
mendengar terjemahan al-Quran surat Al-Jin yang
dibacakan Wahyu. Ia minta ikut salat berjamaah di
musalla belakang rumah. Dari perbincangan dengannya,
Wahyu mengetahui jin itu perempuan, berasal dari
Pelembang, dan umurnya 124 tahun -- jin konon kawin
kala berumur 170 hingga 200 tahun.
Si jin juga sempat bertanya mengapa orang Islam
menghadap Kiblat. Dijelaskannya bahwa Kiblat adalah
arah di mana terdapat Baitullah, yakni di Mekkah.
"Pergilah kamu ke sana, belajar Islam," Wahyu
menyuruhnya, seraya mengambil globe besar yang
dimilikinya. Ketika datang lagi merasuki tubuh Apong
keesokan harinya, Suan Su bertanya, "Kok salat di
Makkah lama sekali, ya?" seraya mengaku dirinya telah
bertemu dengan sejumlah jin Islam di sana, di
antaranya yang laki-laki bernama Mustofa. Saat disuruh
memindahkan tasbih yang dipegang Wahyu, ia mengaku tak
bisa karena dunianya berbeda dari alam nyata.
KH Jamaluddin Kaffie, pimpinan Pengajian Zikir dan
dosen di Pesantren Al-Amien Prenduan yang sepuluh
tahun terakhir bergelut dengan dunia jin, tak
menafikan pengalaman Wahyu sekeluarga. Disebutnya,
perlu pertahanan diri yang cukup kuat agar seseorang
bisa menguasai jin, apalagi hingga berhasil
mengajaknya masuk Islam. Dalam kehidupan sehari-hari,
Wahyu maupun Apong memang rajin membaca al-Quran,
selain berpuasa di hari-hari menjelang krisis yang
seringkali diketahuinya melalui mimpi. "Masih perlu
waktu dan pertahanan lebih kuat lagi, kalau diinginkan
jin itu tak merasuk ke tubuh seseorang, dan bisa
disuruh-suruh," kata Kyai Jamal.
Namun, Wahyu tak ingin bertindak lebih jauh, misalnya
sampai isterinya meneken kontrak kerjasama dengan Suan
Su sehingga mereka saling terikat satu sama lain. Ia
sudah merasa bangga bisa mempertahankan keutuhan rumah
tangganya, apalagi bisa membantu isterinya bertahan
dari segenap gangguan dan serangan musuh-musuh agama.
"Kami hanya berdoa, jika Suan Su benar-benar jin, dia
bisa menyebarkan Islam di kalangan bangsa jin yang
berada di luar jangkauan dakwah kita," tutur Wahyu
yang belakangan ini bekerja sebagai programer lepas di
beberapa perusahaan dan lembaga swasta.
0 comments:
Post a Comment